YSEALI: Persahabatan Bervisi Mie Instant

Young SouthEast Asian Leader Initiative Juorney.

Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia

Pembagian Potensi Perikanan Indonesia berdasarkan Region.

Romansa Negeri Sakura: Hakone Moutn Shizuoka Perfecture

AFS Intercultural Learning Japan - Kizuna Bond Project.

Pemetaan Mangrove di Sidoarjo dengan Citra Satelit Landsat

Geographic Information System (GIS) and Remote Sensing.

Sunday, December 14, 2014

VULNERABLE SPECIES IKAN HIU TUTUL (Hemiscyllium ocellatum)

1
.      Pendahuluan
Kingdom:
Phylum:
Class:
Subclass:
Order:
Family:
Genus:
Species:
H. ocellatum

2.      Kondisi Saat Ini
Sejak tahun 1970 usaha perikanan hiututul di Indonesia telah berlangsung sangat pesat, ketika sumberdaya tersebut menjadi hasil usaha sampingan dari perikanan tuna dengan menggunakan pancing rawai (tuna longline). Meskipun perikanan hiu di Indonesia ini hanyalah sebagai usaha sampingan (by catch) dari usaha perikanan lainnya, akan tetapi produksi yang dihasilkannya menunjukkan nilai yang signifikan. Usaha perikanan hiu yang menjanjikan di negara kita ini menjadikan nilai produksi hiu di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1987, produksi perikanan hiututul di Indonesia tercatat sebesar 36.884 ton, kemudian pada tahun 2000, produksi hiu tersebut meningkat hingga hampir dua kali lipat, yaitu sebesar 68.366 ton. Bahkan menurut catatan FAO, Indonesia menempati urutan teratas sebagai negara yang paling banyak memproduksi hiu dan pari setiap tahunnya (Fahmi, 2005).
Nelayan hampir memanfaatkan seluruh bagian dari hiu dan pari, misalnya daging untuk konsumsi, sirip untuk komoditas ekspor, kulit untuk disamak, tulang untuk bahan lem, bahkan sebagai penghambat pertumbuhan sel ganas dalam tubuh manusia. Pemanfaatan sumberdaya perikanan hiu dan pari di perairan Indonesia sudah berlangsung secara turun temurun, mulai dari zaman Majapahit, penjajahan Belanda, Jepang dan sampai sekarang (setelah era kemerdekaan Indonesia). Catatan resmi pemanfaatan sumberdaya perikanan laut dalam bentuk statistik perikanan dimulai pada tahun 1975. Walaupun masih banyak kekurangannya, namun statistik ini sangat bermanfaat sebagai langkah awal dalam pengelolaan perikanan laut. Statistik perikanan Indonesia selama tiga puluh tahun terakhir (1975–2005) menunjukkan produksi ikan hiu dan pari nasional mengalami fluktuasi (antara 47000 ton sampai 105.000 ton), dan hasil tangkapan tertinggi terjadi pada tahun 1999 (105.000.ton). Namun secara umum laju tangkapan hiu dan pari mengalami penurunan dari tahun-ke tahun. Sejak tahun 1975 sampai sekarang, statistik perikanan Indonesia mencatat hiu dan pari hanya dalam dua jenis, sedangkan kenyataanya jumlah jenis hiu dan pari mencapai 197 spesies (30 jenis telah dieksploitasi secara intensif dan komersil). Kegiatan penangkapan hiu dan pari berlangsung sepanjang tahun. Musim penangkapan secara spesifik belum dapat di tentukan kecuali berdasarkan data bulanan produksi ikan yang didaratkan di pelabuhan perikanan. Sebagai contoh, puncak penangkapan hiu di Indonesia barat adalah bulan April. Sedangkan menurut catatan dunia tangkapan hiu dunia adalah sekitar 700 rb ton per tahun. Tangkapan Cina adalah hanya sebagian kecil. Lagi pula, produk hiu dan sirip ikan hiu sangat-sangat mahal harganya. Ini akan membatasi konsumsi produk hiu dalam pandangan dari standar hidup di China. Diperkirakan bahwa konsumsi sirip hiu di China hanya 1/15 sampai 1/10 dari konsumsi sirip hiu di dunia. Oleh karena itu, konsumsi nasional dan pemanfaatan hiu tidak memiliki dampak yang besar pada sumber daya Ikan Hiu di Cina atau pun Dunia (Rahardjo, 2007).
IUCN (International Union for Conservation of Nature - http://www.iucn.org/) memasukkan separuh spesies hiu dalam Red List of Endangered Threatened Protected Species. Sejak 24 April 2013, CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora - http://www.cites.org/ ) telah memasukkan 12 jenis hiu dalam daftar Appendix 1, 2, dan 3. Spesies di Appendix 1 secara umum dilarang diperdagangkan karena sedang terancam punah, sementara, Appendix 2 mengatur pengelolaan spesies yang menuju ancaman punah melalui aturan perdagangan yang ketat, sedangkan Appendix 3 mengatur perlindungan spesies setidaknya di satu negara anggota CITES .Hiu Tutul atau Hiu Paus masuk dalam Daftar Merah IUCN: Sangatrentan (VU); CITES (Conventionon International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) Appendix 2 (White,2006).
3.      Persebaran Ikan Hiu Tutul
Ikan hiu tutul (Rhincodon typus)  Merupakan ikan terbesar di dunia, ikan ini selalu bermigrasi  sehingga persebarannya tersebar luas di seluruh perairan tropis dan perairan hangat subtropis. Banyak dijumpaI baik secara individual maupun berkelompok, dari perairan lepas hingga ke perairan pantai, bahkan kadang masuk ke daerah laguna di pulau atol. Hiu tutul Merupakan hewan vivipar dengan ketergantungan embrio pada kuning telur, bungkus telurnya dipertahankan hingga anak menetas di tubuh induk. Seekor hiu paus betina pernah tertangkap di perairan Taiwan dengan 300 ekor embrio siap lahir di dalam perutnya (Smith, 1828 dalam white 2006).
