YSEALI: Persahabatan Bervisi Mie Instant

Young SouthEast Asian Leader Initiative Juorney.

Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia

Pembagian Potensi Perikanan Indonesia berdasarkan Region.

Romansa Negeri Sakura: Hakone Moutn Shizuoka Perfecture

AFS Intercultural Learning Japan - Kizuna Bond Project.

Pemetaan Mangrove di Sidoarjo dengan Citra Satelit Landsat

Geographic Information System (GIS) and Remote Sensing.

Tuesday, December 9, 2014

MONITORING TERUMBU KARANG PANTAI SANUR, BALI DAN DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR


1.      Latar Belakang
Di dunia ini sudah terlalu banyak masalah diantaranya adalah kemiskinan, polusi, ketahanan pangan dll., isu-isu yang menjadi focus dunia saat ini adalah degradasi lingkungan khususnya di bidang kelautan dan perikanan. Dara pusat penelitian oseanografi LIPI (2012) dalam Greenpeace (2014) hanya 5,3% dari total keseluruhan terumbu karang di Indonesia yang tergolong sangat baik. Sementara 27,18%-nya digolongkan dalam kondisi baik, 37,25% dalam kondisi cukup, dan 30,45% berada dalam kondisi buruk11. Bahkan, Burke, dkk. menyebutkan setengah abad terakhir ini degradasi terumbu karang di Indonesia meningkat dari 10% menjadi 50%12.
Untuk itu perlu tindakan konkret untuk mangatasi masalah di atas. Tindakan yang kita harus lakukan adalah restorasi tutupan karang tersebut akan tetapi itu tidak cukup tanpa adanya monitoring dari program restorasi yang diterapkan.
Konsep“gardening of coral reef” sekarang menjadi pilihan bagi para ilmuwan di dunia untuk mengembalikan ekosistem terumbu karang. Coral garden merupakan “usaha aktif” untuk memulihkan kembali ekosistem terumbu karang,  Teknik rehabilitasi ekosistem terumbu karang menggunakan konsep “gardening of coral reef” ini akan menjadi studi yang menarik di Pulau Sempu dimana kondisi terumbu karang di kawasan lindung ini terancam mengalami percepatan kerusakan terumbu karang dikarenakan adanya proses reklamasi pembangunan pelabuhan dan kegiatan wisata, sehingga kegiatan ini merupakan starting point untuk pemulihan ekosistem terumbu karang di wilayah tersebut sekaligus dapat menjadi fish sanctuary di masa yang akan datang ( Luthfi,2013 ).
Menurut Pujiatmoko (2009) Banyak ilmuwan mnyatakan bahwa penyebab utama kerusakan terumbu karang adalah manusia (Antropogenic Impact) misalnya melalui kegiatan tangkap yang berlebihan (Over Exploitation) terhadap hasil laut, penggunaan teknologi yang merusak seperti pengunaan bom, potasium sianida, muro ami dan lain-lain, erosi, limbah industri dan missmanajemen dari kegiatan pertambangan telah merusak terumbu karang baik secara langsung maupun tidak langsung. Akar permasalahan timbulnya ulah manusia untuk merusak terumbu karang adalah :
1.      Kependudukan dan Kemiskinan
2.      Tingkat konsumsi berlebihan dan kesenjangan sumber daya alam
3.      Rendahnya pemahaman tentang ekosistem
4.      Kegagalan sistem ekonomi dan kebijakan dalam penelitian ekosistem
2.      Fungsi Monitoring
Menurut Dahuri dan Supriharyono, dariluas terumbu karang yang ada di Indonesiasekitar 51.000 km 2 diperkirakan hanya 7 %terumbu karang yang kondisinya sangatbaik, 33 % baik, 45 % rusak dan 15 %lainnya kondisinya sudah kritis 4,6 ) . Kondisiterumbu karang yang memprihatinkantersebut diperparah dengan lemahnyakoordinasi dan perencanaan lemaba terkaitdalam pencegahan kerusakan dan kegiatanmonitoring terumbu karang. Kegiatanmonitoring yang dilakukan sangat terbatas.Hanya beberapa area terumbu karang yangdikaji secara rutin, sehingga data kondisidan perubahan untuk keseluruhan sangatsulit diperoleh. Fungsi monitoring terumbu karang dapat mencegahnya rusaknya ekosistem terumbu karang secara cepat (Santoso, 2008).
