YSEALI: Persahabatan Bervisi Mie Instant

Young SouthEast Asian Leader Initiative Juorney.

Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia

Pembagian Potensi Perikanan Indonesia berdasarkan Region.

Romansa Negeri Sakura: Hakone Moutn Shizuoka Perfecture

AFS Intercultural Learning Japan - Kizuna Bond Project.

Pemetaan Mangrove di Sidoarjo dengan Citra Satelit Landsat

Geographic Information System (GIS) and Remote Sensing.

Wednesday, October 8, 2014

PEMETAAN MANGROVE MENGGUNAKAN DATA SATELIT LANDSAT Studi Kasus : Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo

PEMETAAN MANGROVE MENGGUNAKAN DATA SATELIT LANDSAT
Studi Kasus : Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo

Disusun oleh:
Ikbar Sallim Al Asyari                      (125080600111016)



PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang

Salah satu ekosistem pesisir yang mengalami tingkat degradasi cukup tinggi akibat pola pemanfaatannya yang cenderung tidak memperhatikan aspek kelestariannya adalah hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya pesisir yang berperan penting dalam pembangunan. Melihat gejala perusakan hutan mangrove untuk berbagai kepentingan tersebut maka perlu dilakukan pengelolaan hutan mangrove secara lestari. Untuk dapat melakukan pengelolaan hutan mangrove secara lestari diperlukan pengetahuan tentang nilai strategis dari keberadaan hutan mangrove yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis masyarakat merupakan salah satu strategi pengelolaan yang dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam (Raymond, 2010).
Luas hutan mangrove Indonesia menurut Departemen Kehutanan pada Tahun 1982 sekitar 4,25 juta ha. Hasil Inventarisasi Hutan Nasional yang dilakukan oleh Departemen yang sama menyebutkan bahwa luas hutan mangrove Indonesia pada tahun 1996 tinggal 3,53 juta ha. Dengan demikian dalam kurun waktu 14 Tahun Indonesia telah kehilangan hutan mangrove sekitar 700 ribu ha dan hal ini terjadi hampir di seluruh kepulauan Indonesia. Seiring dengan waktu terjadi degradasi yang hutan, hutan yang awalnya mangrove berubah menjadi lahan terbuka untuk tambah, perumahan dll.
Kerusakan ekosistem hutan mangrove di pesisir Pulau Jawa misalnya, semakin cepat berlangsung seiring dengan bertambahnya usaha-usaha perekonomian yang lebih mengarah pada daerah pantai. Perubahan-perubahan yang dilakukan terhadap daerah pesisir telah mengorbankan ribuan hektar kawasan mangrove sehingga banyak areal mangrove yang tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Kerusakan ini sebagian besar disebabkan oleh tekanan manusia dalam memanfaatkan dan membabat mangrove untuk usaha pertambakan, perindustrian, pertanian, pemukiman, dan tempat rekreasi, serta sebagian kecil karena bencana alam (banjir, kekeringan, dan badai tsunami) serta serangan hama penyakit (Purnobasuki, 2005).
Dengan fakta diatas, saat ini perku dilakukan tindakan untuk mengembalikan dengan proses restorasi ekosistem mangrove seperti sedia kala untuk menjadi penyokong ekosistem lain yang ada di pesisir maupun laut khususnya di kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo.

1.2.            Rumusan Masalah

‘Rumusan masalah dari laporan persebaran mangrove di kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana kondisi mangrove di kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo?

1.3.            Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari laporan persebaran mangrove di kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo adalah untuk mengetahui luasan persebaran mangrove di kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo melalui penginderaan jauh kelautan dengan mengolah hasil citra satelit Landsat ETM 8 pada tanggal 13 Agustus 2013.

1.4.            Manfaat

Manfaat dari penulisan laporan dari laporan persebaran mangrove di kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo adalah dapat digunakan sebagai rujuan luasan persebaran mangrove di kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo terkini yaitu pada tanggal 13 Agustus 2013.