Daerah sebaran ikan hiu sangat luas,yaitu di perairan tropis dan subtropis,sebagianbesar populasi ikan ini terdapat di SamuderaAtlantik bagian utara dan Samudera Pasifik. Dikawasan Indo-Pasfik ikan ini tersebar mulai darilaut Merah sampai New Caledonia, ke utarasampai Jepang bagian selatan terus keSamudera Hindia sampai Australia bagian utara dan Polynesia. Di Indonesia, ikan hiu tersebar di seluruh laut,mulai dari Selat Malaka, Laut Jawa, Laut Flores,Laut Sulawesi, Laut Sunda sampai Laut Malukudan Laut Arafura (ALLEN 1997; NELSON 1976).
Ikan hiu tutul adalah jenis ikan yang cenderung berada pada wilayah tropis hingga subtropis. Ikan ini tersebar di wilayah tropis paling banyak diantaranya ada di beberapa negara. Wilayah perairan antara lain adalah wilayah perairan Indonesia hingga GBR (Great Barrier Reef) di Australia. Ikan ini menjadi komoditas sampingan yang pada akhir-akhir ini banyak diminati oleh masyarakat. Ikan ini banyak ditemukan mati (LPUNILA, 2006)
4.      Ancaman
Ancaman-ancaman yang dapat membuat Hiu Tutul terdampar dan dapat menyebabkan kematian dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang Pertama, jenis ikan hiu tutul, termasuk ikan yang selalu melakukan migrasi dan sudah memiliki jalur tetap ketika melakukan migrasi. Kemungkinan, pengaruh dari kenaikan permukaan air laut sehingga ada perubahan jalur migrasi.Kedua, sebagai pemakan Plankton, hiu tutul dalam migrasi ada kepentingan untuk mengejar dan mendapatkan makanannya yang berada di jalur migrasi itu, ada indikasi ketika Hiu Tutul mengejar makanan yang keluar jalur tersebut dan akan mengakibatkan Hiu Tutul akan terbawa arus ombak. Ketiga, pengaruh faktor perubahan iklim, Ikan Hiu Tutul biasanya mencari lokasi yang aman dan nyaman untuk melakukan kawin untuk waktu yang lama, mereka akan keluar dari jalur migrasi untuk kawin dan mereka membesarkan anak mereka. Terdapat faktor minor, seperti perubahan iklim yang membuat hiu-hiu tersebut kesulitan menemukan tempat kawin dan selain itu faktor pengaruh kenaikan permukaan air laut, menyebabkan hiu keluar dari jalur migrasi mereka hingga  terbawa arus ombak (Mongabay, 2014).
Ikan Hiu maupun Ikan Hiu Tutul yang menjadi incaran bagi manusia itu baik sengaja maupun tidak sengaja, menjadi suatu perhatian yang serius mengingat perburuan terus dilakukan, sehingga ke depannya ikan tersebut bisa mengalami kepunahan. Penangkapan ikan hiu yang tidak disengaja juga menjadi suatu problem lantaran jumlah yang tertangkap tergolong banyak.Maka, dibutuhkan sebuah kesepamaham dalam menyelamatkan hiu maupun hiu tutul dari ancaman kepunahan. Pasalnya, apabila hal tersebut terus berlangsung, , maka lambat laun Ikan Hiu maupun Ikan Hiu Tutul akan berkurang bahkan akan terjadi kepunahan (Kompas, 2014).
Di kehidupan nyata, sudah lebih seratus hiu ditangkap setiap tahunnya. Para penangkap ikan hiu, hanya mengincar sirip ikan hiu yang harganya sangat mahal dan menjual dagingnya ke pasar – pasar. Menurut lembaga dunia, hiu tidak akan hidup lebih dari 50 – 100 tahun lagi, apabila penangkapan terhadap ikan hiu tidak dihentikan. WorldConservation Union’s (IUCN) mengatakan ada 350 spesies ikan hiu yang dilindungi namun tetap saja hal itu tidak menghentikan penangkap ikan hiu. Hukuman yang terlalu ringan dianggap faktor utama mengapa ikan hiu tetap dieksploitasi secar berlebih, padahal keberadaan ikan hiu dianggap sebagai penyeimbang ekosistem di laut lepas. Lemahnya hukum juga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi penangkapan ilegal ikan hiu, dan lemahnya aparat penegak hukum yang mudah dipengaruhi oleh uang juga turut bagian eksploitasi hiu secara berlebih (Griffin et al, 2008).
Hampir di seluruh bagian dunia terjadi ekploitasi hiu secara belebihan, misalnya di India, Mexico, Australia, Bahama, Filipina, dan Brazil. Alasan mereka hampir sama yaitu hanya mengambil sirip dorsal dari ikan hiu untuk pengobatan dan masakan di beberapa restaurant ternama. Hal ini juga yang membuat para penangkap ilegal ikan ikan hiu semakin marakterjadi, karena sirip dorsal ikan hiu mempunyai nilai ekonomis yang amat tinggi. Walaupun ada peraturan tentang perlindungan terhadap hiu, namun hal itu tidak membuat nyali penangkap hiu surut. Selain itu, faktor yang cukup besar dalam mempengaruhi populasi ikan hiu adalah faktor makanan yang berupa ikan – ikan demersal maupun pelagis yang sudah amat jarang karena eksploitasi berlebih dari nelayan lokal, serta rusaknya terumbu karang yang merupakan salah satu tempat ideal dari ikan hiu tinggal banyak yang rusak baik secara alami (badai) ataupun ulah manusia seperti penggunaan bom dan potasium (Buckley et al, 2007).
5.      Penanggulangan
