YSEALI: Persahabatan Bervisi Mie Instant

Young SouthEast Asian Leader Initiative Juorney.

Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia

Pembagian Potensi Perikanan Indonesia berdasarkan Region.

Romansa Negeri Sakura: Hakone Moutn Shizuoka Perfecture

AFS Intercultural Learning Japan - Kizuna Bond Project.

Pemetaan Mangrove di Sidoarjo dengan Citra Satelit Landsat

Geographic Information System (GIS) and Remote Sensing.

Thursday, December 1, 2016

Bung Karno Bangkit dari Kubur


*Bung Karno Bangkit dari Kubur*
Dia haus ingin minum
Ku suguhkan air mineral
Dia hanya bingung tak mau minum
Karena tanah airnya tinggal tanah
Sedang airnya milik Perancis sudah
Kuseduhkan segelas teh celup
Dia hanya termenung tak mau minum
Karena kebun tehnya tinggal kebun
Lahan tebunya tinggal lahan
Gulanya milik malaysia, Tehnya Inggris yg punya
Lalu ku bukakan susu kaleng
Bung Karno hanya menggeleng
Kandang sapinya tinggal kandang 
Sedang sapinya milik Selandia, Diperah Swiss dan Belanda

*Bung Karno bangkit dari kubur*
Dia lapar ingin sarapan
Kuhidangkan nasi putih,
Dia tak mau makan hanya bersedih
Karena sawahnya tinggal sawah
Lumbung padinya tinggal lumbung
Padinya milik Vietnam Berasnya milik Thailand
Kusulutkan sebatang rokok
Dia menggeleng tak mau merokok
Tembakau memang miliknya, Cengkehnya dari kebunnya 
Tapi pabriknya milik Amerika
Bung Karno bingung bertanya-tanya:
Sabun, pasta gigi kenapa Inggris yang punya, Toko-toko milik Prancis dan Malaysia Alat komunikasi punya Qatar dan Singapura Mesin dan perabotan rumah tangga Kenapa dikuasai Jepang, Korea dan Cina
Bung Karno tersungkur ke tanah
Hatinya sakit teriris iris
Setelah tau emasnya dikeruk habis, Setelah tau minyaknya dirampok iblis
Bung Karno menangis darah Indonesia kembali terjajah Indonesia telah melupakan sejarah


Dari:
Mega Mustika Haswa

YSEALI: PERSAHABATAN BERVISI MIE INSTAN


Tiga bulan sudah penantian dan persiapan dilakukan untuk mengikuti YSEALI Academic Fellowship Program on Civic Engagement di University of Nebraska at Omaha. Banyak persiapan yang harus dipikirkan dan disiapkan secara matang diantaranya logistik berupa: baju untuk 5 minggu, baju formal, alat mandi, baju adat, obat pribadi dan alat penunjang lainnya. Ehhhhh…… ada satu yang kelupaan dan haram hukumnya untuk tertinggal yaitu mie instan khas Indonesia yang tiada bandingnya di dunia.

Percaya atau tidak, mie instan adalah penyelamat utama kita lohh. No mie, no life itulah kata yang tepat untuk mengibaratkan betapa pentingnya mie instan. Kali ini saya lebih senang memilih Mie Sed*p dan i*do mie goreng dan ayam bawang untuk menemani perjalanan saya selama 5 minggu di negeri Paman Sam.

FACT: Percaya atau tidak, saya membawa 40 bungkus mie instan (hampir sekardus) untuk survive di Amerika. Hahaha

I’ll tell you how important instant noodles are:
  1. Pertama kita datang pas malam hari di Omaha atau ketika malam tiba, dan duiiingin beeerrrr untuk keluar. Lagi pula kita juga takut nyasar karena gatau jalan (alibi saking malesnya keluar). Alternative terbaik adalah nge-mie.
  2. Harga makan di US mahaaal gilaaaa, duit Indonesia serasa gada harganya man. Harga sekali makan bisa minimal 10 dollar lah kali 13.000 = 130.000 sekali makan! Coba bayangin saya kerja panas-panasan sampe item di sawah buat tanam dan panen itu gaji sehari cuma 40.000 maksimal 50.000 dan gacukup buat sekali makan di US -_-. So, you can imagine lah…. Saya merasa sedikit sakit hati dalam kasus ini.
  3. Rasa, rasa makanan di sana uiiihhh butuh adaptasi banget. Lidah orang Indonesia gabakal cocok dengan makanan US secara langsung even itu adalah steak, burger, pizza, spaghetti dll yang tampak enak tapi rasanya gaseperti yang kita bayangkan.
  4. You’ll miss Indonesian food so badly. Dan yang paling simple dan mewakili masakan Indonesia adalah MIE INSTAN. Ada rasa kare, rasa soto, rasa ayam panggang, rasa rendang dll.
And now you know what I’m feeling man! Instant noodles are my savior.
Baiklah saya sudah ceritakan di tulisan sebelumnya, background awal kenapa saya Alhamdulillah bisa ikut YSEALI hal ini Karena Kopi Mangrove Segara. Saya masih dilanda syukur Alhamdulillah atas karunia Allah Tuhan YME atas kepercayaan dan kesempatan yang diberikan untuk program tersebut. Lagi-lagi, apa yang kita alami dan nikmati adalah hutang kepada masyarakat yang harus dibayarkan dengan pengabdian.

Sekali lagi saya ditempatkan di University of Nebraska at Omaha, kampus #Mavericks #UNO bersama 4 orang dari Indonesia (total 5 orang). Mereka adalah orang yang luar biasa dan biasa di luar, penuh dedikasi, pengabdian, dan pengalaman bekerja untuk masyarakat. Let me introduce ehm:
  1. Aidil Andani, Anak Perbatasan (Indonesia-Malaysia) Pontianak: Mahasiswa semester 5 PS Bisnis dan Manajemen Universitas Tanjungpura
  2. Indra Elizar, abang Medan #HORAS: mahasiswa semester tua +++ PS Agroekoteknologi Universias Sumatera Utara (USU)
  3. Muhammad Akbar, Pak Guru SD (not ini apa namanya) di rural area of Palembang, alumni PGSD Universitas Sriwijaya
  4. dr. Arifah Nur Shadrina, bu dokter sholihah mengabdi di rural area of Lumajang, alumni FK UGM Yogyakarta
  5. Ikbar Al Asyari, cah Pesisir Tulungagung aseli. PS Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang.
Dari regional Surabaya saya ditemani oleh embak kece dr. Arifa Shadrina (yang ngakunya orang Jawa tapi gaya Sunda). Sedangkan Aidil, Indra, dan mas Akbar dari regional barat di handle oleh US Embassy Jakarta. Kami berlima menjadi sebuah tim yang tiba-tiba akrab tanpa harus kenal dan ketemu dekat sebelumnya.

Sebuah fakta menarik dari tim Indonesia yaitu semuanya berstatus jomblo akut! Miris bukan???


Kawan, izinkan saya sedikit menguraikan betapa hebat luar baisa rekan setim saya dari Indonesia ini. Mereka telah melakukan pengabdian yang luar biasa bagi masyarakat, jelas mereka bukanlah pemuda-pemudi yang hanya diam dan menyalahkan keadaan. Mereka mau bergerak dan membangun masyarakat.

Pertama kawan saya Aidil Andani Ismail,
Seorang pecinta kopi, shopping holic, orang paling fashionable, dan pernah berkiprah menjadi barista di kafe-kafe Kalimantan.