1.5.            Tempat dan Waktu

Tempat yang dipilih untuk diidentifikasi kerapatan mangrovenya adalah kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengambilan citra satelit dengan mendownload citra satelit pada tanggal 13 Agustus 2013.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1.           Mangrove

1.1.1.      Pengertian mangrove

Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya pesisir yang berperan penting dalam pembangunan. Kawasan mangrove sebenarnya mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia dan hewan yang hidup di dalamnya atau sekitarnya, bahkan bagi mahluk hidup yang hanya tinggal untuk sementara waktu. Mangrove adalah sebutan umum untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas hidup di zona intertidal pertemuan antara pasang dan surut air laut (Nybakken, 1998).
Mac Nae (1968) mengatakan mangrove adalah kata yang digunakan untuk menyebut jenis pohon-pohon atau semak-semak yang tumbuh diantara batas air tertinggi saat pasang dan batas terendah saat air surut hingga di atas rata-rata permukaan laut. Hutan mangrove adalah suatu kelompok  jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropika dan subtropika yang terlindung dan memiliki semacam bentuk lahan pantai dengan tipe tanah anaerob.

1.1.2.      Fungsi Mangrove

Berbagai fungsi dan manfaat hutan mangrove bagi manusia dan lingkungan sekitarnya telah diketahui secara umum. Mangrove, magal, bakau, hutan pantai, dan hutan api-api adalah sebutan untuk komunitas tumbuhan pantai yang memiliki adaptasi khusus. Mangrove memegang peranan penting untuk kehidupan laut. Secara ekologis, hutan mangrove dapat menjamin terpeliharanya lingkungan fisik, seperti penahan ombak, angin dan intrusi air laut, serta merupakan tempat perkembangbiakan bagi berbagai jenis kehidupan laut seperti ikan, udang, kepiting, kerang, siput, dan hewan jenis lainnya. Disamping itu, hutan mangrove juga merupakan tempat habitat kehidupan satwa liar seperti monyet, ular, berang-berang, biawak, dan burung. Adapun arti penting hutan mangrove dari aspek sosial ekonomis dapat dibuktikan dengan kegiatan masyarakat memanfaatkan hutan mangrove untuk mencari kayu dan juga tempat wisata alam. Selain itu juga sebagai kehidupan dan sumber rezeki masyarakat nelayan dan petani di tepi pantai yang sangat tergantung kepada sumberdaya alam dari hutan mangrove (Raymond, 2010)
Disisi lain, mangrove memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan dunia sebagai ekosistem penyangga dan abosorben karbon di atmosfer yang saat ini sangat tinggi kadarnya. Ekosistem ini mempunyai fungsi spesifik yang keberkelangsungannya bergantung pada dinamika yang terjadi di ekosistem daratan dan lautan. Dalam hal ini, mangrove sendiri merupakan sumberdaya yang dapat dipulihkan (renewable resources) yang menyediakan berbagai jenis produk (produk langsung dan produk tidak langsung) dan pelayanan lindungan lingkungan seperti proteksi terhadap abrasi, pengendali intrusi air laut, mengurangi tiupan angin kencang, mengurangi tinggi dan kecepatan arus gelombang, rekreasi, dan pembersih air dari polutan. Kesemua sumberdaya dan jasa lingkungan tersebut disediakan secara gratis oleh ekosistem mangrove (Kusmana, 2009).

1.1.3.      Tipe Vegetasi Mangrove

Menurut Noor et al. (1999) tipe vegetasi mangrove terbagi atas empat bagian antara lain:
1.        Mangrove terbuka, mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan laut.
2.        Mangrove tengah, mangrove yang berada di belakang mangrove zona terbuka.
3.        Mangrove payau, mangrove yang berada disepanjang sungai berair payau hingga air tawar.
4.        Mangrove daratan, mangrove berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya.

