PEMETAAN MANGROVE MENGGUNAKAN DATA SATELIT LANDSAT
Studi Kasus : Kecamatan
Sedati, Kabupaten Sidoarjo
Disusun oleh:
Ikbar
Sallim Al Asyari (125080600111016)
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Salah satu ekosistem pesisir yang mengalami tingkat degradasi cukup
tinggi akibat pola pemanfaatannya yang cenderung tidak memperhatikan aspek
kelestariannya adalah hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan salah satu
sumberdaya pesisir yang berperan penting dalam pembangunan. Melihat gejala
perusakan hutan mangrove untuk berbagai kepentingan tersebut maka perlu
dilakukan pengelolaan hutan mangrove secara lestari. Untuk dapat melakukan
pengelolaan hutan mangrove secara lestari diperlukan pengetahuan tentang nilai
strategis dari keberadaan hutan mangrove yang bermanfaat bagi masyarakat
sekitar. Pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis masyarakat merupakan salah
satu strategi pengelolaan yang dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam (Raymond, 2010).
Luas hutan mangrove
Indonesia menurut Departemen Kehutanan pada Tahun 1982 sekitar 4,25 juta ha.
Hasil Inventarisasi Hutan Nasional yang dilakukan oleh Departemen yang sama
menyebutkan bahwa luas hutan mangrove Indonesia pada tahun 1996 tinggal 3,53
juta ha. Dengan demikian dalam kurun waktu 14 Tahun Indonesia telah kehilangan
hutan mangrove sekitar 700 ribu ha dan hal ini terjadi hampir di seluruh
kepulauan Indonesia. Seiring dengan waktu terjadi degradasi yang hutan, hutan
yang awalnya mangrove berubah menjadi lahan terbuka untuk tambah, perumahan
dll.
Kerusakan ekosistem
hutan mangrove di pesisir Pulau Jawa misalnya, semakin cepat berlangsung
seiring dengan bertambahnya usaha-usaha perekonomian yang lebih mengarah pada
daerah pantai. Perubahan-perubahan yang dilakukan terhadap daerah pesisir telah
mengorbankan ribuan hektar kawasan mangrove sehingga banyak areal mangrove yang
tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Kerusakan ini sebagian besar
disebabkan oleh tekanan manusia dalam memanfaatkan dan membabat mangrove untuk
usaha pertambakan, perindustrian, pertanian, pemukiman, dan tempat rekreasi,
serta sebagian kecil karena bencana alam (banjir, kekeringan, dan badai
tsunami) serta serangan hama penyakit (Purnobasuki, 2005).
Dengan fakta diatas, saat
ini perku dilakukan tindakan untuk mengembalikan dengan proses restorasi
ekosistem mangrove seperti sedia kala untuk menjadi penyokong ekosistem lain
yang ada di pesisir maupun laut khususnya di kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo.
1.2.
Rumusan Masalah
‘Rumusan masalah dari laporan
persebaran mangrove di kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana
kondisi mangrove di kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo?
1.3.
Tujuan
Tujuan yang ingin
dicapai dari laporan persebaran mangrove di kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo
adalah untuk mengetahui luasan persebaran mangrove di kecamatan Sedati,
kabupaten Sidoarjo melalui penginderaan jauh kelautan dengan mengolah hasil
citra satelit Landsat ETM 8 pada tanggal 13 Agustus 2013.
1.4.
Manfaat
Manfaat dari penulisan
laporan dari laporan persebaran mangrove di kecamatan Sedati, kabupaten
Sidoarjo adalah dapat digunakan sebagai rujuan luasan persebaran mangrove di
kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo terkini yaitu pada tanggal 13 Agustus
2013.
1.5.
Tempat dan Waktu
Tempat yang dipilih
untuk diidentifikasi kerapatan mangrovenya adalah kecamatan Sedati, kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur. Pengambilan citra satelit dengan mendownload citra
satelit pada tanggal 13 Agustus 2013.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Mangrove
1.1.1. Pengertian mangrove
Hutan mangrove
merupakan salah satu sumberdaya pesisir yang berperan penting dalam
pembangunan. Kawasan mangrove sebenarnya mempunyai peranan yang sangat penting
bagi manusia dan hewan yang hidup di dalamnya atau sekitarnya, bahkan bagi
mahluk hidup yang hanya tinggal untuk sementara waktu. Mangrove adalah sebutan
umum untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropis yang didominasi oleh
beberapa spesies pohon yang khas hidup di zona intertidal pertemuan antara
pasang dan surut air laut (Nybakken, 1998).
