YSEALI: Persahabatan Bervisi Mie Instant

Young SouthEast Asian Leader Initiative Juorney.

Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia

Pembagian Potensi Perikanan Indonesia berdasarkan Region.

Romansa Negeri Sakura: Hakone Moutn Shizuoka Perfecture

AFS Intercultural Learning Japan - Kizuna Bond Project.

Pemetaan Mangrove di Sidoarjo dengan Citra Satelit Landsat

Geographic Information System (GIS) and Remote Sensing.

Thursday, October 2, 2014

ANALISA SEDIMENT LAUT PANTAI JOLANGKUNG, MALANG SELATAN KABUPATEN MALANG

ANALISA SEDIMENT LAUT PANTAI JOLANGKUNG, MALANG SELATAN
KABUPATEN MALANG

Disusun oleh
Ikbar Sallim Al Asyari          (125080600111016)

       
Pantai Jolangkung adalah salah satu dari 14 pantai yang ada di Malang Selatan. Pantai Jelangkung secara administratif berada di Desa Gajahrejo, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang. Pantai ini persis di pinggir jalan lintas selatan (JLS). Rona keindahan wajah pantai begitu jelas terlihat dari jalan raya yang sudah mulus beraspal tersebut. Jika dari Pantai Nganteb menuju Pantai Jelangkung harus melalui jalan-jalan yang rusak parah. Selain kondisi jalannya yang penuh dengan bebatuan sebesar kepala manusia dewasa, juga banyak tanjakan curam. Seperti ketika keluar dari Pantai Nganteb lewat jalur JLS, ada tanjakan dengan kemiringan sekitar 70 derajat. Hutan-hutan yang sebagian sudah gundul berada di sisi kanan dan kiri jalan.
Untuk menuju pantai ini dari Kota Malang bisa mengikuti rute menuju Pantai Sendangbiru, lalu berbelok ke barat menuju Desa Gajahrejo.

3.2. Karakteristik Sediment

3.2.1. Ciri-Ciri Fisik

Sedimen diambil di pantai Jolangkung pantai Selatan, ciri-ciri sedimen yang diambil dengen menggunakan core sampler sedalam 50 cm adalah didominasi oleh pasir. Pasir yang ada menurut Hayati (2009), pantai di wilayah Malang Selatan di dominasi dari kandungan CaCO3. Pantai Jolangkung tergolong pantai tertutup yang masih tidak terlalu terjamah kecuali oleh nelayan sekitar dan penambang pasir. Substrak pasir pantai Jolangkung tersusun atas pecahan batu karang. Secara fisik dapat dideskripsikan substrat pantai Jolangkung adalah sebagai beriku:
1.      Substrat putih bersih
2.      Substrat didominasi pasir putih dan pasir besi
Pantai Jolangkung merupakan pantai bertebing terjal bentuk lahan hasil bentukan erosi laut. Bentukan dan roman cliff berbeda satu dengan yang lainnya, karena dipengaruhi oleh struktur batuan, dan jenis batuan serta sifat batuan. Cliff pada batuan beku akan lain dengan cliff pada batuan sedimen.  Pelapisan batuan sedimen misalnya akan berbeda dengan pelapisan yang miring dan pelapisan mendatar.  Sebatas daerah di atas ombak, umumnya tertutup oleh vegatasi, sedangkan bagian bawahnya umumnya berupa singkapan batuan.
Secara ilmiah, substrat pantai yang ada di Jolangkung dikategorikan kedalam pantai berpasir. Tipe substrat dasar perairan pesisir ditentukan oleh arus dan gelombang (Ardi, 2002).  Disamping itu juga oleh kelandaian (slope) pantai.  Menurut Sumich (1992), Nybakken (1997) dan Barnes dan Hughes (1999), substrat daerah pesisir terdiri dari bermacam-macam tipe, antara lain: lumpur, lumpur berpasir, pasir, dan berbatu.
Menurut Ardi (2002), substrat berpasir umumnya miskin akan organisme, kebanyakan bentos pada pantai berpasir mengubur diri dalam substrat. Pantai berpasir tidak menyediakan substrat yang tetap untuk melekat bagi organisme, karena aksi gelombang secara terus menerus menggerakkan partikel substrat. Ardi (2002) manyatakan bahwa kelompok organisme yang mampu beradaptasi pada kondisi substrat pasir adalah organisme infauna makro (berukuran 1-10 cm) yang mampu menggali liang di dalam pasir, dan organisme meiofauna mikro (berukuran 0,1 – 1 mm) yang hidup di antara butiran pasir dalam ruang interaksi. 
Berdasarkan analisa secara vertikal, ada beberapa lapisan yang membentuk sediment.  Hal ini sesuai dengan gambar di bawah:

Gambar substrat di atas menampilkan strata substrat di pantai Jolangkung secara vertikal dan pada lapisan permukaan berwarna putih dan disusul oleh lapisan kedua berwarna gelap. Selanjutnya, terdapat pula lapisan putih disusul oleh dua lapisan berwarna gelap hingga kebawah ada degradasi warna antara gelap dan putih.
Pada pantai Jolangkung di dapatkan juga substrat sedimen berupa pasir besi. Pasir besi adalah pasir yang umum dijumpai di daerah pantai contohnya di pantai Jolangkung, Malang Selatan. Pasir ini didominasi oleh kandungan besi yang mengakibatkan pasir memiliki sifat magnetik.

3.2.2. Komposisi Mineral

Sedimen pantai Jolangkung mengandung mineral yang menjadi bahan penyusun substrat. Hayati (2009) mengatakan komposisi utama pasir di pantai Jolangkung adalah CaCO3. Kalsium karbonat dapat juga disebut zat kapur, zat tersebut terdiri atas CaO + CO2.
Selanjutnya terdapat juga pasir besi yang seing ditambang oleh penduduk sekitar. Pasir besi mengandung komposisi oksida besi Fe2O3 dan juga silica oksida SiO2, magnesium MgO dan ukuran butiran mesh bepotensi digunakan sebagai cementitous dalam produksi beton mutu tinggi (Suryadi, 2001). Secara detail pasir besi memiliki kandungan kimia sebagian besar Fe2O3 sebesar 58-60%, TiO2 sebanyak 7-9%, V2O5 sebesar 0,5-0,6% , Al2O3 sebesar 3,3-3,5%, SiO2 sebanyak 0,03-0,05%, P2O5 sebanyak 0,24-0,26% (Project Information Brief, Indo Mines, 2006).

Pasir besi berfungsi juga sebagai penghantar panas dalam pembentukanluluhan terak semen. Pasir besi yang depositnya terdapat di sepanjang pantai dan berkadar Fe2O3 15% dan berwarna hitam.


3.2.3. Proses Terbentuknya Sediment

Pasir besi yang ada di pantai Jolangkung menurut beberapa sumber memiliki asal yang berbeda. Menurut Satria (2008), adanya endapan pasir besi di sepanjang pantai dulunya berasal dari gunung berapi di sekitar yang memiliki batuan bersifat andesit. Keberadaan gunungapi dan terobosan (intrusi) yang menghasilkan batuan bersifat andesitik pada daerah ini diakibatkan oleh kondisi geologi Pulau Jawa yang terletak pada zona subduksi antara lempeng benua Indo-Australia dengan lempeng samudra Hindia. Tumbukan antara kedua lempeng ini mengakibatkan magmatisme yang menghasilkan magma yang bersifat andesitik sebagai akibat dari pencampuran hasil partial melting dari lempeng benua yang bersifat asam dengan lempeng samudra yang bersifat basa. Magmatisme tersebut kemudian muncul ke permukaan dalam bentuk gunungapi dan intrusi. Di sisi lain, sungai yang ada di sekitar wilayah pantai memberikan sumbangan untuk pengendapan pasir besi yang ada di pantai Jolangkung. Sungai ini menjadi muara dari beberapa sungai yang berhulu pada Gunung Merapi. Hal ini menunjukkan hulu dari sungai ini mengerosi dan mentransport batuan-batuan dari beberapa gunungapi tersebut. Sebagaimana dalam geologi regional daerah sekitar, beberapa gunungapi tersebut memiliki komposisi yang bersifat andesitik.
Kisman (2005) menegaskan keterjadian endapan pasir besi di sepanjang pantai selatan diperkirakan terjadi karena proses pelindihan, transportasi dan akumulasi serta pengendapan. Pasir besi yang ada memiliki pola persebaran yang berbeda antara satu dengan lainya. Hal ini karena:
1.      Batuan induk, merupakan sumber asal dari terbentuknya endapan pasir besi.
2.      Faktor disintegrasi fisika dan kimia seperti suhu, erosi dan transportasi sungai, pengaruh arus laut sebagai pengeruk dan pembawa material bawah laut.
3.      Faktor topografi (kemiringan), merupakan tempat dimana endapan pasir besi terbentuk dan terakumulasi.
4.      Arus air yang menyebabkan terbentuknya pengayaan tersebut.
Kandungan utama pada sedimen adalah CaCO3, senyawa karbonat mengalami pengendapan. Lingkungan pengendapan yang ada di pantai Jolangkung merupakan hasil dari sedimen biogenous. Senyawa tersebut berasal dari pencucian cangkang organisme dan pengendapan dari organisme yang telah mati selama kurun waktu tertentu. Meskipun tidak semua, kebanyakan sedimen karbonat adalah hasil dari proses kimia atau biologi yang hidup pada lingkungan laut bersih, hangat dan dangkal. Secara umum, beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan akumulasi maksimum sedimen karbonat adalah lingkungan yang mempunyai:
  1. kedalaman cukup, tidak terlalu dalam atau terlalu dangkal, 
  2. hangat, tidak terlalu panas atau terlalu dingin 
  3. kadar garam yang cukup, tidak terlalu tawar dan terlalu asin, 
  4. jernih, tidak terlalu banyak sedimen klastik darat, dan
  5. makanan cukup, tetapi tidak terlalu banyak.
    Berikut ini akan dibicarakan tiga faktor utama yang mengontrol produktivitas sedimen karbonat: letak geografis dan iklim, cahaya dan salinitas.
Sedimen karbonat yang menurut Noyes (2010) berasal dari sedimen biogenous tepatnya oleh foraminifera. Foraminifera memberikan sumbangan berupa CaCO3 dan radiolarian memberikan sumbangan berupa SiO2.