Kawan saya yang paling banyak kena denda selama program YSEALI, dan paling muda diantara kami semua, masih semester 5 di bisnis dan manajemen Universitas Tanjungpura. Jangan salah! Meskipun masih semester lima Aidil ini merupakan inisiator dari project SBN (Sekolah Batas Negeri) atau state border school yang diimplementasikan di daerah Serawak perbatasan Indonesia-Malaysia. Ide utama dari project ini adalah volunteerism, dengan mengirim relawan untuk mengajar di daerah perbatasan yang cenderung belum tersentuh pembangunan. Yang paling mengagumkan adalah project ini dilakukan secara mandiri! Wow banget

Indra Elizar abang Medan #Horas
Seorang chef handal selama program yang ahli dalam membuat topping, nasi goreng, dan sambal tomat (walaupun rasanya kacau). Dan juga Indra adalah seorang cover boy, silahkan cek Koran Sindo yaaa ;)

Kawan saya yang ini benar-benar aktivis, aktivis tapi pergi ke Bar *Ehhh, hahaha (untuk penelitian/observe maksudnya yaa, bukan buat mabuk-mabukan)

Jadi, Indra adalah mahasiswa pertanian semester +++, alumni Rumah Kepemimpinan (RK) dan ketua umum UKM Penelitian Universitas Sumatera Utara (USU), melanglang buwana dalam jagad perkompetisian LKTI dan tentunya sudah banyak menang kompetisi di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, Indra juga merupkan aktivis dakwah kampus dengan Islamic Book Fairnya yang senantiasa dia dengungkan selama program YSEALI. Abang yang satu ini fans nya banyak banget, dan sangat popular di kalangan mahasiswi USU, Gapercaya? Cek Instagramnya! Kagum lah awak sama abang satu ini.

Mas Akbar Rafsanzani,
Orang yang gabisa lepas dari makan mie. Seorang omnivore kelas atas (kelas 1) yang mampu menggilas apapu itu, termasuk mie instan saya! Dia pelakukanya habis sudah, dan orang yang membuat kamar saya kebaran! Kurang ajar banget kan?

Satu-satunya orang yang ngerasa dirinya ganteng, dan selalu foto dengan pose/gaya yang sama. Seorang instagram addict dengan ratusan fotonya dalam waktu yang sangat singkat, dan selalu dengan pose yang sama.

Mas akbar, jomblo yang selalu ngerasa ganteng. Percuma ganteng kalo jomblo kan? Hmm. Tapi jangan salah, Pak guru (not ini apa namanya) ini bukan orang biasa, dia merupakan produser lagu anak-anak yang diperuntukan untuk anak SD di rural area berada di bawah naungan project “The Villagers”. Selain itu, dia juga banyak berkiprah di event-event keren tingkat nasional dan internasional. Mas Akbar juga merupakan alumni YLI (Young Leader for Indonesia), ICN (Indonesia Cultural Conference) sebagai best project, alumni JENSYS 2.0 on Economic Development 2015, dll.

Bu  dokter Arifah Nur Shadrina
Orang yang paling dewasa diantara kita, perempuan yang sangat bisa mengayomi dan membimbing kita di US. Selain itu beliau juga seperti dokter pribadi bagi seluruh #YSEALIUNO2016. Sosok ini diklaim sebagai salah satu dokter amanah yang dimiliki Indonesia which mean tidak hanya berorientasi mencari profit! Tetapi justru melakukan tugas dokter sebagai bentuk pengabdian. Everyone loves her! I’d say that.

Saya tidak akan bercerita tentang kapabilitas, pengalaman, dan prestasi mbak dokter ini. karena saya tidak punya banyak space dan lagi pula terlalu banyak lohh nanti. Hehe tetapi dokter ini adalah wujud dokter yang penyabar, sensitive (perasa:red), peduli dengan sesama, walaupun sering saya kerjain. Percaya atau tidak, saya pernah membuat dokter ini menangis lohh. MasyhaAllah….. sengaja memang saya kerjain dan setelah itu saya merasa bersalah dan tidak tega melihat air mata ketulusan dokter ini.

Dan dokter ini sangat rendah hati! Beliau sangat rendah hati dengan segala apa yang beliau telah capai dan miliki. Wow banget deh.

Dan yang paling penting, dr. Arifah ini adalah orang yang over positive thinking. Selalu berpikiran positif, meskipun lawan mainnya negatif. Arah dan nuansa bicaranya gampang sekali di tebak, gaya dan nada bicaranya yang over positive itu selalu menuju kea rah yang sama. 

Misalnnya:
Ketika seseorang curhat (mas Akbar biasanya yang setiap saat curhat -_-)

“Mbak ini lhoo anak itu kok begini lalala yeyeye” kata Mas Akbar

“udah yang sabar, engga kok pasti dia itu niatnya baik cuma kita aja yang kurang mengerti” sahut dr. Arifah

Nah, that’s what I called over positive. Selalu bernuansa demikian. Hmmmm….

Kalau saya melihat orang-orang ini, saya jadi terbawa situasi dan atmosfer yang sangat positif. Tidak ada pikiran lain yang terbesit kecuali giving positive impact for the society. Saya menjadi  sangat optimis, era emas dan era kebangkitan macan Asia yang tertidur akan segera tiba kalau pemuda-pemudi kita punya visi dan semangat yang sama untuk membangun masyarakat melalui bidang yang digeluti seperti rekan-rekan saya tersebut. Hal itu, maasih merupakan contoh kecil dari segelintir orang di YSEALI dan masih banyak di luar sana pemuda Indonesia dengan dedikasi yang tinggi tetapi tidak terekspos oleh media.

Konflik? Tentu saja perjalanan 5 minggu tidak berjalan semulus yang dibayangkan. Konflik tetap saja terjadi, baik konflik yang bernuansa natural maupun konflik bernuansa settingan. Akan tetapi, semua konflik berujung damai di meja makan dengan semangkuk indomie dan mie sedap.
Dapat ditarik sebuah kesimpulan dari cerita di atas:

“The best way to practice conflict resolution is by instant noodle as the mediator”

Maksudnya apa? konflik yaa konflik, tetapi tidak ada alasan untuk bermusuhan dan berpecah belah. Kedewansaan sesorang akan dapat dilihat dengan bagaimana dia dealing dengan konflik, dealing dengan masalah. Seperti yang saat ini terjadi di tanah air Indonesia. Konflik mulai bermunculan dengan dasar teologi. Entahlah, apakah konflik tersebut bisa berujung damai hanya dengan semangkuk mie instant?? #ngarep banget. Hihi

Perjalanan dan persahabatan kami semua hanya berujung dengan mie instan yang kami makan setiap hari dengan kondisi dokter Arifah yang selalu marah-marah. Bukan marah sih tapi lebih menasehati supaya tidak makan mie instan dan menjelaskan bahaya makan mie instan. Yang akhirnya dr. Arifah pun juga makan mie instan sesering kita! Aneh………(?)
Aahhhhh dasar para jomblo!!!

To be continued………………

Thursday, November 10, 2016

YSEALI Academic Fellowship Program on Civic Engagement Fall 2016: Semua Karena Kopi!