Sejak 20 Mei 2013, berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 18/Kepmen-KP/2013, hiu tutul telah dilindungi secara penuh di perairan Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa segala bentuk eksploitasi terhadap hiu tutul dilarang. Untuk memperkuat keputusan menteri diperlukan kerja-sama antar nelayan maupun pemerintah untuk melindungi hiu tutul yang terancam punah. Diperlukan pengetahuan dan sosialisasi agar nelayan tidak menangkap hiu tutul, meskipun hiu tutul biasanya tertarik mendekati nelayan yang sedang memancing karena hiu tutul sedang mencari makanan.
Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kepunahan dan mengurangi ancaman yang mengancam hidup hiu tutul adalah mengurangi interaksi manusia dengan hiu (sektor wisata), meskipun hiu tutul cenderung tidak agresif, tetapi pemberian makanan dari manusia ke hiu tutul akan secara terus-menerus akan cenderung membuat hiu tutul akan mengasosiasikan manusia dengan makanan dan akan berenang mendekati manusia. Sehingga diperlukan pengawasan dan penegakan aturan di tempat wisata untuk menjaga kelamian interaksi dengan hiu tutul. Kemudian dengan pengamatan yang dibantu dengan teknologi modern seperti photo ID dan RFID. Photo ID merupakan pengamatan yang menggunakan kamera bawah air , dengan mengidentifikasi tutul putih yang ada di badan hiu. Sedangkan RFID (Radio Frequency Indentification) merupakan metode yang hampir sama dengan Photo ID tetapi RFID menggunakan kode yang spesifik dan alat khusus untuk membaca kode yang berada di tubuh jiu tutul. Ada juga alat yang dapat digunakan untuk memantu hiu tutul yang berbasis satelit (Tania dan Beny,2014).
Menurut (Huffard et al,2012), untuk menanggulangi ancaman terhadap spesies hiu tutul perlu melibatkan serta mendukung anggota masyarakat dalam :
1.      melakukan pemantauan terhadap pemanfaatan sumberdaya.
2.      Menetapkan peraturan dan menetapkan hukuman yang lebih berat untuk penangkapan yang ilegal dan tidak berijin, khususnya pengambilan sirip hiu, penangkapan dengan kompresor, penggunaan sianida dan penggunaan bom.
3.      Melarang penerbitan ijin kepada nelayan luar oleh kepala desa dan kepala kecamatan, karena ijin tersebut ilegal dan melemahkan tindakan pengelolaan perikanan.
4.      Memastikan para aparat penegak hukum mendapat informasi yang benar mengenai aki- bat dari penangkapan ilegal dan merusak untuk memastikan bahwa tindak kejahatan ini menda- pat tuntutan hukum maksimal.
5.      Bila memungkinkan, tingkatkan efektivitas patroli kapal untuk penangkapan ilegal dan peraturan KKP dengan berkomunikasi lewat pemantauan udara secara simultan. Gunakan bukti-bukti dari survei udara, seperti foto dan lokasi GPS untuk menuntut kapal-kapal yang melakukan kegiatan ilegal.
6.      Memantau pemanfaatan sumberdaya laut untuk mengidentifikasi para pemanfaat sumberdaya dan lokasi penangkapan di dalam KKP. Ber-dasarkan hasil yang diperoleh dilakukan sosia- lisasi tentang tata batas kawasan larang tangkap kepada para nelayan, dan menghentikan kegia- tan penangkapan di kawasan larang tangkap.
7.      Mengidentifikasi jalur-jalur dan musim migrasi dari Cetacean sebagai lokasi/waktu di mana survei seismik harus dibatasi. Contohnya: tidak boleh melakukan uji seismik di Raja Ampat pada bulan Oktober-Mei.
Karena pemanfaatan lahan di darat berdampak negatif terhadap habitat laut, kerusakan habitat pantai dari kegiatan pembangunan yang buruk, reklamasi daratan dan pembuatan jalan perlu diminimalisir.
Hiu Tutul atau yang dikenal juga dengan nama Hiu Paus (Rhincodon typus) merupakan spesies hiu terbesar dengan ukuran panjang tubuh mencapai 10m. Hiu tutul ini merupakan salah satu hewan yang terancam punah sehingga dibutuhkan upaya penanggulangan khusus.
Menurut KKJI (2014) upaya penanggulangan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia adalah dengan menetapkan Hiu tutul sebagai hewan yang dilindungi penuh berdasarkan KEPMEN KP No. 18 Tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus. Selain itu, penetapan kawasan perlindungan habitat yang biasa dikunjungi oleh hiu tutul juga termasuk salah satu upaya penanggulangan dalam mengatasi masalah ini.
Sebagai contohnya yaitu kawasan konservasi hiu tutul yang ada di laut Talisayan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Menurut laporan dari Pemerintah Kab. Berau (2014) kawasan laut Talisayan merupakan kawasan yang memang menjadi habitat bagi hiu tutul dan sampai saat jumlah hiu tutul yang diketahui ada 10 ekor. Masyarakat sekitar, terutama yang bermatapencarian sebagai nelayan turut berperan serta secara aktif dalam upaya melestarikan keberadaan hiu tutul ini. Keberadaan hiu tutul ini memang telah lama diketahui keberadaannya oleh masyarakat, karena ketika hiu tutul ini muncul maka akan diikuti oleh kemunculan ikan-ikan lainnya yang tentunya akan secara otomatis menambah pendapatan  para nelayan. Selain dari segi perikanan tangkap, keberadaan hiu tutul ini sendiri juga menarik perhatian para turis sehingga masyarakat sekitar bisa memanfaatkan kesempatan ini dengan menyewakan alat-alat selam atau jasa transportasi.