Mac Nae (1968) mengatakan mangrove
adalah kata yang digunakan untuk menyebut jenis pohon-pohon atau semak-semak
yang tumbuh diantara batas air tertinggi saat pasang dan batas terendah saat
air surut hingga di atas rata-rata permukaan laut.
Hutan mangrove adalah suatu kelompok jenis tumbuhan
berkayu yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropika dan subtropika yang
terlindung dan memiliki semacam bentuk lahan pantai dengan tipe tanah
anaerob.
1.1.2.
Fungsi Mangrove
Berbagai fungsi dan
manfaat hutan mangrove bagi manusia dan lingkungan sekitarnya telah diketahui
secara umum. Mangrove, magal, bakau, hutan pantai, dan hutan api-api adalah
sebutan untuk komunitas tumbuhan pantai yang memiliki adaptasi khusus. Mangrove
memegang peranan penting untuk kehidupan laut. Secara ekologis, hutan mangrove
dapat menjamin terpeliharanya lingkungan fisik, seperti penahan ombak, angin
dan intrusi air laut, serta merupakan tempat perkembangbiakan bagi berbagai
jenis kehidupan laut seperti ikan, udang, kepiting, kerang, siput, dan hewan
jenis lainnya. Disamping itu, hutan mangrove juga merupakan tempat habitat
kehidupan satwa liar seperti monyet, ular, berang-berang, biawak, dan burung.
Adapun arti penting hutan mangrove dari aspek sosial ekonomis dapat dibuktikan dengan
kegiatan masyarakat memanfaatkan hutan mangrove untuk mencari kayu dan juga
tempat wisata alam. Selain itu juga sebagai kehidupan dan sumber rezeki
masyarakat nelayan dan petani di tepi pantai yang sangat tergantung kepada
sumberdaya alam dari hutan mangrove (Raymond, 2010)
Disisi lain, mangrove
memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan dunia sebagai ekosistem
penyangga dan abosorben karbon di atmosfer yang saat ini sangat tinggi
kadarnya. Ekosistem ini mempunyai fungsi spesifik yang keberkelangsungannya
bergantung pada dinamika yang terjadi di ekosistem daratan dan lautan. Dalam
hal ini, mangrove sendiri merupakan sumberdaya yang dapat dipulihkan (renewable
resources) yang menyediakan berbagai jenis produk (produk langsung dan
produk tidak langsung) dan pelayanan lindungan lingkungan seperti proteksi
terhadap abrasi, pengendali intrusi air laut, mengurangi tiupan angin kencang,
mengurangi tinggi dan kecepatan arus gelombang, rekreasi, dan pembersih air
dari polutan. Kesemua sumberdaya dan jasa lingkungan tersebut disediakan secara
gratis oleh ekosistem mangrove (Kusmana, 2009).
1.1.3.
Tipe Vegetasi Mangrove
Menurut Noor et al. (1999) tipe vegetasi
mangrove terbagi atas empat bagian antara lain:
1.
Mangrove terbuka, mangrove berada pada bagian yang berhadapan
dengan laut.
2.
Mangrove tengah, mangrove yang berada
di belakang mangrove zona terbuka.
3.
Mangrove payau, mangrove yang berada
disepanjang sungai berair payau hingga air tawar.
4.
Mangrove daratan, mangrove
berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakang jalur
hijau mangrove yang sebenarnya.
1.1.4.
Penginderaan Jauh
Menurut Lillesand dan
Kiefer (1979), Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh
informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data
yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek,
daerah, atau gejala yang dikaji. Penginderaan jauh (remote sensing) digunakan untuk memmbantu dalam berbagai
penelitian. Penginderaaan Jauh juga dapat diartikan suatu pengukuran atau
perolehan data pada objek di permukaan bumi dari satelit atau instrumen lain di
atas atau jauh dari objek yang diindera.