Pemantauan ekosistem terumbu karang akan lebih baik jika dilaksanakan secara berkala (monitoring). Kegiatan monitoring ini selain akan memberikan informasi terkini juga dapat menganalisis perubahan yang terejadi hingga batas waktu tertentu. Analisa perubahan yang terjadi dapat menghasilkan kesimpulan mengenai proses perkembangan suatu wilayah. Hasilnya, jika ternyata setelah pemantauan dilaksanakan terumbu karang di wilayah tersebut kondisinya membaik maka perlu dilaksanakan upaya pelestarian supaya kondisi terumbu karang tidak terdegredasi. Jika ternyata hasil dari monitoring menunjukkan penurunan kondisi dari keadaan sebelumnya, maka perlu dilaksanakan rehabilitasi lingkungan tersebut supayatidak terjadi kerasukan lebih lanjut (Muttaqin, 2011).
Melalui monitoring akan diketahui keefektifan prosespelekaksanaan penelitian dan melalui evaluasi akan diketahui mutu hasil atau baiktidaknya suatu hasil penelitian. Monitoring dan evaluasi atau sering disingkat Monevseringkali menjadi kunci dalam penjaminan mutu suatu program, termasuk dalam program penelitian (Lembaga penelitian, 2006).
Tujuan monitoring adalah untuk mengetahui kemajuan pelaksanaan penelitian, Untuk mengetahui  hambatan-hambatan yang dihadapi, untuk mengetahui prospek pencapaian hasil dan memberikan informasi tentang administrasi proyek penelitian dan rnenerima masukanmasukanyang diperlukan dalam penyelenggaraan program penelitian pada tahun anggaran yang akan datang (LPPM, 2009).
3.      Metode Monitoring
Monitoring kelangsungan hidup karang yang di tranplantasi di amati sejak hari pertama hingga selama 3 (tiga) bulan dengan periode 1 (satu) kali dalam seminggu. Pemgamatan karang yang di tranplantasi mencakup jumlah karang yang ditranplantasi yang mengalami kematian, umur karang tranplantasi yang mati dan faktor-faktor penyebab kematian. Monitoring laju pertumbuhan karang yang di transplantasi diamati sejak minggu pertama dengan periode dengan periode 2 (dua) bulan sekali. Pengamatan karang yang dtransplantasi mencakup ukuran panjang vertikal, ukuran panjang secara horizontal, lebar diameter koloni dan jumlah tunas. Pencatatan data dilakukan dengan menggunakan alat tulis bawah air dan untuk mendokumentasikan pertumbuhan karang yang ditranplantasi digunakan kamera bawah air dan peralatan selam SCUBA. Pengukuran pertumbuhan di lakukan dengan ketelitian 0,1 cm, dengan menggunakan alat pengukur seperti caliper (jangka sorong). Selain itu dalam pemantauan juga dapat didata jenis-jenis ikan maupun populasi ikan setelah ada kegiatan rehabilitasi karang (Harianto et al, 2014).
Monitoring kegiatan pada karang yang telah dtransplantasi bertujuan untuk (a) Untuk mengetahui kondidsi karang yang telah ditransplantasi , (b) untuk mengetahui survival rate karang yang ditransplantasi, dan (c) untuk mengetahui laju pertumbuhan karang pada yang karang yang telah dtransplantasi. Sejak hari pertama pencangkokan. Pengamatan karang yang di transplantasi mencakup lama pengeluaran lendir dan waktu penyembuhan. Pengamatan waktu pengeluaran lendir dimaksudkan untuk mengetahui sampai berapa lama bekas pemotongan pada karang yang dtranplantasi masih mengeluarkan lendir (Sadarun,1999).
Dalam memonitoring terumbu karang terdapat beberapa metode yang digunakan. Metode ini dibagi menjadi tiga skala, yaitu skala luas, sedang dan detil. Metode skala luas meliputi metode manta tow dan metode timed swim. Skala sedang menggunakan metode point intercept transek dan line intercept transek. Sedangkan skala detil menggunakan metode quadran dan belt transek. Berikut ini masing-masing penjelasan dari beberapa metode tersebut.
a.       Metode skala luas
Ø  Metode manta tow
           Metode Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan kondisi terumbu karang atau parameter tertentu dengan cara menarik pengamat yang memakai peralatan dasar menyelam di belakang perahu kecil bermesin melalui sebuah tali dengan kecepatan konstan untuk mencatat data setiap waktu tertentu (misalnya setiap 2 menit).  Pengamat akan melihat objek yang dilintasi, lalu menilai persentase penutupan karang hidup (keras dan lunak), karang mati maupun objek lain yang diinginkan dan dicatat pada waktu berhenti dalam bentuk persentase pada alat tulis yang dijepit pada papan manta yang tersedia.