1.1.4.      Penginderaan Jauh

Menurut Lillesand dan Kiefer (1979), Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji. Penginderaan jauh (remote sensing) digunakan untuk memmbantu dalam berbagai penelitian. Penginderaaan Jauh juga dapat diartikan suatu pengukuran atau perolehan data pada objek di permukaan bumi dari satelit atau instrumen lain di atas atau jauh dari objek yang diindera.
Penginderaan jauh memiliki komponen yang ada di dalamnya. Komponen ini keberadaanya dalam penginderaan jauh adalah mutlak. Komponenya adalah sebagai berikut:
1.                  Tenaga untuk penderaan
2.                  Atmosfer
3.                  Interaksi tenaga dengan objek
4.                  Sensor sebagai alat pengindera
5.                  Pengolah data
6.                  Pengguna data
Dalam proses pengambilan maupun pengolahan citra, komponen yang harus ada untuk mendapatkan hasil maksimal adalah seperti diatas. Apabila salah satu komponen tidak maksimal atau bahkan tidak memenuhi kriteria, maka dapat dipastikan pula hasil yang didapatkan juga tidak maksimal.
Sistem yang digunakan di penginderaan jauh berbeda dengan yang lainya. Sensor yang digunakan adalah sensor dengan resolusi yang tinggi dan membutuhkan energi yang sangat besar. Berdasarkan energinya ada pendinderaan jauh aktif (penginderaan jauh yang menggunakan energi yang berasal dari sensor) dan penginderaan jauh pasif (penginderaan jauh yang menggunakan energi yang berasal dari obyek).

BAB III

METODOLOGI

3.1.Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum mangrove penginderaan jauh menggunakan satelit Landsat TM 8 adalah sebagai beriku:
1. Seperangkat laptop        : sebagai alat utama untuk mendownload dan
mengolah data yang didapatkan dari satelit
2. Flash disk                       : untuk media penyimpanan, bias juga dalam
bentuk hard disk
3. Sumber arus listrik         : untuk sumber energi (charger) sehingga
laptop memiliki daya yang cukup
4. Koneksi internet            : koneksi untuk mengunduh citra satelit.
Koneksi internet yang stabil dan berkecepatan tinggi. Sehingga ketika mengunduh berjalan lancar
Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum mangrove penginderaan jauh menggunakan satelit Landsat TM 8 adalah hasil citra satelit Landsa TM 8 di kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

3.2.Sumber Data

Sumber data yang digunakan berupa hasil citra dari satelit Landsat TM 8. Citra satelit Landsat TM 8 dapat diunduh melalui website resmi yaitu: (http://earthexplorer.usgs.gov/). Sumber data bisa didapatkan secara gratis melalui website resmi dari USGS.

BAB IV

PEMBAHASAN

1.1.            Pengolahan Mangrove Landsat

1.1.1.      Download Citra Landsat 8

Langkah pertama yang dilakukan untuk mengetahui luasan mangrove di daerah yang diinginkan yaitu dengan cara mendownload data citra satelit pada daerah yang diinginkan. Data citra satelit yang digunakan adalah Citra Landsat 8. Untuk memperoleh data dapat diakses melalui web http://glovis.usgs.gov/.
1.    Pilih Path 119 & Rows 66  atau sesuai wilayah yang di inginkan
2.    Lalu pilih Bulan & Tahun yang di inginkan  
3.    Akan terhubung pada pemasukan Username & Password – Sign in
4.    Lalu pilih lambang download
5.    Pilih download yang Level 1 Produck kemudian akan mendownload secara otomatis
Setelah berhasil mendownload citra satelit Landsat 8, lalu file hasil downloadan diekstrak untuk mendapatkan band yang diinginkan. Setelah proses ekstraksi, band di dalam file ada 11 band.