DAFTAR PUSTAKA

Ardi. 2002. Pemanfaatan Makrobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir. [online]. Tersedia: http//:www.rudyct.2050x.com/ sem1_012? ardinoy.htm. Diakses pada 11 Juni 2014 oukul 21.40 WIB.
Barnes RSK, Hughes RN. 2004. An Introduction to Marine Ecology. 3rd edition. Oxford: Blackwell Science Ltd.
Hayati, A dan Insan, M, 2009. Keanekaragaman Makroalga di Pantai Selatan Kabupaten Malang. Makalah Seminar Nasional Biologi XX dan Kongres PBI XIV di Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang. 24-25/III 2009
Kisman, Bambang .2005. Kajian Endapan Pasir Besi Di Daerah Pantai Selatankab. Ende, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral Indonesia. Diakses pada 10 Juni 20014 pukul 21.59 WIB.
Noyes, James. 2010. Deep Sea-Sediment. Camcord: El Camino College
Nybakken, J.W. 1997. Marine Biology; An Ecologycal Approach. Edisi ke-4. California: Addison-Wesley Education Publishers Inc.
Prasetio, Muhammad. 2011. Porositas dan Permeabilitas Beton Menggunakan Pasir Tailing Tambang Limbah dan Pasir Besi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Project Information Brief Indo Mines. 2006. Survey of Clustering Data Mining Techniques, Accrue Software,. Inc.
Satria, Muchammad. 2008. Proses Pembentukan Endapan Pasir Besi Di Kulon Progo. Semarang: Universitas Diponegoro.
Sumich JL. 1992. An introduction to the biology of marine life. Ed ke-5. Dubuque:WmC Brown.

Suryadi, Akhmad, 2001. Hubungan Tegangan Regangan Beton Mutu Tinggi  dengan Pasir Besi Sebagai Cementitious. Abstraksi. Surabaya: ITS.

Hubungan Medan Gravitasi Laut di Tepi Pantai Brazil dari Gradient Permukaan yang Didapatkan dari Altimeter dan Gravitasi Shipborne