Ø  Metode Timed Swim adalah metode yang dikembangkan untuk skala luas ataupun sedang, misalnya dalam sistem peringatan dini cepat dalam melihat suatu perubahan penutupan karang, perikanan dengan bom, bleaching atau COTS.  Dengan metode ini,  pengamat berenang pada suatu kedalaman dan kecepatan yang konstan selama waktu tertentu
a.       Metode skala sedang
Ø  Point intercept transek
Metode ini adalah metode transek yang paling sederhana. Pengamat berenang sepanjang transek garis dan mencatat kategori bentik yang terletak tepat dibawah transek pada titik-titik tertentu (poin) di sepanjang transek.Metode ini digunakan untuk mendapatkan data persen tutupan komunitas bentik dengan lebih akurat jika dibanding dengan survey manta dan survey snorkel.
1.      Hasil Monitoring
Sebagai contoh monitoring terumbu karang di Perairan Sanur, maka didapat hasil sebagai berikut:
1.      Stasiun 1 (Sebelah utara pantai Bali Beach)
Dari grafik dibawah dapat disimpulkan bahwa kondisi  terumbu karang di stasiun 1 masih dalam kondisi yang baik dengan prosentase lebih dari 50% karang hidup baik dikedalaman 3 maupun 8 meter. Dari hasil monitoring masih terdapat karang mati yang ditumbuhi algae, tetapi kematian karang lebih banyak disebabkan oleh predator alami karang.
1.      Stasiun 2 (sekitar perairan Pantai Werdapura)
Dari hasil monitoring, didapatkan hasil bahwa status karang hidup baik pada kedalaman 3 meter dan dalam kondisi sedang pada kedalaman 8 meter. Karang mati yang ditumbuhi algae maupun karang mati dijumpai hanya 2,25% pada kedalaman 3 meter dan 18,8% pada kedalaman 8 meter.
1.      Stasiun 3 (sekitar Pantai Mertasari)
Kondisi karang hidup pada stasiun 3 menunjukkan stasus baik denga prosentase lebih dari 60% baik pada kedalaman 3 maupun 8 meter. Kondisi karang mati pun tidak terlalu banyak, yaitu hanya ,9% pada kedalaman 3 meter dan 9,3% pada kedalaman 8 meter.