1.1.2.      Penggabungan Data Citra Landsat (stack layer)

Stack layer adalah teknik yang dilakukan untuk menggabungkan file layer-layer yang terpisah dan terdiri dari beberapa band tergantung dari jenis citra satelit yang di peroleh, untuk landsat-8 ada 11 band. Dalam pembuatan peta sebaran kerapatan mangroe ini hanya digunakan band 1 – 7. Berikut langkah- langkah pada stack layer;
1.   Ekstrak file yang telah berhasil di download dari sumber
2.  Edit Algoritm lalu Pilih load data set untuk membuka folder yang telah di ekstrak
3.   Pilih band 1 (B1)
4.   Duplikat pseudo layer sampai 5 layer
5.   Rename masing masing layer menjadi (1, 2, 3, 4, 5, dan 7),
6.   Isikan masing masing layer dengan Band sesuai urutan
7.  Save as gambar yang muncul dengan format .ers dengan Null Value 0
Penggabungan data citra Landsat 8 (stack layer) didaerah wilayah kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo didapatkan hasil yang telah di-duplicate hingga menjadi 6 layer dengan pemberian nama setiap layer B1, B2, B3, B4, B5,dan B7. Dimana pemberian nama layer ini disesuaikan dengan nama band yang telah didownload (terdapat 11 band yang terdownload), warna pada file layer setelah di-clip yang bertujuan agar tampilan warna tampak lebih jelas untuk menunjukkan daerah yang telah didownload. Setelah itu file hasil penggabungan dari setiap layer dengan nama “gabungan”dengan tipe file (.ers) dan dipilih “ERMapper Raster Dataset” pata kotak dialog dengan Data Type IEEE4ByteReal agar dapat diolah pada software ArcGIS.

1.1.3.      Cropping

Cropping adalah kegiatan memotong citra yang bertujuan untuk memilih area yang diinginkan dan memperkecil ukuran file dari citra, sehingga pemrosesan data menjadi lebih ringan dan lebih fokus dalam penelitian pada daerah yang diteliti. Proses ini dilakukan dengan software ER Mapper. Berikut merupakan langkah-langkah stack layer:
1.    Buka data yang tadi disimpan dengan format .ers
2.    Perbesar Lembar Algorithm dengan Zoom to All Datasets.
3.    Pilih lokasi dengan Zoom box Tool
Pada proses cropping, pertama dibuka data stack layer yang sudah di save dengan pilih file open. Dalam melakukan pemotongan hasil olahan data citra Landsat 8, menggunakan menu Quick Zoom dan pengaturan pada ukuran gambar Lembar Algorithm dengan cara menarik batas gambar. Perbesar Lembar Algorithm dengan menarik ke luar pada ujung-ujungnya, lalu klik kanan pada Lembar Algorithm, pilih menu Quick Zoom, klik Zoom to All Datasets. Kemudian perkecil dengan klik , pilih daerah yang akan dihitung luas sebarannya. Kemudian simpan layer dengan langkah yang sama seperti pada proses stack layer dengan nama file yang berbeda.

1.1.4.      Mengolah RGB

Proses mengubah RGB disini bertujuan untuk membedakan objek yang terdapat pada hasil cropping berdasarkan band yang digunakan. Pada proses ini dapat dilihat sebaran Mangrove suatu wilayah.  Berikut tahap- tahap dalam mengubah RGB;
1.    Buka data Cropping dengan file -open
2.    Pastikan file terdapat layer RGB pada alogaritma
3.    Ubah layer RGB masing-masing R = 5, G = 6, B = 4
4.    Simpan file dalam format *.tif
Setelah cropping selesai, file hasil dari cropping dibuka ulang dan diubah menjadi  file RGB (Red Green Blue), proses selanjutnya mengedit algoritma dengan mengatur band yang digunakan yaitu R = 5, G = 6, B = 4 dan disimpan dengan format ekstensi file *.tif.

4.1.5.      RGB Compiste

RGB Composite pada dasarnya bertujuan untuk mengatur pilihan band pada RGB, yang akan digunakan untuk membedakan warna mangrove dan kawasan lainnya.. Untuk menjalankan ini menggunakan program ArcGIS.10. Tahapnya adalah sebagai berikut :
1.    Layout View untuk membuka papan lembar layer
2.    Buat lembar layer Landscape
3.    Add data format *.tif
4.    Pilih properties pada data yang dibuka
5.    Pilih Symbology lalu atur band

4.1.6.      Digitasi

Proses digitasi pada hasil olahan ER Mapper 7.1, selanjutnya diolah dengan software ArcGIS 9.3. Pemilihan warna pada proses digitasi adalah merah untuk mangrove, biru untuk laut, hijau untuk hutan, biru tua untuk sungai dan warna beige untuk daratan. Proses ini akan berlanjut dengan proses layouting.
1.    Buka file Cropping
2.    pilih band 5
3.    Edit Formula
4.    Masukkan Rumus pemisahan darat laut
5.    pilih input 2 band2
Hasil dari proses digitasi adalah bentuk ekstrak file yang di export dari ArcGIS menjadi format ekstensi *.jpg setelah proses layouting.