DAFTAR PUSTAKA

ALLEN, G. 1997. Marine Fishes of TropicalAustralia and South - East Asia : A FieldGuide For Anglers And Divers. WesternAustralian Museum, 292 pp.
Fahmi dan Dharmadi. 2005. STATUS PERIKANAN HIU DAN ASPEK PENGELOLAANNYA. Oseana, Volume XXX, Nomor 1. LIPI
Griffin, E., Miller, K.L., Freitas, B. and Hirshfield, M. 2008.Predators as Prey:Why Healthy Oceans Need Sharks. OCEANA. Washington : USA
http://sains.kompas.com/ Diakses pada tanggal 12/12/2014, pada pukul 19:11 WIB
http://www.mongabay.co.id/tag/hiu-tutul/ Diakses pada tanggal 12/12/2014, pada Pukul 18:39 WIB
Huffard et al.2010. Pengelolaan berbasis ekosistem di Bentang Laut Kepala Burung: Mengubah ilmu pengetahuan penjadi tindakan. Ecosystem Based Management Program: Conservation International, The Nature Conservancy, and World Wildlife Fund Indonesia
LPUNILA. Lembaga Penelitian dan Pengambdian. Lampung: UNILA.
Louis Buckley, Jennifer Hile. 2007. The End of The Line : Global Threats to Sharks. OCEANA, Washington :USA
Pemerintah Kab. Berau. 2014. 10 Hiu Tutul di Talisayan. http://www.beraukab.go.id/. Diakses pada 12 Desember 2014 pukul 22.00 WIB.  
Rahardjo, Priyanto. 2007. Menjaga hiu dan pari indonesia sampai tahun 2040 . Jakarta Fisheries University
Tania, Casandra., Beny A. Noor.2014.Panduan Teknis :Pemantauan Hiu Paus di Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Versi I. World Wild Fund-Indonesia.
White, W.T, P.R. Last, J. D. Steven, G. K. Yearsley, Fahmi, Dharmadi. 2006. Economically Important and Shark Rays. Lamb Print : Perth,Western Australia

White, W.T, P.R. Last, J.D. Steven, G.K. Yearsley, Fahmi, Dharmadi,  2006.  Hiu dan Pari yang Bernilai Ekonomis Penting di Indonesia. Australian Government.

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI JELLYFISH Rhopilema esculentum



Antioksidan adalah senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas, seperti enzim SOD (Superoksida Dismutase), gluthatione dan katalase.Selain itu antioksidan juga dapat diperoleh dari makanan yang mengandung vitamin C, betakaroten serta asam fenolik. Bahan pangan yang menjadi sumber antioksidan alami adalah buah-buahan, sayuran, rempah-rempah, cokelat dan biji-bijian (Prakash 2001 dalam  Maulida dan Zulkarnaen 2010).
Antioksidan adalah zat yang mampu memperlambat atau menghambat proses oksidasi. Senyawa ini mampu melindungi sel dari efek yang berbahaya yaitu dari radikal bebas oksigen reaktif yang berkaitan dengan penyakit.Radikal bebas merupakan spesies yang tidak stabil karena memiliki elektron yang tidak berpasangan dan mencari pasangan elektron dalam makromolekul biologi.Protein lipida dan DNA sel manusia merupakan pasangan electron yang baik.Radikal bebas berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya.Kondisi oksidasi dapat menyebabkan kerusakan protein dan DNA, kanker dan penuaan.Penuaan merupakan suatu gangguan metabolisme. Gangguan glycometabolismeakan mengarah pada kelainan metabolisme jantung, hati, ginjal, otak dan organ vital lainnya, akhirnya penuaan muncul. Untuk mengurangi radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh, maka kita perlu mengkonsumsi buah dan sayur yang mengandung vitamin C, vitamin E dan karotenoid. Dalam paper ini akan dibahas bahan antioksidan yang berasal dari jellyfish Rhopilema esculentum.
Jellyfish merupakan organisme kelas Scypozoa, orde Rhizostomeae dan family Rhopimela.Spesies yang digunakan adalah Rhopilema esculentum, spesies ini merupakan spesies yang memiliki nilai ekonomis tinggi, yang berperan sebagai pemutar roda perekonomian di pasar perikanan Asia.China adalah negara pertama yang memproses jellyfish untuk dikonsumsi manusia, dan orang-orang Cina telah menggunakan jellyfish sebagai seafood selama lebih dari seribu tahun silam.Jellyfishmemiliki kandungan gizi yang tinggi, kaya akan protein, kalsium, fosfor, yodium, zat besi, vitamin dan lain sebagainya. Jellyfish terdiri dari air dan protein.Pada jellyfish kering 50% berat terdiri dari protein, dengan gula beberapa persen dan tidak ada lemak dan kolesterol, sehingga jellyfish merupakan makanan sehat yang kaya protein dan rendah lemak. Disamping itu, diyakini jellyfish juga memiliki  banyak khasiat uuntuk kesehatan, diantaranya bisa menyembuhkan penyakit arthritis, hipertensi, nyeri punggung, bisul, tracheitis, asma, sembelit, menambah kecantikan dan mengurangi kelelahan. Jellyfish juga berpotensi untuk membangun kembali otot, tulang rawan dan tulang, protein aktif yang ada didalam Rhopilema esculentum memiliki aktivitas antioksidan.