Penginderaan jauh
memiliki komponen yang ada di dalamnya. Komponen ini keberadaanya dalam
penginderaan jauh adalah mutlak. Komponenya adalah sebagai berikut:
1.
Tenaga untuk penderaan
2.
Atmosfer
3.
Interaksi tenaga dengan objek
4.
Sensor sebagai alat pengindera
5.
Pengolah data
6.
Pengguna data
Dalam proses
pengambilan maupun pengolahan citra, komponen yang harus ada untuk mendapatkan
hasil maksimal adalah seperti diatas. Apabila salah satu komponen tidak
maksimal atau bahkan tidak memenuhi kriteria, maka dapat dipastikan pula hasil
yang didapatkan juga tidak maksimal.
Sistem yang digunakan
di penginderaan jauh berbeda dengan yang lainya. Sensor yang digunakan adalah
sensor dengan resolusi yang tinggi dan membutuhkan energi yang sangat besar.
Berdasarkan energinya ada pendinderaan jauh aktif (penginderaan jauh yang
menggunakan energi yang berasal dari sensor) dan penginderaan jauh pasif
(penginderaan jauh yang menggunakan energi yang berasal dari obyek).
BAB III
METODOLOGI
3.1.Alat dan Bahan
Alat yang digunakan
pada praktikum mangrove penginderaan jauh menggunakan satelit Landsat TM 8
adalah sebagai beriku:
1. Seperangkat
laptop : sebagai alat utama untuk
mendownload dan
mengolah data yang didapatkan dari satelit
2. Flash
disk : untuk media
penyimpanan, bias juga dalam
bentuk hard disk
3. Sumber
arus listrik : untuk sumber energi
(charger) sehingga
laptop memiliki daya yang cukup
4. Koneksi
internet : koneksi untuk
mengunduh citra satelit.
Koneksi
internet yang stabil dan berkecepatan tinggi. Sehingga ketika mengunduh
berjalan lancar
Sedangkan bahan yang digunakan pada
praktikum mangrove penginderaan jauh menggunakan satelit Landsat TM 8 adalah
hasil citra satelit Landsa TM 8 di kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo, Jawa
Timur.
3.2.Sumber Data
Sumber data yang
digunakan berupa hasil citra dari satelit Landsat TM 8. Citra satelit Landsat
TM 8 dapat diunduh melalui website
resmi yaitu: (http://earthexplorer.usgs.gov/).
Sumber data bisa didapatkan secara gratis melalui website resmi dari USGS.
BAB IV
PEMBAHASAN
1.1.
Pengolahan Mangrove Landsat
1.1.1.
Download Citra Landsat 8
Langkah pertama yang
dilakukan untuk mengetahui luasan mangrove di daerah yang diinginkan yaitu
dengan cara mendownload data citra satelit pada daerah yang diinginkan. Data
citra satelit yang digunakan adalah Citra Landsat 8. Untuk memperoleh data
dapat diakses melalui web http://glovis.usgs.gov/.
1. Pilih Path 119 &
Rows 66 atau sesuai wilayah yang di
inginkan
2. Lalu pilih Bulan &
Tahun yang di inginkan
3. Akan terhubung pada pemasukan Username & Password – Sign in
4. Lalu pilih lambang download
5. Pilih download yang Level 1 Produck kemudian akan mendownload
secara otomatis
Setelah berhasil mendownload citra satelit Landsat 8,
lalu file hasil downloadan diekstrak untuk mendapatkan band yang diinginkan. Setelah proses ekstraksi, band di dalam file ada 11 band.
1.1.2.
