YSEALI: Persahabatan Bervisi Mie Instant

Young SouthEast Asian Leader Initiative Juorney.

Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia

Pembagian Potensi Perikanan Indonesia berdasarkan Region.

Romansa Negeri Sakura: Hakone Moutn Shizuoka Perfecture

AFS Intercultural Learning Japan - Kizuna Bond Project.

Pemetaan Mangrove di Sidoarjo dengan Citra Satelit Landsat

Geographic Information System (GIS) and Remote Sensing.

Wednesday, August 12, 2015

TENTANG: HYDROTHERMAL VENT (Cerobong Asap Bawah Laut)

Definisi Hydrothermal Vent

Hydrothermal vent merupakan hasil dari peresapan air laut melalui celah di kerak samudera disekitar zona subduksi yaitu tempat dimana terdapat 2 lempeng tektonik yang menjauh satu sama lain.  Air laut yang dingin akan dipanaskan oleh magma panas di perut bumi dan akan berinteraksi dengan batuan di  sekitar kerak bumi yang mengandung unsur-unsur tembaga, seng, besi, timah, sulfur, dan silica, yang kemudian keluar melalui vent. Suhu air laut di hydrothermal vent mencapai lebih dari 340° C atau 700° F. Air yang keluar dari hydrothermal vent tidak mendidih karena adanya tekanan yang ekstrim di laut dalam, dimana hydrothermal vent itu terbentuk (NOAA, 2013).
Gambar 1. Proses Hydrothermal Vent
Sumber : Google image, 2015
Tipe Hydrothermal Vent
Terdapat 2 tipe vent berdasarkan kandungan bahan kimianya yaitu Black Smokers dan White Smokerss. Black Smokerss merupakan hydrothermal vent yang mengeluarkan partikel sulfida gelap yang merupakan kelompok bahan mineral yang mengandung sulfur. Black Smokers di laut dalam terbentuk karena adanya dorongan sirkulasi dan pemanasan air laut di kedalaman 2-8 km di kerak samudera. Proses terjadinya adalah ketika suhu disekitar vent lebih rendah seperti di Rise Pasifik Timur.
White Smokers merupakan hydrothermal vent yang mengeluarkan asap warna putih karena mineral sulfida yang mengendap dalam gundukan sebelum cairan keluar melalui vent (Kelley, 2001). Suhu pada  cairan white smokerss lebih dingin yang berkisar sekitar 250-300 °C dan mengalir lebih lambat dibandingkan dengan cairan black smokerss. Ukuran cerobong white smokerss pada umumnya lebih kecil. Warna putih berasal dari mineral yang terbentuk pada saat cairan hidrotermal keluar melalui cerobong dan bercampur dengan air laut.  
Dalam white smokerss, cairan hidrotermal bercampur dengan air laut di bawah dasar laut.   Oleh karena itu, mineral-mineral hitam terlebih dahulu terbentuk di bawah dasar laut sebelum cairan hidrotermal keluar melalui cerobong. cairan hidrotermal keluar melalui cerobong berbentuk seperti kristal-kristal kecil silika. Reaksi kimia yang lain membentuk mineral putih yang disebut anhidrit.  Kedua mineral ini merubah warna cairan hidrotermal yang keluar melalui cerobong menjadi putih.
Gambar 2. Balck Smoker
Sumber : Google image, 2015
Gambar 3. White Smokers
Proses Kimia di Hydrothermal Vent
Saat asap hydrothermal vent keluar, akan memicu terjadinya rekasi kimia. Sulfur dan bahan kimia lainnya yang keluar membentuk vent yang kaya akan bahan kimia dan deposit mineral didasar laut. Cairan yang keluar juga mengandung bahan kimia yang menjadi sumber makanan bagi mikroba di dasar laut yang jauh dari penetrasi sinar matahari.
Mikroba di hydrothermal vent tidak mengandalkan fotosintesis untuk mengubah karbon dioksida menjadi karbon organik, tetapi mengandalkan proses kemosintesis. Mikroba ini menggunakan bahan kimia seperti hidrogen sulfida untuk menyediakan sumber energi yang mendorong proses metabolisme dan akan mendukung kehidupan bagi organisme yang ada di hydrothermal vent, dimana .
Fotosintesis hanya dapat terjadi di darat dan di perairan dangkal yang memanfaatkan sinar matahari untuk membuat makanan. Sedangkan kemosintesis adalah proses dimana makanan (glukosa) dibuat oleh bakteri dengan menggunakan bahan kimia sebagai sumber energi. Kemosintesis terjadi di sekitar hydrothermal vent di mana sinar matahari tidak ada. Selama proses kemosintesis, bakteri yang hidup di dasar laut atau bakteri yang bersimbiosis dengan organisme laut dalam menggunakan energi yang tersimpan dalam ikatan kimia hidrogen sulfida dan metana untuk membuat glukosa dari air dan karbon dioksida yang terlarut dalam air laut.
Proses Kemosintesis