In Vitro determination of antioxidant activity of proteins from jellyfish Rhopilema esculatum
1               Bahan dan Metode
1.1         Bahan Kimia
Bahan Kimia yang digunakan meliputi Bovine serum albumin (BSA), butylated hydroxyanisole (BHA), nicotinamide adenine dinucleotide-reduced (NADH), nitro blue tetrazolium (NBT), phenazine methosulphate (PMS), hydrogen peroxide (H2O2), ethylene diamine tetra-acetic acid (EDTA), potassium ferricyanide and ferric chloride were purchased from Sigma. Sephadex (G-100, G-50, G-200).

1.2         Isolasi Protein
Ubur-ubur jenis R.esculentum diambil di teluk Aoshan di Qingdao, Provinsi Shandong, China pada Bulan Agustus 2003.Bagian mulut lengannya dipotong secara in vivo kemudian di masukkan kedalam kantong plastik dan dibekukan dengan suhu 20˚C. Lengan yang sudah beku di isonifikasi dalam suhu 4˚C, kemudian diberikan larutan buffer (0,01 M, pH 6) sebanyak 8 kali setiap 30 detik pada 100 mv.

1.3         Uji Radikal Anion Superoksida
Uji Radikal Anion Superoksida merupakan kemampuan protein yang telah di uji dengan menggunakan metode yang sudah dijelaskan dengan sedikit modifikasi.Radikal Anion Superoksida dihasilkan dalam sistem PMS-NADH melalui oksidasi NADH dan diuji dengan berkurangnya NBT. Dalam penelitian ini, radikal anion superoksida yang dihasilkan dalam 2,5 ml larutan penyangga Tris HCl (16 mM, pH 8,0) yang mengandung 0,5 ml larutan NBT (300 ml) 0,5 ml larutan NADH (468 lm) dan protein sampel (0.47- 290 lg / ml). Penurunan reaksi adsorbansi campuran ditunjukkan pada peningkatan dari nilai uji radikal anion superoksida. Kemampuan Uji Radikal Anion Superoksida dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
% Scavenging effect =  [(A0 - A1)/A0 x 100
Dimana A0 adalah absorbansi kontrol (tanpa sampel protein) dan A1 adalah absorbansi campuran yang mengandung sampel protein.

1.4         Pengujian Radikal Hidroksil
Sebuah reaksi campuran, dengan total volume 4,5 ml, yang mengandung sampel protein sebanyak 0.62–65.10 µg/ml. Kemudian di inkubasi dengan EDTA–Fe2+ (220 µM), Safranine O (0.23 µM) dan H2O2 (60 µM) dalam buffer fosfat potasium (150 mM, PH 7.4) selama 30 menit dengan suhu 37˚C. Absorbansi campuran diukur pada 520 nm. Setelah itu, Radikal hidroksil akan memutih dalam safranine O, jadi penurunan reaksi  absorbansi campuran yang ditunjukkan dengan menurunnya kemampuan pengujian radikal hidroksil.

1.5         Total antioksidan menggunakan uji sistem model  Beta -carotene–linoleate
Total aktiffitas Antioksidan dari sampel protein sudah pernah dievaluasi oleh sistem model Beta -carotene–linoleate (Hidalgo, Ferna´ndez, Quilhot, & Lissi, 1994) dengan sedikit modifikasi. Asam linoleic (20 mg) dan Tween-40 (200 mg) dicampurkan dengan 0.5 ml chloroform.chloroform dipindahkan pada 40 °C di bawah vacum menggunakan rotary evaporator. Hasil campuran dengan seketika dicairkan dengan 10 ml air saringan sebanyak 3 kali dan di aduk selaman 1-2 menit.Selanjutnya emulsi dibuat memadai hingga 50 ml dengan air oksigen. Aliquots (4ml) dari emulsi di transfer ke tabung berbeda berisi 0,2 ml sampel protein. BHA digunakan untuk tujuan perbandingan. Sebuah kontrol, diisi 0,2 ml air saringan dan 4 ml emulsi yang telah disiapkan. Tabung reaksi ditempakan pada suhu 50°C di kamar mandi. Absorban dari semua sampel pada 70 nm di ambil pada waktu 0 (t=0), ukuran absorban dilanjutkan hingga warna beta –carotene menghilang pada reaksi kontrol (t = 270 menit) pada interval 30 menit (gambar 1). Sebuah campuran telah disipakan sebelumnya, tanpa Beta –carotene, disajikan kosong.Semua penentuan diselesikan sebanyak 3 kali.