Hubungan Medan Gravitasi Laut di Tepi Pantai Brazil dari Gradient Permukaan yang Didapatkan dari Altimeter dan Gravitasi Shipborne
Disusun oleh:
F.S. Paolo, E.C. Molina
Diedit oleh:
Ikbar Sallim Al Asyari
Abstrak
Gradient permukaan laut didapatkan dari satelit altimetri Geosat dan ERS-1, terhubung dengan data gravitasi laut dari Nasional Geofisika Data Centre dan Brazilian National Survey. Menggunakan minimal metode sanding kata kotak, model dari anomaly gravitasi dan tinggi geoid terhitung untuk tepi laut di Brazil. Hubungan antara satelit dan shipbone menunjukan hasil statistic yang baik di daerah sekitar tepi pantai hanya menggunakan data satelit, mengharuskan sebuah peningkatan ketika dibandingkan terhadap model gravitasi yang global.
  1. Pengenalan
Model gravitasi global beresolusi tinggi telah dievaluasi sejak satelit altimetry pada tahun sekitar 1980an. Sebuah masalah terbuka diwakilkan melalui medan gravitasi dengan resolusi yang tinggi di daerah pesisir. Di perairan dangkal observasi altimetry mengalami error pada pengukuran dan degradasi terhadap koreksi geofisik. Penggunaan multi source data geodetic dapat membantu meningkatkan penentuan medan magnet di wilayah pesisir.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan model yang beresolusi tinggi dari anomaly udara bebas dan tinggi geoid untuk batas benua Brazil. Prediksi ini ditunjukan dengan hubungan dari SSGs berasal Geosat dan ERS-1.
  1. Least square collocation
Metode LSC adalah teknik yang diketahui untuk menduga jumlah geodetic, membolehkan kombinasi dari tipe data yang berbeda dengan menghitung distribusi statistic mereka. Karena element medan gravitasi adalah fungsi linear, salah satu dapat mendapat beberapa kombinasi dari elemen ini menggunakan kombinasi seperi kuantitas sebagaimana informasi masukan.
Meskipun LSC mengakui perwakilan analisis yang simple, hal itu melibatkan inversi dari matrik yang besar beberapa kali. Secara praktis, LSC menerapkan residual field untuk mendapatkan resid
ual signal. Dalam kovarian LSC menunjukan struktur medan gravitasi yang mudah berubah. Untuk menerapkan kovarian menjadi azimuth tergantung jumlah yang harus kita pertimbangkan longitudinal, l, dan transversal, m, komponen
  1. Data dan Preproses
Untuk mendapatkan kovarian yang bagus digunakan subregion, dimana data distribusi shipborne rapat, untuk menunjukan perhitungan yang utama.
3.1.  Data satelit altimetry
Penggunaan pengukuran altimetry berasal dari Geosat dan ERS-1 misi geodesi. Data set tersebut didapatkan sebagai data rekam geofisik dari NASA/GSFC dan produk laut (OPR) dari ESA/IFREMER. Fakta yang menarik adalah kita mengobservasi perpindahan dari topo grafi untuk membenarkan variable permukaan stasioner.
3.2.  Data gravitasi shipborne
Data gravitasi laut berasal dari National Geophysical Data Centre dan survey gravitasi laut. Semua peluncuran dipreproses untuk menghilangkan data point yang error: (1) dengan prosedur yang otomatis yang mendeteksi point dengan gradient direksi yang lebih tinggi daripada batas yang dizinkan.
  1. Hasil penghitungan
Setelah memisahkan jejak satelit menjadi menanjak naik dan turun, untk mendapatkan jejak SSGs kita menampilkan senuah perbedaan numerical yang sederhana untuk slope berurutan SSHs menggunakan:
E (a) = (h2-h1)/d
Untuk mendapatkan sisa SSGs, kita yang pertama menginterpolasi asal-usul jalur SSH EGM2008 model geoid (n = 360) menggunakan metode curvature minimum. Untuk perhitungan LSC kita mengembangkan sebuah program komputasional yang mengimplementasikan terhadap grid regular.
  1. Analisis dan Diskusi
5.1.               Resolusi model
Model final dari resolusi adalah proporsional terhadap kerapatan ruang dari input data. Jadi dapat diestimasi dari panjang gelombang minimum penuh dapat kembali dipecahkan menjadi rumus yang sederhana.


5.2.               Perbandingan dan Validasi
Jalur yang terpilih dari survey LEPLAC digunakan untuk perbandingan memiliki sebuah jarak rata-rata 100-130 meter diantara point. Hal ini kurang ½ dari jarak NGDC dan equant legs yang digunakan di LSC. Untuk menganalisa hasil kita harus mempertimbangkan beberapa karakeristik dari model global yang digunakan untuk perbandingan. Dengan memeriksa table 1, 2 fakta telah di ketahui: pertama pertimbangan peningkatan dalam recovery gravitasi ketika menggunakan SSGs dan kombinasi gravitasi laut daripada hanya menggunakan data satelit saja.
  1. Kesimpulan

Perhitungan model kalkulasi dengan metode LSC bisa memeceahkan masalah element medan gravity dengan kualitas yang sama dengan model global. Sebuah peningkatan pada recovery gravitasi di verifikasi oleh kombinasi altimetry dan survey laut menggunakan pendekatan stokastik. Seiring peningkatan di survey geofisik sekitar pesisir, hal ini berguna untuk menghubungkan informasi multi-source geodetic untuk representasi yang lebih baik pada medan gravitasi di daerah benua-laut transisi.