1.      Stasiun 4 (sekitar Pantai Kesumasari)
Kondisi terumbu karang pada stasiun 4 menunjukkan status sedang dengan prosentase 49,52% di kedalaman 3 meter dan status baik 63,2% di kedalaman 8 meter. Tidak dujumpai karang mati pada kedalaman 3 meter dan hanya terdapat 0,8% karang mati pada kedalaman 8 meter.
Contoh kedua dari hasil monitoring terumbu karang, yaitu hasil monitoring terumbu karang di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur. Terumbu karang di Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu ditemukan tersebar di perairan desa-desa pesisir di Kabupaten Kupang, Kab. Rote Ndao, Kab. Sabu Raijua, Kab. Sumba Timur, Kab. Sumba Tengah, Kab. Sumba Barat Daya, Kab. Manggarai dan Kab. Manggarai Barat dan sebarannya terkonsentrasi terutama di Kab. Rote Ndao. Kondisi terumbu karang bervariasi dari keadaan baik sekali hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidupnya. Hasil pengamatan lintasan survey sepanjang 413,63 km yang meliputi 8 kabupaten di kawasan TNP Laut Sawu menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang dalam kategori baik sekali adalah 0,4%, kondisi baik 4,6%, kondisi sedang 39,2%, kondisi buruk 28,4% dan kondisi buruk sekali 27,4%. Hasil ini mengindikasikan hampir sebagian dari total lintasan survey terumbu karang di TNP Laut Sawu dalam keadan buruk (persentase tutupan karang hidup ≤ 25%).
1. Kabupaten Kupang
Kondisi terumbu karang di Kab. Kupang bervariasi dari kondisi baik sekali hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup tertinggi 80% hingga tidak ditemukan karang hidup. Hampir sepanjang lintasan survey di Desa Soliu tidak ditemukan karang hidup dan substrat dasar perairan didominasi oleh pasir dan batu dengan persentase tutupan masing-masing dalam kisaran 30-100% dan 5-40% sehingga kondisi terumbu karang termasuk kategori buruk sekali. Kondisi terumbu yang buruk sekali di Desa Soliu ini bukan karena kerusakan terumbu karang tetapi akibat substrat dasar dan perairan yang kurang mendukung pertumbuhan karang.
2. Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat
Terumbu karang di Kab. Manggarai dan Kab. Manggarai Barat tersebar di pesisir Desa Sataruwuk, Desa Cekaluju (Kab. Manggarai) dan Desa Nangabere (Kab. Manggarai Barat) serta di P. Nuca Molas Desa Satarlenda (Kab. Manggarai). Kondisi terumbu karang di dua kabupaten tersebut bervariasi dari sedang hingga buruk sekali, ditunjukkan dari persen tutupan karang hidup 10-50%. Terumbu karang di desa-desa pesisir tersebut umumnya dalam kategori buruk hingga buruk sekali dengan persen tutupan karang ≤ 25%.