Fig. 1.Chromatogram of R. esculentum protein by Sephadex chromatography. (a) Chromatogram of crude protein by Sephadex G-100 chromatography, two major protein peaks were obtained at the flow rate of 25 ml/h. (b) Chromatogram of the second peak by Sephadex G-50 chromatography, one protein peak was obtained at the flow rate of 25 ml/h. (c) Chromatogram of the first peak by Sephadex G-200 chromatography, one protein peak was obtained at the flow rate of 25 ml/h.

1.1         Penentuan Pengurangan Power
Pengurangan power sampel protein ditentukan menggunakan metode Yen and Duh (1993). Perbedaan konsentrasi sampel protein dalam 3,5 ml penyangga fosfat (0.2 M, pH 6.6) yang dicampurkan dengan 2.5 ml dari 1% potassium ferricyanide dalam tabung 10 ml. Campuran diinkubasi selama 20 menit pada suhu 50°C. Di akhir inkubasi, tambahkan 2.5 ml dari10% asam trichloroacetic diikuti dengan sentrifugasi pada 5000 rpm selama 10 menit. Cairan supernatant (2,5 ml) ditambahkan dengan 2,5 ml air saringan dan 0,5 ml dari 0,1 % ferric chloride dan absurban di takar pada 700 nm. Tes pengurangan power dilakukan sebanyak 3 kali. Kenaikan absorban dari campuran reaksi merupakan indikasi pengurangan power sampel protein
1.2         Aktifitas Chelat Metal
Chelating ion sulfida besi belerang sebagai sampel dan standart telah di estimasi oleh metode dari Dinis, Madeira,and Almeida (1994). Sampel di tambahkan ke sebuah larutan 2 mM FeCl2 (0,05 ml). Reaksi akan bereaksi ketika ditambahkan 5 mM ferrozine (0,2 ml) dan di aduk secara merata lalu biarkan pada suhu ruang selama 10 menit. Setelah percampuran merata, larutan absorben kemudian ditakar dengan spectrophotometrical pada 562 nm.Semua analisa dilakukan sebanyak 3 kali. Persentase hambatan ferrozine –Fe2+ formasi komplek diberikan formula seperti dibawah ini :

% persentasae Chelating = [(A0  - A1)/ A0] x 100;

Dimana A0 adalah kontrol absoerban dan A1 adalah persentase absorbean pada sampel dan standart.Kontrol diisi FeCl2 and ferrozine, formasi molekul kompleks.

1.3         Analisa Statistik
 Semua data menyatakan bahwa titik tengah kurang lebih  SD dari ukuran tiga paralel. Data yang dianalisis oleh mahasiswa menggunakan t-test dan semua test dipertimbangkan secara signifikan pada p<0 o:p="">


2.             Hasil
2.1         Isolasi Protein
Dua puncak protein utama muncul dalam elusi Sephadex G-100 (Gambar. 1 (a)). Volume yang dielusi dari puncak pertama adalah 14,8 ml dan hampir sama dengan volume kosong (14 ml), Volume yang dielusi dari puncak kedua 36 ml. Dalam rangka untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, Sephadex G-50 dan Sephadex G-200 yang diterapkan untuk mengisolasi puncak kedua dan puncak pertama, masing-masing, dan satu puncak diperoleh oleh Sephadex G-50 kromatografi dan Sephadex G-200 kromatografi (Gambar. 1 (b) dan (c)).
Volume yang dielusi dari puncak protein hampir sama dengan volume yang  kosong dari kromatografi Sephadex G-200, hal ini menunjukkan bahwa berat molekul puncak yang pertama terlalu tinggi untuk melampaui kisaran isolasi dari Kromatografi Sephadex G-200 dan filtrasi gel chromatographfy tidak bisa mengisolasi protein pertama

2.2         Pengujian Radikal Anion Superoksida
Dalam PMS / NADH-NBT sistem, anion superoksida radikal berasal dari oksigen terlarut oleh PMSNADH yang bereaksi kopling mengurangi NBT.Penurunan absorbansi, pada 560 nm, dengan antioksidan menunjukkan konsumsi radikal anion superoksida di campuran reaksi.
Tabel 1 menunjukkan persentasi efek pembilasan pada radikal anion superoksida protein kasar (CP), puncak pertama (FP) dan puncak kedua (SP).Sampel protein memiliki anion superoksida yang kuat. Untuk CP, pada konsentrasi dari 19,34 290 lg / ml, presentase efek pembilasan di superoksida yang memiliki anion radikal dari 21,0% menjadi 89,5%. Dampak pembilasan tergantung pada konsentrasi dan korelasi di antara mereka; koefisien korelasi (r) adalah 0,9861 (Tabel 3). Untuk FP, pada konsentrasi 3,13-31,3 lg / ml.

FP dan SP menunjukan superoksida kegiatan radikal-pembilasan jauh lebih tinggi daripada melakukan BHA, BHT, atau-tokoferol. Efek superoksida anion radikal-pembilasan dari sampel protein adalah seperti berikut: SP> FP> CP.