Sebuah kehormatan bagi saya untuk menjadi salah satu bagian dari jaringan terbesar dan paling inspiratif dari pemuda yang dinobatkan sebagai best and brightest among youth in ASEAN countries (as Dr. Patrick McNamara said). YSEALI (Young South East Asian Leader Initiative) merupakan program yang diinisiasi oleh President Barrack Obama untuk memfasilitasi pemuda calon generasi pemimpin negara ASEAN untuk belajar di universitas di  Amerika sesuai dengan tema/minat yang dipilih yaitu civic engagement, environmental studies, dan socio-economics development. Informasi lebih lengkap mengenai YSEALI mencakup: pengenalan program, bagaimana alur pendaftarannya dapat diakses melalui website resminya YSEALI.
Saya menjadi bagian YSEALI? Apa tidak salah???
Itulah pertanyaan yang saya pikirkan secara mendalam ketika saya dinyatakan lolos mengikuti program YSEALI civic engagement fall program 2016 di University of Nebraska at Omaha. Terpilih menjadi salah satu wakil pemuda Indonesia di program yang paling digandrungi dan diminati oleh mayoritas pemuda Indonesia bahkan ASEAN adalah sebuah hal yang ajaib. Dapat dibayangkan pendaftar YSEALI dari Indonesia setiap batch mencapai ribuan orang (ada informasi 2000 pelamar, tetapi masih simpang siur). Dari ribuan orang tersebut hanya 20-an orang yang dinyatakan lolos untuk berangkat. Dari wilayah regional timur yang dihandle US Embassy of Surabaya ada 10 orang yang lolos yaitu:
1.    Risma Ayu (Mataram) – Civic Engagement Northern Illinois University (NIU),
2.    Via Irmar (Surabaya) – Civic Engagement University of Massachusetts (UMass),
3.    dr. Arifah Nur Shadrina (Jogjakarta) – Civic Engagement University of Nebraska at Omaha (UNO),
4.    Albert Christian Soewongsono (Kupang) – Civic Engagement Nothern Illinois University (NIU),
5.    Fariz Kukuh Harwinda (Kediri) – Environmental Studies East West Centre (EWC) Hawaii,
6.    Afrizal Maarif Imron (Surabaya) - Environmental Studies University of Montana (UMon)
7.    Caroline Natalia Tasirin (Manado) -  Environmental Studies East West Centre (EWC) Hawaii,
8.    Ade Rizal Amasijo (Surabaya) – Socio & Economics Development University of Connecticut (UConn),
9.    Satria Tegar Sadewo (Surakarta) - Socio & Economics Development University of Connecticut (UConn), dan
10. Ikbar Sallim Al Asyari (Cah Tulungagung aseli) - Civic Engagement University of Nebraska at Omaha (UNO).
Itulah segelintir nama yang dinyatakan lolos beserta asal daerah dan institusi dimana program akan dilakukan. Pada dasarnya, orang yang dinyatakan lolos untuk mengikuti YSEALI adalah orang yang menurut saya keren sekali dan sudah memberikan dampak bagi masyarakat melalui social project yang telah dilakukan. Tidak akan ada habisnya kalau saya menguraikan apa saja yang telah dilakukan teman-teman bagi masyarakat. They’re totally amazing!

YSEALI Fall Program 2016 Regional Surabaya
Saya sendiri terpilihkan di kampus #Mavericks University of Nebraska at Omaha (UNO) bersama mbak saya yang super sholehah, sabar, dewasa, dan mengayomi adik-adiknya yaitu dr. Arifah Shadrina. Saya ambil sampel satu yaa bro :) See how impressive they are.
Iyaa, dr. Arifah Nur Shadrina, beliau adalah dokter (MD) alumni UGM yang mengabdikan diri di remote area, yaitu di daerah Lumajang Jawa Timur. Sedikit saya ceritakan background beliau (Karena saya lebih sering ngobrol dengan beliau dibanding 9 orang lainnya, hehe *maaf yaaa). Beliau adalah dokter dengan pemikiran yang revolusioner dengan segudang prestasi yang jarang orang tahu. Beliau aktif menjadi peneliti, aktivis, merajahi banyak kompetisi LKTI, business plan, olimpiade, international conference, students exchange, hingga beliau dinobatkan sebagai MAWAPRES Utama UGM tahun 2012! Keren banget kan, dan yang paling penting beliau initiator gerakan Indonesia Cerdas. Sebuah gerakan yang berfokus pada penyadaran dibidang kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Subhanallah banget dehh…..
I’ll tell you something so secret vroohhh….
It’s only between you and me. Deal?
Bu dr. Arifah ini masih jomblo alias single brooo. Hahaha *Upppsss peace yaa*
As I said, I told you already brohh. They’re completely amazing!
Rasanya hanya saya aja yang paling kecil diantara mereka. Anak pesisir Tulungagung yang sangat beruntung bisa menjadi bagian keluarga ini. Baiklah, saya akan coba sedikit uraikan muhasabah yang saya lakukan dengan modal pertanyaan, kok bisa saya lolos??? Dan menjadi orang yang diberikan amanah untuk program YSEALI.
Jadi, untuk mendaftar YSEALI ada beberapa admission yang harus dilengkapi seperti: 1.) formulir pendaftaran, 2.) surat rekomendasi, 3.) motivation letter. Saya akan coba berbagi keberuntungan dengan menguraikan apa saja yang saya coba tulis dan deskripsikan pada proposal pendaftaran tersebut.
Pertama, formulir pendaftaran: formulir pendaftaran dapat diunduh pada website yseali dari US Embassy. Beginilah tampilan formulir tersebut.
Ada cerita menarik pada fase ini. Saya merupakan salah satu peserta nyasar di YSEALI Civic Engagement. Kenapa demikian? Dalam proses pendaftaran, ada kolom pada formulir untuk menentukan pilihan tema apa yang kita inginkan ada 3 tema besar. Nah, saat saya mendaftar saya memutuskan untuk mengambil Environmental Studies. Hal ini disesuaikan dengan passion dan project yang selama ini kita tekuni, background saya, S-1 saya Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya focus pada pengembangan dan management pesisir. Di formulir kita akan menemukan kolom seperti ini:
Formulir yang saya dapati justru tidak ada pilihan environment, harusnya ada 3 pilihan tetapi hanya ada 2 pilihan yaitu civic engagement dan socio-economics development. Dengan seadanya saya memilih civic engagement dengan mindset program environmental studies. Haha. Dan memang benar, setelah saya mengikuti program di UNO apa yang saya pelajari berbeda jauh dengan apa yang saya bayangkan. Jadi, dapat dikatakan keberadaan saya di YSEALI adalah bisa dibilang “faktor ketidaksengajaan”.
Kedua, surat rekomendasi
Surat rekomendasi Saya dapatkan H-1 sebelum pendaftaran ditutup *Waaduh mepeet banget Gan! Saya mendapatkan surat rekomendasi dari Yayasan Cendekia Nusantara ditandatangani direkturnya Pak Abdul Mukhosis. Nah, surat rekomendasi ini menceritakan tentang diri kita. Kebetulan saya memang terlibat project bersama yayasan tersebut. Kita mengerjakan pemberdayaan masyarakat di Pesisir Selatan Tulungagung tepatnya di Pantai Sine dengan membuat produk “Kopi Mangrove Segara”.
Kopi Mangrove Segara