3. Kabupaten Rote Ndao
Kondisi terumbu karang di Kab. Rote Ndao bervariasi dari baik sekali hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup dari 80% hingga 5%. Kategori baik sekali ditemukan di Desa Tesabela (Rote Timur), Desa Onatali (Lobalaen) dan P. Ndo’o (Rote Barat) sedangkan kategori baik (51-75%) selain ditemukan di desa-desa tersebut juga ditemukan dalam lintasan yang pendek di Desa Sotimori, Bolatena, Nggodimeda, Maubesi, Netenaen, Oelua, Oeseli, Oebou, Oeteffu dan P. Nuse. Kondisi terumbu karang kategori sedang (26-50%) umumnya ditemukan dalam lintasan yang panjang di desa-desa pesisir Kab Rote Ndao. Kondisi buruk hingga buruk sekali (≤ 25%) umumnya dijumpai di Desa Daiama, Mulut Seribu Kec. Rote Timur.
4. Kabupaten Sabu Raijua
Kondisi terumbu karang di Kab. Sabu Raijua bervariasi dari baik hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup 10-60%. Kategori baik hanya ditemukan pada lintasan yang pendek di Desa Menia Kec. Sabu Barat dan Desa Molie, Kec. Hawu Mehara, sedangkan kategori sedang umum ditemukan di Kab. Sabu Raijua. Kondisi terumbu karang sedang selain dijumpai di Desa Molie juga terdapat di desa-desa di kecamatan yang sama seperti Lobohede, Daeiko, Raedewa, Kecamatan Sabu Barat (Desa Mebba dan Menia), Kecamatan Raijua (Desa Ledeke, Ledeunu, Ballu dan Kolare).
5. Kab. Sumba Timur
Kondisi terumbu karang di Kabupaten Sumba Timur menunjukkan kondisi bervariasi dari kategori baik hingga buruk sekali. Hal tersebut ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup yang berkisar antara 5-70%. Kondisi terumbu karang kategori baik hingga sedang (40-70%) ditemukan di Desa Napu, Kec. Haharu, kategori sedang hingga buruk (20-40%) ditemukan di Desa Kayuri (Kec. Rindi) dan kategori sedang hingga buruk sekali (10-50%) terdapat di Desa Heikatapu (Kec. Rindi) dan Desa Rindi, Kec. Rindi.
6. Kabupaten Sumba Tengah
Kondisi terumbu karang di Kab. Sumba Tengah bervariasi dari baik sekali hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup 5-80%. Kondisi baik sekali ditemukan di Desa Lenang Kec. Katikutana, kondisi baik (51-75%) ditemukan di Desa Lenang dan Tanambanas, kondisi sedang umumnya ditemukan di semua desa (Desa Lenang, Tanambanas, Wendewa Timur dan Wendewa Utara) sedangkan kondisi buruk dan buruk sekali juga ditemukan dalam lintasan yang pendek di semua desa.
7. Kabupaten Sumba Barat Daya
Kondisi terumbu karang di Kab. Sumba Barat Daya bervariasi dari baik hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup 5- 60%. Kondisi terumbu kategori baik ditemukan di Desa Weelonda, Kec. Kodi Utara dengan  penyusun utama karang tabulate dan branching. Kondisi terumbu karang yang umum ditemukan di Kab, Sumba Barat Daya adalah kategori sedang (26-50%) berpadu dengan kondisi buruk (10-25%) yang ditemukan di semua desa-desa pesisir Kab. Sumba Barat Daya, yaitu Bukambero, Weelonda, Kori, Weepangali, Karuni, Letekonda.
  

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kehutanan Semarang. 2008. Ekositem Terumbu Karang di Karimunjawa. tnkarimunjawa.de phut.go.id/download/terumbu%20 karang.pdf. Diaksespada 6 Desember 2014 pukuk 09.10 WIB.
Harianto, Musrin, Asri.2014. Rehabilitasi Terumbu Karang Akibat Pengeboman Dengan Metode  Transplantasi Menggunakan  Karang Jenis Acropora sp.Program Kreatifitas Mahasiswa. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo : Sulawesi Tenggara.
Lembaga Penelitian Dan PengabdianKepada Masyarakat. 2009. Pedoman Monitoring Penelitian Desentralisasi. Universitas Brawijaya : Malang.
Lembaga Penelitian. 2006. Pedoman Pengelolaan Penelitian. Universitas Negeri Jakarta : Jakarta.
Luthfi, O.M dan Jauhari, A. 2013. Stok dan Habitat Enhancement Terumbu Karang di Perairan Sendang Biru, Malang dalam Usaha Menghidupkan Kembali Live- Reef Fish Trade. LPPM Universitas Brawijaya (tidak dipublikasikan)
Munasik, et al. 2011. Kondisi Terumbu Karang di Taman Nasional Perairan Laut Sawu Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Energi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Diponegoro, Semarang. The Nature Conservancy (TNC) Savu Project, Kupang
Muttaqin, Aisyah Fitri, Fadillah, Arinta Dwi Hapsari. 2011. Coral Bleaching Ancaman Terbesar Ekosistem Terumbu Karang Saatini: analisis Penyebab dan Upaya Pemantauan. Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Prasetyo, Rahmadidan I Gede Widhiantara. 2011. Kajian Potensi Kerusakan Terumbu Karang dan Alternatif Pemecahannya di Perairan Sanur.
Pujiatmoko. 2009. Pembahasan Restorasi Terumbu Karang di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sadarun, 1999. Transplantasi Karang Batu (Stony Coral) di kepulauan seribu teluk Jakarta. Tesis Program Pasca Sarjana IPB.