2.1         Pengujian Pembilasan Hidroksil Radikal
Hidroksil radikal, diketahui akan dihasilkan melalui reaksi Fenton dalam sistem ini, telah dilakukan pembilasan oleh sampel protein. Tabel 2 menunjukkan efek pembilasan sampel dan standar protein.
Untuk CP, pada konsentrasi 13,0-65,1 lg / ml, efek pembilasan adalah dari 10,6% menjadi 69,3%. Untuk FP, pada konsentrasi 1,12-44,9 lg / ml, efek yang dicari tersebut dari 3,46% menjadi 68,6%. Untuk SP, pada konsentrasi dari 0,62-9,99 lg / ml, efek yang dicari tersebut dari 17,2% menjadi 94,5%. Korelasi antara efek pembilasan dan konsentrasi CP dan FP adalah linier dan rs adalah 0,9968 dan 0,9957, masing-masing; Adapun SP, korelasi adalah logaritmik dan r adalah 0,9722 (Tabel 3). 
Tiga protein sampel menunjukkan jauh lebih tinggi radikal hidroksil-pembilasan Kegiatan vitamin C atau manitol. Nilai EC50 CP, FP dan SP adalah 48,8, 45,4 dan 1,52 lg / ml, tetapi EC50 nilai Vitamin C dan manitol adalah 1.907 dan 4.536 lg / ml, masing-masing. Hidroksil yang Efek radikal-pembilasan sampel protein dan standar diikuti urutan: SP> FP> CP> Vitamin C> manitol.

2.1              pengukuran total antioksidan menggunakan system β-caroten-linoleat
Total sampel yang digunakan adalah 50µg dilakukan dengan cara bleaching. Hasilnya adalah CP (Crude Protein) dan SP (Second Peak) memperlihatkan bermacam-macam derajat dari aktifitas antioksidan. Jumlah antioksidan dari SP lebih kuat dari pada total antioksdan pada CP sedangkan FP tidak memperlihatkan aktifitas antioksidan. Hasil diatas dilakukan dengan satu cara yang sama. Dalam system/cara ini, ketidakadaan warna dapat diartikan bahwa tidak ada aktifitas antioksidan.Perubahan warna pada karakteristik kromofor dapat dilihat menggunakan spektrofotometri. Keberadaan protein juga akan menghalang-halangi perluasan β-caroten-bleaching.
2.1              Reduktif Power

Untuk pengukuran kemampuan mereduksi, Fe3+ dan Fe2+  perubahan dngan adanya protein dari sampel. Kemampuan protein mereduksi dapat dlihat di tabel dibawah ini.
Dari tabel diatas, 3 sampel sangat lemah.Dan semua mengabsorban masing-masing A700 dibawah 0.07.

2.1              Aktifitas metal chelating
Kemampuan chelating dari sampel dan EDTA disajikan pada tabel dibawah ini.Dari 3 tabel, kemampuan chelating dari FP merupakan yang terkuat namun jauh lebih lemah dari EDTA.

Aktifitas antioksidan diduga aktifitas antioksidan yang merupakan hasil dari variasi mekanisme, diantara inisiasi rantai, binding dari transisi ion metal katalis, dekomposisi dari peroxides, prevensi dari keberlanjutan abkstraksi hydrogen, kapasitas reduktif dan radikal-scavenging. Untuk tiga protein, kami dapat mengeliminasi mekanisme reductive capacity karena mereka lemah dalam kemampuan mereduksi.Beberapa antioksidan pada organism termasuk protein dan protein memainkan peran penting dalam sisten pertahanan (antioksidan).Kekurangan protein tidak hanya dapat merusak sintesa enzim antioksidan melainkan juga mengurangi konsentrasi jaringan dari antioksidan.

2.                  Kesimpulan
SP menunjukkan kekuatan dari superoxides anion radical-scavenging, hydroxyl radical-scavenging dan total aktifitas antioksidan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa SP memiliki kemungkinan untuk digunakan dibidang pangan dan industri obat. Aktifitas antioksidan dari sampel protein mungkin menjelaskan bahwa ubur-ubur dapat menyembuhkan penyakit seperti bronchitis,tracheitis, gastric ulcers dan asma.


Study on effect of jellyfish collagen hidrolysate on anti-fatigue and anti-oxidation

Pada jurnal ini jellyfish diperoleh dari PelabuhanXiangshan, provinsi Zhejaing, Cinadan segeradisimpanpada suhu 20oCsebelum digunakan. Penelitian ini menggunakan target tikus dengan berat 18 gram dan 22 gram. Tablet QingchunbaoYongZhen, yang fungsinyaadalah menyesuaikankekebalan tubuh dan menunda penuaan. Kotak (kits) yang mencakup malonaldehyde(MDA), superoksidadismutase(SOD), Glutathioneperoksidase(GSH-Px), blood lactic acid, blood urea nitrogen (BUN), hepatic glycogen dan  muscle glycogen , D-galaktosa (Amersco Perusahaan), Protamexdanreagenlainnyayang digunakandalam penelitian ini adalahkelasanalitis.

1                    Metode                                                                                                               
1.1              Persiapan jellyfish collagen hydrolysate (JCH)
Ubur-ubur dibilas dengan air suling, kemudian diekstraksi dengan menggunakan pelarut 0,1 mol/L NaOH dan diaduk 2d untuk melepas protein non-collagenous dengan suhu 4°C, kemudian direndam kembali dengan 2% protamex pada suhu 50°C selama 8 jam. Larutan dipanaskan pada suhu 100°C selama 10 menit untuk menonaktifkan enzim dan disentrifugasi pada 4000 r/menit selama 10 menit. JCH disimpan dalam suhu -20°C sebelum digunakan.