Program pemberdayaan ini merupakan hasil kerjasama antara Redirect Indonesia, Leshutama, dan PAC Kalidawir. Program ini meliputi 3 aspek besar yaitu:
1.    Ekonomi
Program ini didesain dengan konsep sosial bisnis, dengan memberdayakan masyarakat untuk mengangkat taraf ekonomi masyarakat. Orientasi keuntungan dengan sister bagi hasil
2.    Sosial
Konsep sosial yang diterapkan adalah berupa civic engagement. Kami mengajak masyarakat untuk ikut aktif dalam penyadaran akan pentingnya menjaga lingkungan. Kami mencoba menghidupkan local wisdom yang ada karena akan sangat berpengaruh dalam aspek sosial ini.
3.    Lingkungan
Konsep lingkungan diselaraskan dengan tujuan ekonomi. Semakin banyak mangrove yang diambil dan diolah semakin banyak mangrove yang ditanam. Restorasi dan konservasi hutan mangrove menjadi tujuan lingkungan untuk mendukung sisi ecologi dan sisi produksi.
Bermodal dari kerjasama itulah surat rekomendasi itu dibuat. Lagi-lagi apa yang sudah saya lakukan bersama tim bukanlah sesuatu yang waahh dan cetar-membahana. Dibandingkan dengan peserta YSEALI atau bahkan pemuda Indonesia yang lain, kami masih sangat jauh tertinggal dan tidak ada apa-apanya.
Ketiga, motivation letter
Surat motivasi ini adalah tulisan yang berisi motif kita mengikuti program. Saya hanya menceritakan alasan saya mengikuti program, dampak yang akan saya terima setelah program, dan dampak yang akan di terima masyarakat setelah mengikuti program. Secara umum tidak ada yang menonjol dan spesial (menurut saya) pada bagian ini. Hanya saja, saya mencoba menjawab sejujur-jujurnya dan memberikan alasan secara logis dan rasional.
Begitulah kira-kira kenapa saya bisa lolos YSEALI, jujur saja saya baru pertama kali mendaftar program YSEALI dan alhamdulillah puji syukur langsung lolos. Secara praktis, saya mengikuti program YSEALI mungkin karena Kopi Mangrove Segara dan mewakili Redirect Indonesia, Leshutama, dan PAC Kalidawir.
Ada guyonan yang beredar dari teman-teman tentang program ke Amerika ini:
A: “Bro ente ke US? Kok bisa?
S: “Yoi mas bro, alhamdulillah barokahnya ngopi ini mas bro”
A: “Wah kalau begitu ak tak rajin-rajin ngopi ya bro, biar ketularan, haaha”  

Lembaga Pengelola KPM Segara: Redirect Indonesia, Leshutama, PAC Kalidawir

Isu yang beredar di masyarakat sekitar rumah saya, saya ke Amerika itu karena “Barokahe ngopi” atau berkah dari ngopi. Karena memang Tulungagung terkenal akan warung cethe (semacam ngopi yang ada ampasnya megendap di bawah), dengan kearifan lokal itu warga gemar sekali ngopi dan nongkrong di warung kopi sambil diskusi. Saya termasuk orang yang rajin ngopi, diskusi, dan sharing bersama teman-teman. Dapat diambil quote dari perjalanan ke Amerika saya:

“Kalau anda ingin sukses, rajin-rajin lah anda ke warung kopi. Keberkahan ngopi siapa yang tahu kan?”

Maksudnya adalah ketika berada di warung kopi yang kita lakukan adalah diskusi bedah buku, sharing ide kreatif, sharing bisnis, project dll. Nah, hanya bermodalkan Rp3.000 rupiah kita bisa mendapatkan inspirasi untuk kedepannya. Jadi, sambil ngopi sambil melakukan kegiatan yang produktif mencari inspirasi. Yang dilakukan tim KPM Segara dengan Kopi Mangrove Segara lebih jauh lagi. Kami tidak hanya sekedar hobi ngopi dan diskusi, tapi kami membuat kopi. Kopi alternatif kreatif kaya manfaat dari peisisir terbuat dari buah mangrove dengan konsep pemberdayaan masyarakat pesisir dan Kopi Mangrove Segara sudah mendunia.
Kopi Mangrove Segara Mendunia: US Capitol Building

  Pada implementasinya saya tidak sendiri dalam project ini. Ada 4 orang lain  sangat hebat dan super struggle yang menggawangi KPM Segara yaitu:
1.    Pak Adib Hasani (Kepala Unit Produksi)
2.    Pak Ahmad Shoim (Koordinator Program Lapang)
3.    Mbak Atik Hasanah (Kepala Administrasi dan Funding)
4.    Pak Abdul Mukhosis (Kepala Bidang Public Relation dan Partnership)
Jujur karena orang hebat itu Kopi Mangrove Segara bisa mendunia dan berangkat ke Amerika melalui program YSEALI Academic Fellowships Program.
Berawal dari ngopi, membuat kopi, dan melakukan program kopi di Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung.
Iyaa semua karena kopi, dari yang awalnya nongkrong menjadi diskusi, dilanjutkan menjadi bedah buku, sharing pengalaman, melakukan project kegiatan bersama hingga menjadi sebuah bisnis yang establish yang orang kekinian menyebutnya social-enterprise. Maka, dengan kebersamaan ngopi yang sudah ada project dan agenda kedepan akan tetap dilaksanakan…….



Bersambung……

Saturday, August 6, 2016

"Baper" dalam Beragama

"Baper" dalam Beragama
oleh:
(Ketua PAC IPNU Kecamantan Kalidawir Kab. Tulungagung)


Baper dalam Beragama (?)