Penggabungan Data Citra Landsat (stack
layer)
Stack
layer adalah teknik yang dilakukan untuk
menggabungkan file layer-layer yang terpisah dan terdiri dari beberapa band
tergantung dari jenis citra satelit yang di peroleh, untuk landsat-8 ada 11
band. Dalam pembuatan peta sebaran kerapatan mangroe ini hanya digunakan band 1
– 7. Berikut langkah- langkah pada stack layer;
1. Ekstrak file yang telah berhasil di download dari sumber
2. Edit
Algoritm lalu Pilih load data set untuk membuka
folder yang telah di ekstrak
3. Pilih
band 1 (B1)
4. Duplikat
pseudo layer sampai 5 layer
5. Rename
masing masing layer menjadi (1, 2, 3,
4, 5, dan 7),
6. Isikan
masing masing layer dengan Band sesuai urutan
7. Save
as gambar yang muncul dengan format .ers dengan Null Value 0
Penggabungan
data citra Landsat 8 (stack layer)
didaerah wilayah kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo didapatkan hasil yang
telah di-duplicate hingga menjadi 6 layer
dengan pemberian nama setiap layer B1, B2, B3, B4, B5,dan B7. Dimana pemberian
nama layer ini disesuaikan dengan nama band yang telah didownload (terdapat 11
band yang terdownload), warna pada file layer setelah di-clip yang bertujuan
agar tampilan warna tampak lebih jelas untuk menunjukkan daerah yang telah
didownload. Setelah itu file hasil penggabungan dari setiap layer dengan nama “gabungan”dengan
tipe file (.ers) dan dipilih “ERMapper Raster Dataset” pata kotak dialog dengan
Data Type IEEE4ByteReal agar dapat diolah pada software ArcGIS.
1.1.3.
Cropping
Cropping adalah kegiatan memotong citra yang bertujuan
untuk memilih area yang diinginkan dan memperkecil ukuran file dari citra,
sehingga pemrosesan data menjadi lebih ringan dan lebih fokus dalam penelitian
pada daerah yang diteliti. Proses ini dilakukan dengan software ER
Mapper. Berikut merupakan langkah-langkah stack
layer:
1. Buka
data yang tadi disimpan dengan format .ers
2. Perbesar Lembar Algorithm dengan
Zoom to All Datasets.
3. Pilih
lokasi dengan Zoom box Tool
Pada proses
cropping, pertama dibuka data stack layer yang sudah di save dengan pilih file
open. Dalam
melakukan pemotongan hasil olahan data citra Landsat 8, menggunakan menu Quick
Zoom dan pengaturan pada ukuran gambar Lembar Algorithm dengan cara menarik
batas gambar. Perbesar Lembar Algorithm dengan menarik ke luar pada
ujung-ujungnya, lalu
klik kanan pada Lembar Algorithm, pilih menu Quick Zoom, klik Zoom to All
Datasets. Kemudian perkecil
dengan klik , pilih daerah yang akan dihitung luas sebarannya. Kemudian simpan layer
dengan langkah yang sama seperti pada proses stack layer dengan nama file yang
berbeda.
1.1.4.
Mengolah RGB
Proses
mengubah RGB disini bertujuan untuk membedakan objek yang terdapat pada hasil
cropping berdasarkan band yang digunakan. Pada proses ini dapat dilihat sebaran
Mangrove suatu wilayah. Berikut tahap-
tahap dalam mengubah RGB;
1. Buka
data Cropping dengan file -open
2. Pastikan
file terdapat layer RGB pada alogaritma
3. Ubah
layer RGB masing-masing R
= 5, G = 6, B = 4
4. Simpan
file dalam format *.tif
Setelah cropping selesai, file hasil dari cropping dibuka ulang dan diubah menjadi file RGB (Red
Green Blue), proses selanjutnya mengedit algoritma dengan mengatur band yang digunakan yaitu R = 5, G = 6,
B = 4 dan disimpan dengan format ekstensi file *.tif.
4.1.5.
RGB Compiste
RGB Composite pada
dasarnya bertujuan untuk mengatur pilihan band pada RGB, yang akan digunakan
untuk membedakan warna mangrove dan kawasan lainnya.. Untuk menjalankan ini
menggunakan program ArcGIS.10. Tahapnya adalah sebagai berikut :
1. Layout View
untuk membuka papan lembar layer
2. Buat
lembar layer Landscape
3. Add
data format *.tif
4. Pilih
properties pada data yang dibuka
5. Pilih
Symbology lalu atur band
4.1.6.
Digitasi
Proses digitasi pada
hasil olahan ER Mapper 7.1, selanjutnya diolah dengan software ArcGIS 9.3. Pemilihan warna pada proses digitasi adalah merah untuk
mangrove, biru untuk laut, hijau untuk hutan, biru tua untuk sungai dan warna
beige untuk daratan. Proses
ini akan berlanjut dengan proses layouting.