4.1.7.      Layouting

Layouting adalah langkah yang dilakukan untuk menampilan hasil akhir dari pengolahan data citra dalam bentuk peta lengkap beserta judul, simbol, skala, arah mata angin, sumber, tahun dan nama pembuat. Biasanya disimpan dalam bentuk file gambar format JPEG. Langkahnya adalah dengan melanjutkankan hasil klasifikasi pada bab sebelumnya pada program ArcGIS.9.3. Proses layouting meliputi proses sebagai berikut:
1.        Title untuk member judul peta.
2.        Legend untuk menampilkan legenda berupa jalan, daratan, sungai, mangrove dll
3.        Text untuk memberi nama keterangan peta
4.        Picture untuk memasukkan gambar / lambang
5.        Nort Arrow, untuk memunculkan simbol arah mata angin.
6.        Scale Bar untuk skala garis, scale text untuk skala angka dan banyak lagi menu yang lain sesuai keinginan pembuat.
1.         

4.2.         Hasil Layouting dan Pembahasan

Data satelit Landsat 8 yang terbilang baik dan bebas awan untuk wilayah kecamtan Sedati, kabupaten Sidoarjo pada tahun 13 Agustus 2013. Peta Sebaran Mangrove sebagai berikut:
Dengan analisa open attribute di ArcGIS maka didapatkan table luasan mangrove untuk kecamtan Sedati, kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur sebagai berikut:
Dengan analisa open attribute di ArcGIS maka didapatkan table luasan mangrove untuk kecamtan Sedati, kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur sebagai berikut:
Id
Luas
0
4803114
0
920554
0
561382
Total
6285050







Dari perhitungan diatas, kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo memiliki luasan mangrove yang terdigitasi 6.285.050 m2.  Dari hasil tersebut, kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo memiliki luasan mangrove yang masih tergolong luas tetapi hanya di sekitar wilayah pesisir saja.

BAB V

PENUTUP

1.1.             Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari perhitungan luasan mangrove di kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo dengan penginderaan jauh adalah:
1.      Luasan mangrove kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo adalah 6.285.050 m2
2.      Mangrove kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo tergolong masih luas akan tetapi hanya tersebar di wilayah sekitar pesisir saja.

1.2.            Saran

Pada dasarnya tujuan instruksional praktikum sudah tercapai walaupun dengan sistem yang kurang jelas. Saran dari praktikum Penginderaan Jauh materi peta sebaran mangrove adalah agar lebih diperbanyak lagi asistennya sehingga lebih efisien dan dapat lebih mudah dimengerti, karena jika asistennya hanya satu, proses asistensi menjadi kurang kondusif dan efisien.Serta penjadwalan asistensi yang jelas. Pada masa yang akan datang praktikum penginderaan jauh diharapkan menjadi lebih terstruktur dengan jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Kusmana, Cecep. 2009. Pengelolaan Sistem Mangrove Secara Terpadu. Bogor: Institute Pertanian Bogor.
Lillesand and Kiefer. 1979.  Remote Sensing and Image Interpretation, John Wiley & Son, New York,
Noor, Y. R., Kazali, M., Suryadiputra, INN. 1999. Panduan pengenalan mangrove di Indonesia. Wetland International Indonesia Programme.
Nybakken, J.W. 1998. Biologi laut: Suatu Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia, Jakarta. 458 p.
Raymond. 2010. Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat di Kecamatan Gending, Probolinggo. Malang: Fakultas Pertanian Universtias Brawijaya.
Purnobasuki, H. 2005. Tinjauan Perspektif Hutan Mangrove. Penerbit Airlangga University Press. Surabaya.