Fenomena perkembangan kecanggihan teknologi informatika dewasa ini memang telah membawa pengaruh besar dalam penyebaran informasi. Apapun informasinya bisa dengan mudah disebarkan dan diakses. Ada informasi yang sifatnya hoax ada pula informasi yang objektif. Informasi-informasi hoax yang muncul di media biasanya bernada fitnah, provokatif, dan beritanya terkesan mengada-ada atau cacat rasionalitas. Ada pula berita yang diracik secara apik dengan berbagai dalil yang seolah relevan, akantetapi sejatinya tidak demikian. Seringkali di balik itu semua ada kepentingan untuk memunculkan stigma yang berujung pada misi menguntungkan pihak tertentu.
Ada lagi model informasi yang lugu, dalam arti hanya berbasis luapan curahan hati atas peristiwa tertentu, atau dalam bahasa alay-nya informasi dari orang-orang "Baper". Gaya baper ini sering dijumpai dalam kasus-kasus kemasyarakatan yang berkaitan dengan agama. Seolah-olah sudah menjadi hukum alam bahwa kasus sosial-relijius memiliki derajat kebaperan (sensitivitas) tinggi. Seperti kasus-kasus kerusuhan dibeberapa tempat selama ini juga tidak lepas dari tingginya derajat kebaperan itu. Contoh kasus lain yang lebih nyata adalah seperti yang terjadi di bulan Ramadhan kemarin.Peristiwa pelarangan Ibu Sinta Nuriyah (istri Gus Dur) menghadiri undangan buka bersama di salah satu gereja di daerah semarang. Meskipun peristiwa itu dapat diselesaikan dengan cara memindah lokasi buka bersama, tetapi kesan sikap baper dalam beragama sangat kentara. Jelas, tidak ada hukum yang melarang seorang muslim berbuka puasa di mana pun. Terlebih di dalam negeri Pancasila yang berprinsip Bhineka Tunggal Ika, itu merupakan fenomena kerukunan antar umat beragama yang meneduhkan. Hanya orang-orang "baper" dalam beragama yang menolak. Alasan mencampur aduk agama, menghianati keyakinan, ataupun menimbulkan kekafiran, jelas tidak tepat. Antara Islam dan Kristen sudah jelas perbedaannya. Bukan berarti seorang Islam masuk gereja menjadi kristen, begitu juga sebaliknya. Urusan iman adalah urusan hati. Sama halnya orang ziarah kubur, bukan berarti mereka menyembah kuburan.Tuduhan ziarah kubur syirik hanya berdasar pada ketakutan orang-orang yang sok paling beriman. Alih-alih berhati-hati malah terjerumus dalam kebaperan. Padahal syirik atau tidak tergantung pada niyatan.
Informasi yang dibuat dari sikap baper dalam beragama ini perlu selalu diwaspadai. Bagaimanapun hal tersebut bisa memunculkan fitnah, karena pemunculannya tidak berdasarkan pertimbangan pikiran yang jernih (tawazun) dan sesuai. Untuk itu, penting bagi para pelajar belajar dua hal. Pertama, belajar cara menganalisis informasi sampai menemukan apa sebenarnya maksud dari informan. Kedua, saat membuat informasi harus berdasarkan ilmu (pikiran yang jernih) bukan emosi semata. Apabila kemampuan ini dimiliki para pelajar, maka mereka akan panjang akal, tidak mudah baper dan tidak mudah terombang-ambing dengan isu yang tidak jelas.
Model baperan dalam beragama ini wujudnya bermacam-macam. Umumnya, ada yang bernada melo ada pula yang langsung frontal, keras dan "ngamukan". Model yang pertama dapat dimaklumi, sedangkan model kedua hanya memunculkan teror dan kekerasan. Seperti halnya kemarin, ketika salah satu fakultas dari perguruan tinggi di Tulungagung berencana mendatangkan tokoh Syi'ah kemudian juga dari kelompok Islam Liberal, tanpa ada proses tabayyun, langsung muncul respons berupa teror-teror yang tidak jelas. Hingga akhirnya stigma tentang fakultas itu antek Syi'ah dan JIL bermunculan. Padahal tidak demikian. Stigma itu jelas tidak dapat dipertanggungjawabkan sebab hanya muncul dari sikap baperan beberapa pihak saja. Tidak berdasar pada fakta-fakta objektif. Bahwa suatu fakultas mendatangkan pihak manapun itu wajar, karena memang fungsinya sebagai penyubur kajian ilmiah yang memandang segala sesuatu dengan ilmu, bukan dengan emosi.
Pada konteks ini, sangat tepat mengutib apa yang didawuhkan oleh para guru ngaji di desa-desa, 
"Dadi uwong ojo gampang kagetan, ojo gampang gumunan, ojo gampang nesuan, lan ojo gampang demenan". 
Kalau boleh diungkapkan dengan bahasa yang lebih kekinian dan sederhana itu sama dengan, "Dadi uwong ojo gampang 'baperan". Artinya, setiap orang seharusnya menjaga keseimbangan emosi diri, bersikap tenang, sehingga ketika berprilaku yang muncul adalah prilakunya sebagai manusia, tidak buas seperti hewan atau terlalu lembek seperti tumbuhan. Ketika manusia benar-benar menjadi manusia, maka prilakunya akan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan setiap langkahnya hanya demi kemaslahatan. Jikapun ia menebar informasi, tidak akan menimbulkan fitnah-fitnah sampah yang meracuni pikiran manusia lain.
Wallahu a'lam...

Buah Cinta dari Arena Keadilan dalam Konsep Ukhuwah NU

Buah Cinta dari Arena Keadilan dalam Konsep Ukhuwah NU
oleh:
(Ketua PAC IPNU Kecamantan Kalidawir Kab. Tulungagung)


Ukhuwah dalam Bernegara

Masih saja terngiang di telinga alunan lagu religi dari grup legendaris Nasidaria yang "diputer" nyaring di acara halal bi halal Keluarga Besar MWC NU Kalidawir kemarin. Nadanya hafal, cuman lirik yang tepat bagaimana lupa. Pada intinya, lagu itu bercerita tentang seorang anak yang melanggar aturan, kemudian oleh ayahnya tetap diberi hukuman meskipun sang ibu terus saja membela.
Lagu yang kedengaran sederhana. Namun justru dari kesederhanaan itu terdapat hal luarbiasa. Nadanya khas dan tepat. Liriknya padat dan syarat akan makna.
Keadilan memang terkadang memaksa. Tentu bukan perkara mudah bagi seorang ayah menghukum anak sendiri setelah tahu anak itu bersalah. Setidaknya mesti terjadi dilema dalam batin antara rasa kasih sayang dengan tuntutan seorang pendidik yang harus mengajarkan dan menegakkan keadilan. Terlebih --bagi seorang Muslim-- dikuatkan oleh salah satu riwayat hadis yang menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. pernah menegaskan bahwa:

"jika pun yang melanggar aturan adalah Siti Fatimah, anak tersayang, saya tetap akan menjatuhkan hukuman yang semestinya".