Santoso, Arif Dwi dan Kardono. 2008. Teknologi Konservasi dan Rehabilitasi Terumbu Karang. Peneliti di Pusat Teknologi LingkunganBadan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

INTRODUCTION OF MIRADI SOFTWARE


1.      Pengertian Miradi
Sumberdaya alam yang terbatas menyebabkan dibentuknya suatu sistem yang disebut konservasi, konservasi memiliki beberapa pandekatan agar sumberdaya alam yang masih ada tetap terjaga. Hasil yang didapatkan akan digunakan untuk mengawasi apakah pola konservasi yang digunakan dapat berhasil atau tidak, serta proses yang dilalui sesuai dengan perencanaan konservasi atau tidak. Tetapi terdapat beberapa isu yang masih menghampiri, yakni terdapat fakta bahwa banyak proyek konaservasi yang memiliki target hingga populasi suatu biota atau pun habitatnya dapat kembali seperti semula setelah konservasi , hanya dapat dilihat setelah beberapa tahun kedepan setelah konservasi itu dilaksanakan. Pengawasan jangka panjang untuk spesies atau habitat yang dikonservasi memungkinkan dalam teori, terapi pengawasan seperti ini sering menjadi hambatan di kedaaan yang sebenarnya. Pendekatan alternatif yang dapat digunakan untuk memprediksi sukses atau tidaknya suatu pola konservasi dapat menggunakan data jangka panjang berdasarkan perubahan status dari target konservasi. Selain itu diperlukan perencanaan serta dukungan alat yang memadai untuk membentuk suatu pola konservasi yang baik. Sebuah organisasi dan penelitian yang disebut CCF (Cambridge Conservation Forum) menggunakan pola konservasi konseptual yang dibantu dengan aplikasi perangkat lunak untuk membangun konservasi secara konseptual yang baik. CCF menggunanakn pola dan alat yang menggunakan pendekatan terstandarisasi untuk meningkatkan catatan yang akan digunakan untuk identifikasi serta pengamatan pada banyak aktifitas di lingkungan konservasi. Alat yang digunakan membentuk keterkaitan serta keberlanjutan antara konservasi yang sudah ada sekarang dengan hasil berantai yang akan di hasilkan serta menggunakan alat dalam implementasi pendekatan, seperti Miradi yang berdasarkan CMP’s Open Standards yang digunakan untuk membantu mengukur dan memanajemen perencanaan konservasi (Kapos Valerie, 2009).
Standar terbuka (the Open Standard) digunakan untuk menggambarkan proses yang umumnya dibutuhkan untuk mensukseskan implementasi dalam suatu proyek konservasi. Open Standard bukanlah suatu patokan yang harus dijalani, tetapi menjadi pedoman dalam menentukan suatu proyek manajemen. Dan juga menjadi kerangka untuk pengembangan Miradi Adaptive Management Software Program. Banyak dokumen yang dapat dihasilkan dari aplikasi ini, aplikasi ini juga berjalan sesuai dengan beberapa tahap dalam open standard. Misalnya software ini dapat memberikan beberapa tool untuk memvisualisaikan dan membuat dokumen untuk daerah yang ingin dikonservasi, apa ancaman serta peluang yang dapat mempengaruhi targek konservasi yang ingin dicapai, apakah ancaman terbesar yang dapat mengancam konservasi itu sendiri, seberapa besar pengaruh kegiata mereka dalam suatu lokasi, dan bagaimana peneliti yang akan mengkonservasi dapat menggunakan rencana yang sudah tersusun dengan baik dan biaya yang murah. Miradi memiliki beberapa versi terjemahan, serta  beberapa produk menyertakan sebuah website yang berkaitan dengan aplikasi Miradi untuk menampilkan data dengan kualitas tinggi serta terdapat versi online dari Miradi yang akan memfasilitasi lebih banyak data, untuk jangka waktu yang panjang serta dapat digunakan untuk memasukkan data online dan manipulasi data (Richard, 2013).
Miradi adalahSebuah perangkat lunak yang dirancang khusus untuk pengelolaan proyek-proyek lingkungan yang kompleks. Piranti lunak Miradi tak hanya membuat Penjajakan Peringkat Ancaman dapat dibuat dengan mudah, tetapi juga sangat visual sehingga beberapa peserta bersemangat untuk menggunakannya pada proyek-proyek mereka sendiri. Perangkat lunak Miradi juga memudahkan untuk mengisolasi rantai-rantai faktor yang bersangkutan dan untuk mengeditnya kembali dengan penambahan wawasan yang diperoleh dari percakapan terarah (wawancara mendalam) yang kami laksanakan untuk mengkaji dan member masukan langkah-langkah awal proses perencanaan. (Kamariah Ismail, 2012).
Dalam teori tentang perubahan (TOC), mengembangkan model logika formal hasil menggunakan paket perangkat lunak baru yang disebut Miradi untuk mengukur pencapaian dengan survei, dan sarana lain yang diperlukan. Peneliti evaluasi kadang-kadang menyarankan bahwa situs komunitas kita pilih karena prioritas keanekaragaman hayati mereka mungkin berbeda dari masyarakat biasa (Brett Jenks, 2010).
Miradi adalah sebuah software (perangkat lunak) yang digunakan untuk menunjang dan membantu pekerjaan manusia dibidang desain lingkungan. Menurut Ian (2014), Miradi adalah sebuah kata yang berarti atau global yaitu sebuah program yang bersahabat yang mengizinkan pelaku konservasi alama untuk mendesain, memanage, memonitor, dan belajar dari project mereka untuk menjadi pelajaran yang lebih efektif dari tujuan konservasi pelaku. Program ini membimbing pengguna melalui sebuah seri dari langkah demi langkah menginterview ahli, berdasarkan Open Standard for Practice of Conservation. Sebagai praktisi bekerja melalui langkah ini, Miradi membantu praktisi utntuk menentukan jangkauan project mereka, dan mendesain model yang konseptual dan peta spasial dari project tersebut.
2.      Fungsi Miradi
Miradi adalah sebuah software (perangkat lunak) yang berfunsi untuk membantu tugas manusia. Miradi digunakan untuk para pelaku atau praktisi konservasi. Fungsi utama miradi adalah mendesain, memanage, memonitor suatu proyek konservasi. Miradi bisa menentukan jangkauan proyek dan mendesain model konseptual suatu proyek konservasi dan peta spasial proyek tersebut. Perangkat lunak ini membantu untuk menentuakan prioritas ancaman, mengembangkan objektivitas, aksi, memilihi indicator monitoring untuk mengumpulkan efektivitas strategi. Miradi juga mampu mendukung  pengembangan rencana kerja, pendanaan, dan alat lain untuk membantu praktisi menerapkan dan memanage proyek mereka. Pengguna dapat mengekspor data proyek Miradi untuk diberikan sebagai laporan pada masa depan untuk database utama untuk berbagi informasi mereka dengan praktisi lain (Benetech, 2014).
Software Miradi digunakan dalam upaya untuk menyusun rencana pengelolaan (management plant) suatu kawasan konservasi perairan. Dengan sotware ini pula bisa didapatkan satu dokumen rencana pengelolaan KKP yang disusun dengan program Miradi. Jadi software ini sangatlah berguna dalam penentuan lokasi yang akan dikonservasi karena penentuan wilayah sangatlah penting dalam pembuatan wilayah konservasi. (Wiadnya, 2011).
Software Miradi digunakan untuk menjaga keseimbangan sumber daya alam di suatu wilayah yang akan tertentu, tentunya dengan membuat konservasi yang berkelanjutan didaerah tersebut. Tujuannya agar di wilayah tersebut tidak terjadi ekploitasi yang berlebihan, walaupun daerah konservasi tidak dipungkiri juga dimanfaatkan atau dieksploitasi dalam jumlah yang kecilnamun hal tersebut tidak mempengaruhi sumber daya alam yang ada di wilayah tersebut. Software ini sangat berguna untuk penentuan lokasi yang akan dilakukan konservasi. Tentunya dengan mempertimbangkan beberapa faktor. Antara lain yaitu potensi SDA wilayah tersebut secara berkelanjutan dan dampak yang akan ditimbulkan adanya pembuatan daerah konservasi ini, baikdampakpositive maupun negative. (Rohmat, 2010).
Miradi software digunakan untuk mengembangkan pandangan spesifik dari suatu proyek meliputi model konseptual yang memperlihatkan target biodiversitas, ancaman, dan strategi potensial yang digunakan dalam sebuah proyek untuk mengatasi ancaman. Miradi juga membantu tim untuk mengidentifikasi indikator monitoring yang dibutuhkan untuk menentukan keefektifan dari strategi yang dilaksanakan. Software ini juga membantu tim untuk memprioritaskan tindakan mana yang dibutuhkan terlebih dahulu. Ketika strategi awal telah dilaksanakan, tim kemudian membentuk rencana kerja mengenai tugas - tugas spesifik yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan proyek mereka dengan biaya yang disesuaikan (miradi.org, 2008).