Gambar 4. Proses Kemosintesis
Sumber : Google image, 2015
1.      Air panas yang keluar dari ventilasi hidrotermal dijenuhkan dengan bahan kimia terlarut
2.      Bakteri menyerap hidrogen sulfida dan karbon dioksida dari air ventilasi dan oksigen dari air laut
3.  Bakteri menggunakan energi yang dilepaskan dengan mengoksidasi sulfur untuk membuat molekul organic
4.     Bakteri tumbuh dan berkembang biak, dan dimakan atau host sebagai simbion internal dengan hewan lain

Referensi:
Jannasch, Holger  W. 1989.  Sulphur Emission And Transformations At Deep Sea Hydrothermal Vents. SCOPE Published
Kelley, D.S. 2001. Black Smokerss: Incubators on the Seafloor. In: Earth Inside and Out, (ed. E. Mathez) American Museum of Natural History, 184-189, The New Press, New York.
NOAA. 2013. A Hydrothermal Vent Forms when Seawater Meets Hot Magma, (http://oceanservice.noaa.gov/facts/vents.html) diakses tanggal 6 Mei 2015.
WHOI. 2015. Hydrothermal Vents : Woods Hole Oceanographic Institution (http://www.whoi.edu/main/topic/hydrothermal-vents) diakses tanggal 6 Mei 2015.



Tuesday, August 11, 2015

ANALISA PERATURAN MENTRI KELAUTAN DAN PERIKANAN NO.2 TAHUN 2015

ANALISA PERATURAN MENTRI KELAUTAN DAN PERIKANAN NO.2 TAHUN 2015
Oleh: Ikbar Al Asyari (Ilmu Kelautan Univ. Brawijaya)