Berpijak pda cerita dan hadis di atas mari dibawa untuk meneropong perkara yang lebih besar. Misalkan terjadi perseteruan antar kelompok tertentu. Taruhlah, kelompok tersebut antara Muslim dan non-Muslim. Apabila terjadi kasus seperti ini, kecenderungan hati yang sekelompok (seagama) Islam pasti akan membela Muslim, meskipun belum tahu para Muslimin berada di kubu yang salah atau yang benar. Padahal bisa jadi yang menyalahi terlebih dahulu justru adalah kelompok Muslim. Namun, karena dalam mind set orang Islam sudah tertanam bahwa Islam agama yang paling benar dan antara muslim satu dengan yang lain bersaudara menjadikannya "baper" dan "kesusu" membela kelompok Muslim. Padahal jelas beda antara Islam dengan sekelompok orang beragama Islam (muslim). Islam memang tidak mengajarkan kejahatan, kesalahan, ataupun kesesatan. Akan tetapi, sekelompok orang Islam tentu sangat bisa melakukan kesalahan. Dari sinilah perlu kejelian dalam memandang prilaku perseorangan atau kelompok. Jangan sampai hanya karena ikatan batin atau ikatan institusi maupun organisasi menjadikan "baper" dan tidak adil dalam pembelaan.
Berangkat dari kasus semacam itu, penting bagi kita memahami kebijakan ulama NU tentang maksud dari adanya empat ukhuwah: ukhuwah nahdliyah, ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariyah. Untuk ukhuwah nahdliyah dan islamiyah, sepertinya sudah mafhum. Asal ketika terjadi percekcokan antara umat nahdliyin atau antar Islam sebagai kewajiban adalah mendamaikannya. Atau saat kita berseteru dengan kelompok Islam lain, jangan sampai melupakan bahwa mereka juga saudara kita. Sebagai contoh relevan salahsatunya adalah dawuh dari KH. Maimun Zubair kepada umat Islam khususnya kaum Nahdliyin untuk tidak membenci HTI meski keduanya berideologi berbeda. HTI memang tidak sama dengan NU. Akantetapi, bagaimanapun mereka adalah saudara seiman. Tugas kita untuk menjelaskan kepada mereka utamanya tentang pentingnya ideologi Pancasila dan NKRI demi kemaslahatan daripada ideologi Khilafah.
Kemudian, terkait ukhuwah wathaniyah kurang lebih sama. Siapa saja meski berbeda agama, suku, ras, budaya dan sebagainya asalkan dia adalah orang Indonesia berarti kita bersaudara. Di masa lalu dalam kisah perjuangan merebut kemerdekaan bangsa ini mudah ditemukan bagaimana bentuk ukhuwah wathaniyah. Terkadang sejarah perjuangan kemerdekaan bisa membuat orang terbelalak, karena kelompok yang sekarang sering disesatkan sehingga tersisih, dulu berada dalam satu perjuangan dalam bingkai ukhuwah wathaniyah. Sejarah kecil tentang hubungan akrab antara KH. A. Wahid Hasyim dengan Ahmad Djoyo Soegito dan juga Tan Malaka bisa dijadikan cerminan. Tiga tokoh ini adalah para founding fathers NKRI. Mereka tidak pernah bermusuhan meski berangkat dari latarbelakang ideologi dan keagamaan yang berbeda. KH. A. Wahid Hasyim dari NU, Ahmad Djoyo Soegito dari Ahmadiyah, sedangkan Tan Malaka daru kubu kiri (kominis), sering berdiskusi dalam mendirikan bangsa ini tanpa menuduh sesat atau kafir satu sama lain. Maka dari itu dari sudut pandang ukhuwah wathaniyah, ironis bila kelompok Ahmadiyah secara politis disisihkan eksistensinya dari bangsa ini, dengan label kafir sesat dan sebagainya.
Contoh yang lebih elegan tentang ukhuwah wathaniyah adalah sebagaimana yang telah di praktikkan oleh Gus Dur. Saat beliau menjabat sebagai Presiden, berusaha dilengserkan oleh beberapa pihak. Bahkan termasuk tokoh utamanya adalah orang yang mengusungnya menjadi presiden, yakni Amin Rais. Sebagai ketua MPR, Pak Amin waktu itu menjalin settingan dengan Ibu Megawati selaku Wakil Presiden untuk melengserkan tahta Gus Dur dengan berbagai cara, (Dalam bahasa Rizal Mumaziq ini sama dengan "kudeta halus"). Hingga akhirnya Gus Dur berhasil dilengserkan. Pada waktu itu suhu sosial-politik bangsa ini sempat memanas. Para pendukung Gus Dur, termasuk yang terbesar masyarakat Nahdliyin, sudah bersiap untuk melawan "kudeta halus" tersebut. Namun, apa yang terjadi. Gus Dur dengan santai menerima pemakzulan itu. Beliau keluar dari istana dengan menanggalkan seluruh atribut kepresidenannya, mengenakan kaos oblong dan celana pendek. Begitu tenang Gus Dur menyuruh semua kalangan yang menuntut untuk pulang, dan tidak perlu ada bentrok satu sama lain. Ketika ditanya tentang mengapa Gus Dur melakukan itu semua, Beliau menjawab bahwa beliau tidak mau terjadi pertumpahan darah antar saudara sebangsa. Beliau pun juga menegaskan tentang prinsipnya bahwa, "tidak ada jabatan di dunia ini yang patut untuk dipertahankan".