Pada tahun 2008, Benetech, Conservation Measures Partnership (CMP) dan Foundation of Success (FOS) meluncurkan Miradi, perangkat lunak yang berfungsi untuk mendesain, memanajemen, memonitor, dan mempelajari suatu proyek untuk menguji keefektifan proyek tersebut terhadaptujuan konservasi. Miradi menjadi perangkat lunak unggulan untuk proyek manajemen adaptif dan perencanaan konservasi. Perangkat ini digunakan di lebih dari 170 negara dengan pengguna mulai dari badan konservasi besar hingga kelompok lokal dan regional, peneliti, nonprofit, forprofit, dan lembaga pemerintahan (benetech.org, 2014).
3.      Implementasi Miradi
Piranti lunak Miradi tak hanya membuat Penjajakan Peringkat Ancaman dapat dibuat dengan mudah, tetapi juga sangat visual sehingga beberapa peserta bersemangatuntuk menggunakannya pada proyek-proyek mereka sendiri. Perangkat lunak Miradi juga memudahkan untuk mengisolasi rantai-rantai faktor yang bersangkutan dan untuk mengeditnya kembali dengan penambahan wawasan yang diperoleh dari percakapan terarah (wawancara mendalam) yang kami laksanakan untuk mengkaji dan memberi masukan langkah-langkah awal proses perencanaan (Yudi, 2010).
Miradi 2.0 membantu tim konservasi desain model konseptual lokasi proyek mereka, memprioritaskan ancaman, dan memilih indikator pengawasan untuk menilai efektivitas strategi mereka. Praktisi dapat mengekspor data proyek Miradi laporan memberikan dan format yang bisa dibagi dengan pengguna lain Miradi. Miradi adalah kata Swahili yang berarti "proyek" atau "tujuan."
Perangkat lunak Miradidigunakan untuk menetapkan peringkat ancaman langsung yang telah mereka identifikasi. Peringkat ini berguna untuk:
1.      Mengidentifikasi “sasaran” dengan peringkat tertinggi (Hutan Pesisir, Merpati Andrea, Semak BerduriPesisir, atau Vegetasi Pantai & Pasir/Burung Laut)
2.      Mengidentifikasi ancaman dengan peringkat tertinggi yang berdampak pada sasaran” ini Perangkat lunak Miradisecara otomatis menangkap sasaran dari Model Konsep,memunculkan mereka sejajar dengan “X” axis dan dengan ancaman langsung yang sejajar dengan Y axis.
Miradi mrupakan manajemen proyek perangkat lunak yang dirancang oleh praktisi konservasi, untuk memudahkan atau di tujukan pada praktisi konservasi. Dibangun sebagai alat untuk melaksanakan perencanaan dan pengukuran praktik terbaik yang diadopsi oleh CMP, contoh dan beberapa tampilan membuat menggunakan Miradi seperti memiliki panduan manajer proyek ahli Anda melalui perencanaan, monitoring dan pelaporan pada pekerjaan . Miradi memudahkan bagi siapa saja untuk membuat proyek konservasi keanekaragaman hayati kelas dunia.
4.  Contoh Penggunaan Miradi
Telah diadakan Workshop Stakeholder yang mengambil tema “Melestarikan Sumberdaya Alam Bali Barat” pada tanggal 5 Pebruari 2009 di Balai Desa Sumberklampok. Workshop stakeholder tersebut menghasilkan Model konsep awal untuk kawasan TNBB (Taman Nasional Bali Barat) yang terdiri dari dua sasaran konservasi, yaitu hutan hujan dataran rendah dan populasi Jalak Bali. Model konsep hasil dari workshop Stakeholder dimasukkan ke perangkat lunak Miradi yang digunakan untuk mengembangkan dan memasukkan model ke dalam tatanama standar menggunakan klasifikasi ancaman yang dikembangkan oleh IUCN (Rare Headquarters, 2014).
Bangladesh Tiger Action Plan (BTAP) telah dikembangkan untuk menyediakan pedoman untuk Sundarbans dan upaya konservasi harimau selama delapan tahun ke depan dari tahun 2009 hingga 2017. Namun, tambahan penilaian dan peringkat ancaman diperlukan untuk membantu kegiatan konservasi fokus di bawah BTAP. Tujuan dari penelitian ini karena itu adalah untuk (1) mengatur ruang lingkup proyek dan konservasi target, (2) menilai kelayakan target konservasi, (3) mengidentifikasi dan ancaman peringkat untuk konservasi target, dan (4) menetapkan batas waktu untuk pengurangan ancaman. Untuk melakukan hal tersebut maka digunakan perangkat lunak Miradi dan pendekatan penilaian ancaman yang dikembangkan oleh The Nature Conservancy (Aziz et,al., 2010 ).