1.    Pendahuluan
Pembangunan sektor perikanan memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan bidang ekonomi. Berbagai hal sudah dilakukan demi upaya menjaga dan memanajemen sumberdaya yang ada sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 (pasal 33) maupun Undang-Undang Perikanan No. 31 tahun 2004, yang intinya memberikan mandat kepada pemerintah didalam mengelola sumberdaya alam untuk kesejahteraan rakyat dengan memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya tersebut. Sumberdaya ini secara umum disebut atau termasuk dalam kategori dapat pulih. Namun, kemampuan alam untuk memperbaharui ini bersifat terbatas. Jika manusia mengeksploitasi sumberdaya melelebihi batas kemampuannya untuk melakukan pemulihan, sumberdaya akan mengalami penurunan, terkuras dan bahkan menyebabkan kepunahan. Salah satu untuk menjaga kelestarian ikan pemerintah mengatur tentang alat tangkap ikan yang ramah lingkungan.
Kenyataan di lapang, sumberdaya perikanan Indonesia mengalami degradasi yang sangat tinggi dengan meningkatnya overfishing dan menurunya stok ikan yang ada. Penggunaan alat tangkap dan metode tangkap yang tidak ramah lingkungan dan tidak berkelanjutan menyebabkan overfishing dan menurunya stok ikan. Alat tangkap diantarnya adalah cantrang. Penggunaan alat penangkap ikan cantrang di Indonesia banyak digunakan oleh para nelayan di pantai utara Jawa Timur dan Jawa Tengah terutama bagian utara. Cantrang adalah sejenis pukat tarik  yang biasanya digunakan untuk menangkap  udang dan ikan demersal. Menurut beberapa penelitian, cantrang diindikasikan sebagai alat tangkap ikan yang kurang ramah lingkungan karena hampir mirip dengan trawl.
Metode menangkap ikan dengan mengunakan cantrang dengan cara membabi buta, menggunakan perahu/kapal dengan jaringnya yang  berkantong, bersayap dan mempunyai mulut jaring yang lebar, panjang dan dalam. Sehingga lebih banyak ikan yang ditangkap dalam waktu singkat. Tentu ini secara ekonomi adalah efisien dan efektif.  Namun efek dari jaring cantrang  itu, banyak juga ikan kecil-kecil maupun ikan yang tidak bisa dikonsumsi ikut tertangkap. Ikan-ikan yang tidak berguna ini biasanya mati begitu saja dan dibuang kembali ke laut. Di sinilah efek negatif jaring ini  sangat kuat untuk merusak lingkungan. Dan sebenarnya dalam jangka panjang akan merugikan kepentingan ekonomi bangsa juga. Karena penggunaan cantrang ini, maka banyak ikan-ikan kecil yang ikut mati terjaring. Akibatnya pada kurun waktu tertentu, ikan-ikan tersebut akan habis karena tidak sempat regenerasi dengan alami.
Dengan demikian perlu adanya regulasi yang mengatur untuk manajemen sumberdaya secara berkelanjutan. Sehingga adanya sumberdaya yang ada tidak hanya kita nikmati sepihak tetapi anak cucu kedepan juga bisa menikmati seperti yang kita rasakan.
  1. Kebijakan Pemerintah
Berdasarkan dampak penggunaan alat tangkap ikan jenis cantrang tersebut dikeluarkanlah Peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan NO.2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) Dan Pukat Tarik (Seine Nets) Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Dasar yang digunakan untuk analisa penggunaan cantrang adalah perikanan berkelanjutan, nilai keberlanjutan alat tangkap. Berdasarkan jenis alat tangkap dapat dibedakan sebagai berikut:
1.    Alat tangkap selektif, ialah alat tangkap yang ramah secara ekologis (ecologically friendly). Contoh paling umum dari alat penangkapan ikan kategori ini ialah pancing;
2.   Alat tangkap yang cenderung menyebabkan terjadinya tangkap lebih (overfishing), sehingga bisa merusak sumber daya dan ekologi;
3.   Alat tangkap yang dalam operasinya cederung menyebabkan kerusakan habitat ikan sehingga berdampak negatif secara ekologis;
4.   Alat tangkap yang cenderung merusak secara ekologis melalui tangkap lebih dan kerusakan habitat ikan;

Di negara tetangga dapat dilihat perbandingan sebagai berikut:







Penerapan PERMEN-KP No. 2 Tahun 2015 secara konsekuen. Dalam waktu singkat, beberapa dampak langsung yang bias dirasakan termasuk:

1.    Puluhan ribu nelayan bersama rumah tangga perikanan akan kehilangan pekerjaan dan unit usaha bisnis di bidang perikanan tangkap;
2.    Hasil tangkapan ikan akan turun secara mendadak sampai terjadi keseimbangan yang baru;
3.    Unit usaha pengolahan ikan akan kekurangan bahan baku secara mendadak sampai terjadi keseimbangan yang baru (pengalihan usaha bisnis);
4.    Berkurangnya lapangan pekerjaan (serapan tenaga kerja) secara mendadak, sebelum adanya alternatif lapangan pekerjaan yang baru
Paling tidak, ke-empat point di atas akan menyebabkan dampak ekonomi nyata pada tingkat nelayan dan rumah tangga perikanan. Berkurangnya pendapatan atau hilangnya sumber mata pencaharian sering menimbulkan dampak sosial yang sulit bisa dikompensasi. Oleh karena itu, pemerintah harus segera memperhatikan dan melakukan jalan pintas (break trhough) untuk mengurangi dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan dari PERMEN-KP No. 2 Tahun 2015.
Jadi secara garis besar ada dua aspek utama yaitu ekologis dan ekonomi. Dalam kenyataan kesadaran masyarakat perikanan dalam melestarian sumberdaya ikan sangatlah minim dan cenderung merusak. Pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang akan meminimalisir over fishing, perusakan terumbu karang  dan tentunya menjaga  pelestarian suberdaya perikanan, hal ini masuk dalam aspek ekologi. Dan secara ekonomi yang berdampak pada penurunan pendapatan nelayan.
1.    Rekomendasi
Dari analisa kebijakan Permen NO.2/PERMEN-KP/2015 terlihat 2 kepentingan yang saling bertubrukan, dimana pemerintah ingin melaksanakan pembangunan perikanan berkelanjutan dengan menjaga populasi ikan, disisi lain banyak masyarakat nelayan yang bertumpu pada penggunaan alat cantrang dan ingin terus menggunakan alat tersebut untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Untuk itu agar peraturan tersebut tetap terlaksana tampa merugikan nelayan cantrang, maka ada beberapa rekomendasi yang dapat menjadi rujukan pemerintah dalam menjalankan peraturan tersebut yaitu ;
1.    Pemerintah harus kontinyu mensosialisasikan Permen NO.  2/PERMEN-KP/2015 kepada nelayan cantrang di seluruh Indonesia dengan melibatkan pemerintah daerah, tokoh-tokoh masyarakat., dan nelayan itu sendiri di setiap daerah  masing-masing.
2.    Terus membangun kesadaran masyarakat dalam melaksanakan pembangunan perikanan berkelanjutan berbasis ekosistem, dimana sumber daya perikanan tidak boleh di eksploitasi habis tapi juga untuk generasi berikutnya.
3.    Redesign alat tangkap nelayan cantrang agar alat tangkap tersebut menjadi ramah lingkungan sesuai petunjuk teknis Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2011, tentang jalur penangkapan ikan dan penempatan alat penangkap ikan dan alat bantu penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
4.    Penggantian alat tangkap cantrang dengan alap pengkap ikan yang ramah lingkungan secara bertahap dan adanya pendampingan terus menerus oleh pihak pemerintah.
5.    Pemerintah harus berpijak pada pengelolaan perikanan berbasis kerakyatan dimana keterlibatan penguna ( user ) yaitu masyarakat nelayan dalam  pengelolaan perikanan secara berkelanjutan sangatlah penting karena tidak ada program pengelolaan yang sukses tampa terlibatnya pengguna. Pennguna harus mengambil bagian dalam semua fase pengembangan rencana pengelolahan dan implementasi program pengelolahan perikanan berkelanjutan. Misalnya melibatkan masyarakat nelayan dalam membuat peraturan pengelolahan perikanan di Indonesia.
Dengan adanya rekomendasi tersebut diharapkan konflik adanya Peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan NO.  2/PERMEN-KP/2015 dapat di minimalisir dan tentunya semua berharap pembangunan perikanan yang berkelanjutan dapat terwujud dan meningkatkan perekonomian masayarakat nelayan di Indonesia.


DAFTAR REFERENSI

Ardidja,S. 2005. Metode Penangkapn Ikan Jl.1. Cianjur : CV. Baruna Ilmu Indonesia
Ardidja,S. 2005. Metode Penangkapn Ikan Jl.2. Cianjur : CV. Baruna Ilmu Indonesia
Cahyani, TR. 2013. Kajian Penggunaan Cantrang Terhadap  Kelestarian Sumberdaya Ikan Demersal. Universitas Diponegoro. Semarang
Mallawa,A. 2006. Pengelolahan Sumberdaya Ikan Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Penelitian Program COREMAP II Kab. Selayar
Nainggolan, C. 2012. Metode Penangkapan Ikan. Tangerang : Penerbit Universitas Terbuka.
Rendra, E. 2015. Analisis Kebijakan tentang Penggunaan Alat Penangkap Ikan Jenis Cantrang ( Pukat  Tarik ) di Indonesia. (http://www. Analisiskebijakantentangapi.com-150228042108-conversion-gate02). Diakses pada 31 Mei 2015 pukul 22..23 WIB
Sondita, A.F.A. 2012. Manajemen Sumber Daya Perikanan. Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka.
Sukandar et al. 2015.  Tinjauan Akademis terhadap Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2/2015 tentang Pelarangan Penggunaan Beberapa Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Malang: FPIK Universitas Brawijaya.
Wardhani, RK , dkk. 2012. Analisis Usaha Alat Tangkap Cantrang (Boat Seine) Di Pelabuhan Perikanan Pantai Tawang Kabupaten Kendal. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology  Volume 1, Nomor 1,  Th. 2012 Hlm 67-76