Itulah Gus Dur. Beliau bukan sosok yang haus kekuasaan. Dapat dibayangkan, apabila Gus Dur tidak mau lengser, pasti kisruh politik dan sosial di negeri ini terjadi. Kemauan Gus Dur untuk lengser tersebut, tentu disebabkan keluasan pemikiran beliau sehingga mewujud juga pada kelapangandadaanya. Beliau tidak hanya memiliki jiwa ukhuwah Nahdliyah atau Islamiyah saja. Andai hanya dua ukhuwah itu yang berada di jiwa Gus Dur, tentu beliau akan mempertahankan kekuasaan, sebab umat nahdliyin sebagai kekuatan "Muslim mayority" baik yang struktural maupun kultural banyak yang setia dan fanatik mendukung. Coba dibayangkan lagi, apabila Gus Dur berideologi kaku, misalnya berideologi khilafah dan meyakini hanya sistem khilafah yang benar selain itu salah, maka tentu Gus Dur pada saat pemakzulan akan teriak "takbir", tidak terima dan menyuruh para pengikutnya melawan dengan dalih kebenaran 'mutlak' politik khilafah. Namun tidak begitu. Bapak bangsa ini tidak mungkin tega membenturkan rakyat satu sama lain. Bapak bangsa ini tidak hanya mengenal persaudaraan sesama NU saja atau sesama Islam saja. Melampaui keduanya, beliau mengajarkan kepada bangsa Indonesia khususnya umat Islam tentang persaudaraan kebangsaan atau ukhuwah wathaniyah. Perdamaian dan kerukunan dibawah naungan bangsa lebih utama daripada sekadar mempertahankan kekuasaan. Inilah termasuk bentuk politik kebangsaan yang juga menjadi watak politik NU semenjak lama.
Satu lagi ukhuwah yang lebih universal adalah ukhuwah basyariyah. Bentuk persaudaraan yang terjalin dari persamaan bahwa antara aku, kamu, dan dia sama-sama manusia. Atau dalam bahasa agama digunakan istilah: sama-sama makhluk Allah. Ukhuwah ini sifatnya "telanjang", dalam arti lepas dari berbagai atribut identitas seperti kelompok, bangsa, agama, usia, profesi, dan sebagainya. Atau dalam bahasa kerennya, Islam yang memiliki kesadadaran ukhuwah basyariyah adalah "Islam Kosmopolitan", yang menyatakan dirinya sebagai warga negara dunia, menjunjung tinggi kemanusiaan, dan menolak adanya diskriminasi antar manusia. Inilah yang juga menjadi karakter NU.
Ukhuwah yang "telanjang" ini secara sederhana dapat dicontohkan dengan kasus tabrak lari di jalan. Melihat kejadian tabrak lari, bagi orang yang memiliki kesadaran ukhuwah basyariyah, sekonyong-konyong langsung menolong saja tidak perlu menghiraukan identitas apa pun yang dimiliki si korban. Tidak juga repot bertanya tentang agamanya apa, negaranya mana, sekolah di mana, korban musuh atau teman, dan sebagainya. Ia melakukan itu atas dasar kesadaran kemanusiaan, bukan yang lain.
Dengan empat model ukhuwah itulah NU menjadi mampu mengayomi masyarakat. Empat ukhuwah tersebut bukanlah berbentuk tingkatan, misalnya maqam ukhuwah basyariyah lebih tinggi daripada ukhuwah islamiyah. Tidak begitu. Ukhuwah-ukhuwah tersebut memiliki konteks masing-masing. Ukhuwah nahdliyah berlaku dalam.konteks Organisaai NU, Ukhuwah Islamiyah dalam konteks seagama Islam. Ukhuwah wathaniyah konteksnya adalah pada saat bernegara, sedangkan ukhuwah basyariyah konteksnya adalah berkaitan dengan kemanusiaan.
Dari adanya warna warni model ukhuwah ini, NU memiliki arena yang luas dalam jaminan untuk menegakkan keadilan. Jika benar-benar berpegang teguh pada empat ukhuwah ini, niscaya NU tidak akan terjebak dengan fanatisme buta. Setidaknya ini sudah terbukti dari berbagai contoh di atas.
Apabila dikaitkan dengan kasus besar antara kelompok muslim dan non-muslim seperti dikatakan di awal, maka kacamata yang lebih tepat digunakan adalah ukhuwah basyariyah. Akan tidak adil jika menggunakan ukhuwah Islamiyah, karena otomatis dengan ukhuwah ini jatuhnya fanatisme buta terhadap kelompok Islam dan selalu menyalahkan non-Islam.Bagaimanapun pembelaan harus kepada yang tidak bersalah, untuk itu sudut pandang basyariyah lah yang tepat bukan Islamiyah. Jika memang kelompok Islam salah harus diputus salah jika benar harus dibela. Jika pun kelompok Islam yang salah, tidak bisa begitu saja mengolok-olok dan membenci, dalam hal ini tetap berlaku ukhuwah Islamiyah. Pun ketika non-Islam yang bersalah, tidak bisa smena-mena memusuhinya, tetap saja mereka tersambung dengan ukhuwah basyariyah.
Pada intinya, prioritas dari berbagai bentuk ukhuwah ini tidak lain adalah perdamaian, disamping juga sebagai pembuka cakrawala keadilan yang lebih luas. Adapun yang menjadi dasar spirit adalah ketulusan cinta kepada sesama. Dari sini tiba-tiba muncul keyakinan dari penulis bahwa konsep-konsep ukhuwah itu tidak mungkin muncul kecuali dari sifat rahmat di benak orang yang menapaki realitas "nafsul muthmainnah". Mustahil kiranya jika konsep itu buah dari "nafsul amarah", yakni misalnya muncul dari pikiran orang-orang fanatik buta yang "gampang" marah dan menyalahkan pihak-pihak yang menurut pikiran sempitnya salah.
Sebagai pelajar NU sangat baik belajar prinsip ini. Setidaknya supaya tidak "kaget" ketika melihat Banser turut menjadi petugas keamanan Gereja. Biar tidak "nggumun" ketika ada Kiyai ceramah di tempat ibadah non muslim. Biar tidak protes ketika ada Kiyai, Ibu Nyai ataupun santri diundang buka bersama di tempat ibadah non muslim. Juga biar tidak "buruk sangka", ketika satu setengah tahun lalu ada warung bernama Top Santri, Kalidawir di datangi tamu dari saudara Hindu dan Kaum Penghayat untuk berdiskusi. Dengan mengetahui model-model ukhuwah, setidaknya bisa menempatkan apa yang kita lihat, dengar dan rasakan pada konteksnya. Ingat, tidak perlu baper.
Terahir, sebagai penutup tulisan ini, mari mencari berkah dari tokoh utama pencetus dan tauladan baik dari ukhuwah-ukhuwah tersebut, yakni KH. Ahmad Siddiq, dan KH. Abdurrahman Wahid, lahumal fatihah...
Wallahu a'lam..