1. Buka
file Cropping
2. pilih
band 5
3. Edit
Formula
4. Masukkan
Rumus pemisahan darat laut
5. pilih
input 2 band2
Hasil dari proses digitasi adalah bentuk ekstrak file yang di export
dari ArcGIS menjadi format ekstensi *.jpg setelah proses layouting.
4.1.7.
Layouting
Layouting
adalah langkah yang dilakukan untuk menampilan hasil akhir dari pengolahan data
citra dalam bentuk peta lengkap beserta judul, simbol, skala, arah mata angin,
sumber, tahun dan nama pembuat. Biasanya disimpan dalam bentuk file gambar
format JPEG. Langkahnya adalah dengan melanjutkankan hasil klasifikasi pada bab
sebelumnya pada program ArcGIS.9.3.
Proses layouting meliputi proses sebagai berikut:
1.
Title
untuk
member judul peta.
2.
Legend
untuk menampilkan legenda berupa jalan, daratan, sungai, mangrove dll
3.
Text
untuk
memberi nama keterangan peta
4.
Picture
untuk
memasukkan gambar / lambang
5.
Nort
Arrow, untuk memunculkan simbol arah mata angin.
6.
Scale
Bar
untuk skala garis, scale text untuk
skala angka dan banyak lagi menu yang lain sesuai keinginan pembuat.
1.
4.2. Hasil Layouting dan Pembahasan
Data
satelit Landsat 8 yang terbilang baik dan bebas awan untuk wilayah kecamtan
Sedati, kabupaten Sidoarjo pada tahun 13 Agustus 2013.
Peta Sebaran Mangrove sebagai berikut:
Dengan analisa open attribute di ArcGIS maka didapatkan
table luasan mangrove untuk kecamtan Sedati, kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur
sebagai berikut:
Dengan analisa open attribute di ArcGIS maka didapatkan
table luasan mangrove untuk kecamtan Sedati, kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur
sebagai berikut:
Id
|
Luas
|
0
|
4803114
|
0
|
920554
|
0
|
561382
|
Total
|
6285050
|
Dari perhitungan diatas, kecamatan
Sedati, kabupaten Sidoarjo memiliki luasan mangrove yang terdigitasi 6.285.050
m2. Dari hasil tersebut,
kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo memiliki luasan mangrove yang masih
tergolong luas tetapi hanya di sekitar wilayah pesisir saja.
BAB V
PENUTUP
1.1.
Kesimpulan
Kesimpulan yang
didapatkan dari perhitungan luasan mangrove di kecamatan Sedati, kabupaten
Sidoarjo dengan penginderaan jauh adalah:
1. Luasan
mangrove kecamatan Sedati, kabupaten Sidoarjo adalah 6.285.050 m2
2.
Mangrove kecamatan Sedati, kabupaten
Sidoarjo tergolong masih luas akan tetapi hanya tersebar di wilayah sekitar
pesisir saja.
1.2.
Saran
Pada dasarnya tujuan
instruksional praktikum sudah tercapai walaupun dengan sistem yang kurang
jelas. Saran dari praktikum Penginderaan Jauh materi peta sebaran mangrove
adalah agar lebih diperbanyak lagi asistennya sehingga lebih efisien dan dapat
lebih mudah dimengerti, karena jika asistennya hanya satu, proses asistensi
menjadi kurang kondusif dan efisien.Serta
penjadwalan asistensi yang jelas. Pada masa yang akan
datang praktikum penginderaan jauh diharapkan menjadi lebih terstruktur dengan
jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Kusmana,
Cecep. 2009. Pengelolaan Sistem Mangrove
Secara Terpadu. Bogor: Institute Pertanian Bogor.
Lillesand
and Kiefer. 1979. Remote Sensing and Image Interpretation, John Wiley & Son, New
York,
Noor,
Y. R., Kazali, M., Suryadiputra, INN. 1999. Panduan
pengenalan mangrove di Indonesia. Wetland International Indonesia Programme.
Nybakken,
J.W. 1998. Biologi laut: Suatu Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia, Jakarta. 458
p.
Raymond.
2010. Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis
Masyarakat di Kecamatan Gending, Probolinggo. Malang: Fakultas Pertanian
Universtias Brawijaya.
Purnobasuki, H. 2005. Tinjauan
Perspektif Hutan Mangrove. Penerbit Airlangga University Press. Surabaya.