1.2              Percobaan Anti-oksidan
Percobaan antioksidan menggunakan 50 tikus dengan dikelompokkan berdasarkan berat badan setelah satu minggu diadaptasi.Terdapat 5 kontrol yang digunakan, diantaranya kelompok kontrol, kelompok anti penuaan (aging model), kelompok dengan dosis rendah, kelompok dengan dosis tinggi dan kelompok positif. Kelompok kontrol diberi air suling (10 ml/kg/d) secara gavage, kelompok yang lain ditambahkan D-galaktose (1000 mg/kg/d) melalui injeksi subcutaneous, sedangkan model anti penuaan ditambahkan dengan air suling (10 ml/kg/d) secara gavage. Kelompok untuk percobaan ditambahkan enzim hydrolysate 5 ml/kg/d (konsentrasi rendah), 10 ml/kg/d (konsentrasi tinggi) dan kontrol positif ditambahkan tablet Qingchunbao Yong Zhen (4 g/kg/d), ditunggu selama enam minggu dan semua bioassay dideteksi dengan menggunakan kotak (kits).
Penentuan kadar MDA, SOD dan aktivitas GSH-Px: Setelah berpuasa selama 12 jam, tikus diberi bahan uji, 30 menit kemudian, darah dikumpulkan melalui bola mata, dan serum yang terisolasi untuk digunakan. Sementara hati dikumpulkan untuk dibuat menjadi 10% homogenat pada 4oC dengan normal saline. Penentuan dan metode operasi dilakukan sesuai dengan yang direkomendasikan prosedur yang disediakan oleh kit.

2                    Hasil dan pembahasan
Penuaan merupakan hasil gangguan metabolisme. Gangguan glycometabolisme yang akan mengarah pada kelainan metabolisme jantung, hati, ginjal, otak dan organ vital lainnya, pada akhirnya muncul penuaan. Radikal oksigen endogen yang dihasilkan dalam sel akan mengakibatkan pola peningkatan kerusakan organ.
Penuaan tikus disebabkan oleh D-galactose.D-galactose telah banyak digunakan untuk anti-penuaan dan pengujian kesehatan makanan di China. Hewan yang diberi D-galactose dalam jangka waktu tertentu dan dalam dosis tinggi secara terus menerus tereduksi galactitol oleh reduktase aldosa, namun galactitol tidak dapat dimetabolisme oleh sel dan menumpuk dalam sel, sehingga  mempengaruhi tekanan osmotik, dan mengakibatkan pembengkakan sel , disfungsi, gangguan metabolisme, yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya penuaan. Peningkatan radikal bebas akan mempercepat penuaan.
MDA adalah salah satu produk akhir dalam proses peroksidasi lipid, yang meningkatkan penuaan. Sistem antioksidan enzim (termasuk SOD, GSH-Px dll.) penting dalam menangkal radikal bebas, produk metabolisme, serta dalam menjaga fisiologi seluler yang normal, kekebalan, dan mencegahan berbagai penyakit. MDA berisi serum dan homogenat hati dalam Aging Model memiliki tingkat yang lebih tinggi secara signifikan dibanding kelompok lain (P <0 atau="" o:p="" p="">
Tikus pada Aging Model menunjukkan tingkat penurunan aktivitas GSH-Px dibandingkan dengan kelompok lain (P <0 aging="" aktivitas="" analisis="" dalam="" dan="" dengan="" di="" dibandingkan="" gsh-px="" hati="" homogenat="" kecenderungan="" kelompok="" lain="" memiliki="" mengalami="" meningkat="" menunjukkan="" mereka="" model.="" model="" penurunan="" perbedaan="" serum="" signifikan="" sod="" span="" statistik="" tetapi="" tidak="" tikus="" untuk="" yang="">
Aktivitas antioksidan protein adalah  interaksi kompleks antara kemampuan mereka untuk menonaktifkan spesies oksigen reaktif, radikal bebas, logam transisi peroksidatif. Mekanisme radikal dimensi oksidasi bebas dari asam amino, peptide dan protein terhadap radiasi pengionan dalam kondisi OH atau OH dan O2 terbentuk.Peptida merupakan antioksidan yang potensial dari asam amino yang dapat mengakal darikal bebas.
Dari penelitian tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa MDA pada serum darah dan hati homogenate dalam model Aging (penuaan) memiliki tingkat yang signifikan lebih tinggi. Pada tikus model aging menunjukkan penurunan aktivitas pada serum GSH-Px dan aktivitas SOD pada homogenate hati dibandingkan dengan kelompok lain. Jadi, JCH memiliki efek anti-oksidatif pada penuuan pada tikus.


Referensi
Yu, H., Liu, X., Xing, R., Liu, S., Gao, Z., Wang, P., et al. 2006. In vitro determination of antioxidant activity of proteins from jellyfish Rhopilema esculentum.Food Chemistry. 95: 123-130.

Ding, J., Li, Y., Xu, J., Su, X. Gao, X., Yue, F.2011. Study on effect of jellyfish collagen hydrolysate on anti-fatigue and anti-oxidation. Food Hydrocolloids. 25: 1350-1353.
Maulida, D. dan Zulkarnaen, N. 2010.Ekstraksi antioksidan ( likopen ) dari buah tomat dengan menggunakan solven campuran, n – Heksana, aseton, dan etanol. Skripsi Universitas DIponegoro  Semarang.