Friday, August 5, 2016

"Wrong Number" dalam Politik Praktis

"Wrong Number" dalam Politik Praktis

oleh:
(Ketua PAC IPNU Kecamantan Kalidawir Kab. Tulungagung)

Money Politik dalam Demokrasi Indonesia

Anggap saja saat ini kita sedang duduk bersama, sambil ngopi, kalau perlu sembari membuka "slepi", nglinting rokok. Bagi yang putri membuka, "klonthang" untuk nginang. Kita mencoba menjadi manusia Jawa di masa lalu; senang "jagongan", "gojegan", dan sesekali membahas perkara-perkara rumit supaya terurai kejelasannya, sehingga menemukan solusi bijak atasnya.
Topik politik sepertinya menarik untuk mengisi waktu luang ini. Ya, Meski kita bukan trah ksatria, biar saja. Negeri ini sudah demokrasi. Sudra pun bebas bicara. "Petruk" pun bisa jadi Ratu. Mari berfikir!, mumpung dilindungi hak asasi manusia.
Di tahun 90 an, di sekitar kita, peristiwa politik sering kali berbuntut pada perpecahan di masyarakat. Memang pada dasarnya dalam kultur Jawa, rasa "peseduluran" tinggi. Akan tetapi, entahlah faktanya sebab politik tiba-tiba hilang mood saling sapa, sebab berbeda pilihan politik saudara jadi musuh, bahkan sampai memecah kerukunan fanatis dalam beragama. Sering kan, mendengar istilah, "Saben Lurahe anyar, muncul langgar anyar." Nah, ini kan kalimat keren. Kesannya hiperbolis, tetapi memang pernah terjadi. Betapa ampuhnya pilihan politik, hingga mampu mementahkan pandangan batin "peseduluran". Sampai-sampai, dalam taraf tertentu melebihi peristiwa rebutan warisan.
Jika diukur dari kepentingan pragmatik, apa sih yang didapatkan masyarakat, sehingga harus repot-repot berpecah-belah? nyaris tidak ada untungnya. Justru pihak yang beruntung adalah calon yang menang dalam pertarungan politik itu. Ia sudah "nangkring" di posisinya, tinggal memetik buah-buah matang dari tangkringan itu. "Ah, jadi merasa dibodohin." Begitu lama-lama masyarakat merasa. Dan sekarang mereka sudah tidak begitu "srek" lagi dengan fanatisme berpolitik. Mereka berubah haluan menjadi prakmatik tingkat tinggi. Wujudnya tidak lain adalah ungkapan, "Sopo sing (menehi) duite akeh, yo kui sing dipilih". Tetap saja ngeri.
Segelintir fenomena politik praktis. Uang, pembunuhan, sabotase, fitnah, pencitraan, provokasi, adalah unsur-unsur yang menyelimuti. Banyak sejarah mencatat itu. Entah dalam konsep negara monarki, demokrasi, maupun khilafah yang begitu berani mengatasnamakan konsep negara Tuhan itu, sama saja. Kotor kah? memang iya. Apalagi dari sudut pandang agama, kotor sekali. Namun, betapapun begitu politik praktis adalah niscaya. Walaupun kesannya dekat sekali dengan yang kotor-kotor, bukan berarti orang baik harus anti politik. Semua ada konteksnya. Seperti ungkapan Pak Mahfud MD ketika membedakan peran antara politikus dan ilmuwan, "politikus boleh bohong tetapi tidak boleh salah, sedangkan ilmuwan boleh salah tetapi tidak boleh bohong".
Pernyataan Pak Mahfud MD, sangat masuk akal. Bagaimanapun politik adalah tempat bertemunya ambisi kekuasaan, baik pribadi maupun kelompok. Pertarungan nilai hitam, putih, maupun abu-abu ada di situ. Si hitam dalam berpolitik tentu tidak akan menggunakan cara putih. Bahkan Si Putih tidak mungkin menggunakan cara-cara lugunya sendiri. Kalau lugu, "lempeng-lempeng" saja, jujur-jujuran, ia pasti ditelikung sama kelicikan Hitam. Setidaknya ia menjadi abu-abu sedangkan tujuannya tetap putih. Jika ditanya, mengapa si putih jadi demikian? jawabnya mudah saja. Ambisi kekusaan ibarat seorang yang sedang dimabuk cinta. Ia akan selalu menampakkan citra baik kepada Si Doi. Ketika Doi bertanya, "Beb, sudah solat subuh belum?", ia akan menjawab, "Sudah Cin", meski sebenarnya baru bangun tidur pukul 06:30. Nah ini perbandingannya, orang mabuk cinta untuk memenangkan hati satu orang saja terjebak dalam kebohongan apalagi orang ingin mendapat kekuasaan dan menakhlukkan hati orang banyak? Bohong menjadi perkara yang maklum dalam politik. Dengan demikian seharusnya yang dilihat bukan kebohongannya, tetapi tujuannya.
Kelumit kelit dalam politik ini lah yang sering menggiring ora menjadi disorientatif, atau dalam bahasa telekomunikasinya "wrong number" (salah sambung). Antara prilaku atau usaha dan tujuan luhur tidak sambung.
Perpecahan yang terjadi di masyarakat sebagaimana diungkapkan di awal tadi, yakin, bukan kok karena semata-mata beda pilihan.Tetapi karena ada "embel-embel" dari perbedaan pilihan itu. Saat musim kampanye sampai pemilihan, di situ pasti ada ketegangan, wujudnya berupa fitnah, isu, syu'udzan, dan kecurangan, untuk mengalahkan lawan. !Embel-embel" ini lah yang sebenarnya membawa buntut panjang dalam kesruh politik. Sehingga nantinya muncul kelompok oposisi yang berlebihan. Dalam arti kritik yang diluncurkan bukan demi kemajuan bersama, tetapi untuk menumbangkan kekuasaan. Wujudnya biasanya seperti adanya penggembosan, penjigalan, fitnah berkelanjutan, kudeta dan sebagainya. Inilah oposisi yang "wrong number",
Disamping itu, bagi kelompok penguasa, sering kali terlalu asik melenggang di atas. Mereka berusaha sekuat mungkin melanggengkan posisinya dan lupa tujuan luhur bersama. Sehingga setiap kerjanya cuma mengarah pada pembangunan citra. Ini tentu juga "wrong number", yang tidak kalah berbahaya. Terlebih bila penguasa bertangan besi. Siapa tidak taat pasti disikat, maka disembelihlah kebebasan dan hak-hak kemanusiaan.
"Wrong number" juga terjadi pada orang yang tidak memahami perbedaan mana konteks politik, mana bukan. Seorang politikus kadang juga "ngawur", semua hal dipolitisir: teman dipolitisir, ormas dipolitisir, sekolah, jama'ah tahlil, ayat-ayat suci, bahkan Tuhan pun dipolitisir. Semua demi menggapai ambisi politiknya. Ketika menjadi oposisi, ia menebarkan kebencian juga memusuhi semua pihak yang berkoalisi. Kalau perlu bentroklah sekalian.
Padahal semestinya tidak begitu. Oposisi biarlah terjadi dalam politik saja, selain itu hubungan akrab persaudaraan dan pertemanan tetap dipertahankan. Dalam hal ini, lagi-lagi harus memunculkan Gus Dur, untuk menggambarkan teladan yang tepat (maklum lah, yang nulis kurang bacaan, taunya hanya Gus Dur). Semasa hidupnya, Gus Dur adalah seorang pengkritik rezim Orde Baru yang sangat vokal Beliau selalu memposisikan diri sebagai oposan dari Presiden Soeharto. Akan tetapi, sebagaimana dinyatakan oleh Gus Dur sendiri di salah satu acara televisi suwasta bahwa beliau masih sering bersilaturahmi ke kediaman Soeharto, untuk menjalin persaudaraan. Bahkan beliau pun menganggap kabar adanya usaha pembunuhan yang direncanakan oleh Soeharto terhadap dirinya, hanya menyangkut perkara politik saja bukan perkara pribadi, sehingga tidak perlu membenci pribadi Soeharto. Disamping itu, Gus Dur juga menjelaskan bahwa terkait pilihan politik tidak usah disikapi secara kekanak-kanakan. Di zaman SBY, Gus Dur banyak mengkritik pemerintah, dan dalam waktu bersamaan salah satu dari putrinya justru sedang dekat dengan penguasa. Melihat hal itu, Gus Dur tidak ada masalah, tidak pula memarahi ataupun memusuhi putrinya tersebut. Beliau memberikan hak menentukan pilihan politik pada anaknya sendiri seluas-luasnya. Oposisi bisa terjadi dalam hal politik, tetapi dalam berkeluarga anak tetaplah disayangi sebagaimana mestinya. Dari sini dapat dibayangkan, andai saja setiap orang di Indonesia memiliki kedewasaan berpolitik seperti Gus Dur, maka tentu demokrasi akan berjalan dengan lebih sehat.
Wallahu a'lam.
Untuk itu, dalam memahami politik, perlu sekali menggunakan jurus "eling lan waspadha" supaya tidak terjerumus pada "wrong number". "Eling" kepada tujuan dan waspadha kepada siasat-siasat. Kita sebagai pelajar NU, ada baiknya belajar kepada para pendahulu NU yang sangat bijak dalam berpolitik. NU sendiri sebagai organisasi keagamaan sudah banyak berpengalaman dalam mengawal pemerintah. Dengan prinsip politik kebangsaannya NU mampu menjadi penyeimbang sekaligus pengontrol kerja pemerintah yang keterlaluan atau pun kurang baik. NU kapansaja bisa menjadi pengkritik dan dilain waktu bisa menjadi pembela pemerintah. Semua tergantung pada kebijakan pemerintah apakah itu adil serta maslahat atau tidak. Dapat dibayangkan juga, andai di negeri ini hanya ada kubu koalisi dan oposisi saja, tidak ada kekuatan semisal NU dan Muhamadiyah yang menengahinya, pastilah kisruh politik sering terjadi dan lebih mengerikan lagi.
Mungkin yang ditakutkan adalah, jika NU sendiri pecah. Bagaimanapun NU dari segi struktural memiliki dimensi politik tersendiri. Apabila dimensi politik ini, praktiknya sama dengan para politikus praktis yang "wrong number" itu, maka "ngalamat" muncul perpecahan. Namun syukurlah, gaya politik struktural NU masih diusahakan seperti yang diajarkan sesepuh terdahulu: menjunjung akhlakul karimah, toleransi dan tanggung jawab dunia-akhirat.Memang ada kerikil-kerikil kecil, tetapi itu wajar bagi dinamika organisasi.
Demikian pula dengan organisasi kita. IPNU dan IPPNU sebentar lagi melaksanakan hajat konferensi tingkat Pimpinan Cabang. Ini momen penting bagi kita semua, termasuk PAC Kalidawir untuk merumuskan IPNU dan IPPNU Tulungagung kedepan lebih baik. Seperti biasa, ujung dari konferensi adalah pemilihan ketua umum. Untuk itu, sebagai anggota IPNU-IPPNU PAC Kalidawir yang masih dibawah naungan PC IPNU-IPPNU Tulungagung, memiliki kewajiban berpartisipasi dalam acara tersebut. Baik dari unsur ranting maupun PAC, mulai sekarang bisa mempersiapkan diri agar bisa "urun rembug" dan bersuara di acara itu. Demi proses belajar kita dalam berorganisasi dan kebaikan IPNU-IPPNU Tulungagung ke depan.
Tidak kalah penting lagi, do'a juga selalu diperlukan: semoga kegiatan pesta demokrasi serta "politik kecil-kecilan" itu berjalan dengan lancar. Semoga dalam prosesnya yang kelit kelumit juga tidak membawa tujuan jatuh pada "wrong number",tetap "eling lan waspadha", berjalan dengan damai, manfaat serta maslahat. Aamiin... Aamiin..