MIRADI merupakan sebuah software yang dirancang untuk membuat manajemen adaptif bagi perencanaan wilayah konservasi. Tim yang akan merencanakan wilayah konservasi bisa mengunduh software MIRADI melalui website nya www.miradi.org secara gratis dan menginstall nya di laptop. Setelah terinstall di laptop, maka kita sebagai perencana proyek konservasi akan di beri langkah-langkah melalui beberapa pertanyaan mulai dari proses mendesain, memanajemen, mengawasi dan mengetahui standar yang paling baik dan diuji oleh organisasi konservasi dunia (Miradi, 2014).
Sebagai contohnya yaitu proyek Perencanaan Konservasi dalam konteks Lintas-budaya: Proyek Negara Sehat Wunambal Gaambera di Kimberley, Australia Barat. Perencanaan proyek konservasi ini menggunakan software Open Standards for the Practice of Conservation, Miradi planning software dan ConPro database. Software Open Sandards dipersiapkan untuk menyatukan konsep umum, pendekatan dan terminologi dalam program desain, manajemen dan pengawasan konservasi. MIRADI sendiri digunakan untuk mendukung software Open Standards dalam mengatur hubungan informasi diantara banyak tujuan, strategi dan tindakan yang bisa digunakan daripada harus mencobanya satu persatu secara manual (Moorcroft et al, 2012).
Contoh lain penggunaan MIRADI yaitu pada Perencanaan Konservasi Biodiversitas di Sungai St. Marys di Kanada-Amerika Serikat. MIRADI selain berfungsi untuk mendesain, memanajemen, mengawasi dan mempelajari proyek agar bisa secara efektif mencapai tujuan dari konservasi, juga mampu membantu dalam mengutamakan ancaman, pengembangan objektif dan tindakan, dan dalam memilih strategi pengawasan yang dapat membantu meningkatkan strategi konservasi. Pada sungai St. Marys, MIRADI akan mengkategorikan KEA (Key Ecological Attribute) kedalam bentuk landscape, kondisi, dan ukuran. Konteks landscape mengacu pada ciri yang berhubungan dengan lokasi, geologi, hidrologi, dan fire regime. Ciri pada kondisi mungkin mengandung informasi tentang kualitas spesies atau komunitas. Ukuran dalam KEA mengacu pada kejadian spesies, ukuran populasi, atau tingkat habitat. MIRADI juga mampu memberi peringkat pada ancaman yang ada pada suatu habitat yang akan dijadikan wilayah konservasi dengan mengkombinasikan nilai algoritmanya (Harris et al, 2009).
Dua utama CAP alat yang digunakan dalam pengembangan laporan ini: 1) The CAP Workbook, program berbasis Excel di mana pengguna memasukkan informasi ekologi yaitu target konservasi dan atribut ekologi, kelangsungan hidup peringkat target, persentase target yang diperlukan untuk tujuan konservasi, ancaman dan tekanan untuk target tersebut, tingkat anancaman, pemantauan rencana dan strategi pembangunan didasarkan pada ancaman peringkat tertinggi. Produk akhir yang mengakibatkan table ringkasan yang berguna untuk mengevaluasi dan menetapkan prioritas. 2) Miradi perangkat lunak manajemen proyek, yang membantu manajer proyek Konservasi menggambarkan, melacak dan memonitor strategi mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, M.A., et.al,. 2010. Bangladesh Tiger Action Plan 2009 – 2017 Threat Assessment. http://marineworldheritage.unesco.org. Diakses pada 29 November 2014 Pukul 12.44 WIB.
Benetech. 2014. Miradi Environment. (http://www.benetech.org.our-program/environment/). Diakses pada 01 Desember 2014 pada pukul 09.22 WIB.
Harris, Robyn, Brad Kinder, Adrienne Marino, Vanessa Parker-Geisman and Tamatha Patterson. 2009. The St. Marys River Watershed: Planning for Biodiversity Conservation. Thesis. Master of Science in Natural Resources and Environment University of Michigan April 2009.
Ian. 2014. IAN Seminar Series. (http://ian.umces.edu/seminarsseries/ seminar/102/open_standards_for_thepractice_of_conservation_and_miradi_software_2014-10-07/). Diakses pada Diakses pada pada 01 Desember 2014 pada pukul 09.27 WIB.
Interview with Brett Jenks, President & CEO, Rare. Evaluation and Program Planning 33 (2010) 191–193.
Ismail Kamariah., Mir HossainSohel., UmeeNorAyuniza. 2012. Technology social venture: A new genré of social Entrepreneurship. Procedia - Social and Behavioral Sciences 40 429 – 434.
Kapos, Valerie. 2009. Outcomes, not Implementation, Predict Conservation Success. Flora and Fauna International, on yx 43(3): 336-342.
Miradi, 2014. MiRADi Adaptive Management Sofware for Conservation Projects: Introduction to the Software. http://www.miradi.org. Diakses pada 28 November 2014 pukul 19.44 WIB
Miradi. 2014. Welcome to Miradi. (http://miradi.org). Diakses pada pada 01 Desember 2014 pada pukul 09.25 WIB.
Moorcroft, Heather et al. 2012. Conservation planning in a crosscultural context: the Wunambal Gaambera Healthy Country Project inThe Kimberley,Western Australia. Ecological Managemen & Restoration Vol. 13 No. 1 January 201