Sunday, December 14, 2014

VULNERABLE SPECIES IKAN HIU TUTUL (Hemiscyllium ocellatum)

1
.      Pendahuluan
Kingdom:
Phylum:
Class:
Subclass:
Order:
Family:
Genus:
Species:
H. ocellatum

2.      Kondisi Saat Ini
Sejak tahun 1970 usaha perikanan hiututul di Indonesia telah berlangsung sangat pesat, ketika sumberdaya tersebut menjadi hasil usaha sampingan dari perikanan tuna dengan menggunakan pancing rawai (tuna longline). Meskipun perikanan hiu di Indonesia ini hanyalah sebagai usaha sampingan (by catch) dari usaha perikanan lainnya, akan tetapi produksi yang dihasilkannya menunjukkan nilai yang signifikan. Usaha perikanan hiu yang menjanjikan di negara kita ini menjadikan nilai produksi hiu di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1987, produksi perikanan hiututul di Indonesia tercatat sebesar 36.884 ton, kemudian pada tahun 2000, produksi hiu tersebut meningkat hingga hampir dua kali lipat, yaitu sebesar 68.366 ton. Bahkan menurut catatan FAO, Indonesia menempati urutan teratas sebagai negara yang paling banyak memproduksi hiu dan pari setiap tahunnya (Fahmi, 2005).
Nelayan hampir memanfaatkan seluruh bagian dari hiu dan pari, misalnya daging untuk konsumsi, sirip untuk komoditas ekspor, kulit untuk disamak, tulang untuk bahan lem, bahkan sebagai penghambat pertumbuhan sel ganas dalam tubuh manusia. Pemanfaatan sumberdaya perikanan hiu dan pari di perairan Indonesia sudah berlangsung secara turun temurun, mulai dari zaman Majapahit, penjajahan Belanda, Jepang dan sampai sekarang (setelah era kemerdekaan Indonesia). Catatan resmi pemanfaatan sumberdaya perikanan laut dalam bentuk statistik perikanan dimulai pada tahun 1975. Walaupun masih banyak kekurangannya, namun statistik ini sangat bermanfaat sebagai langkah awal dalam pengelolaan perikanan laut. Statistik perikanan Indonesia selama tiga puluh tahun terakhir (1975–2005) menunjukkan produksi ikan hiu dan pari nasional mengalami fluktuasi (antara 47000 ton sampai 105.000 ton), dan hasil tangkapan tertinggi terjadi pada tahun 1999 (105.000.ton). Namun secara umum laju tangkapan hiu dan pari mengalami penurunan dari tahun-ke tahun. Sejak tahun 1975 sampai sekarang, statistik perikanan Indonesia mencatat hiu dan pari hanya dalam dua jenis, sedangkan kenyataanya jumlah jenis hiu dan pari mencapai 197 spesies (30 jenis telah dieksploitasi secara intensif dan komersil). Kegiatan penangkapan hiu dan pari berlangsung sepanjang tahun. Musim penangkapan secara spesifik belum dapat di tentukan kecuali berdasarkan data bulanan produksi ikan yang didaratkan di pelabuhan perikanan. Sebagai contoh, puncak penangkapan hiu di Indonesia barat adalah bulan April. Sedangkan menurut catatan dunia tangkapan hiu dunia adalah sekitar 700 rb ton per tahun. Tangkapan Cina adalah hanya sebagian kecil. Lagi pula, produk hiu dan sirip ikan hiu sangat-sangat mahal harganya. Ini akan membatasi konsumsi produk hiu dalam pandangan dari standar hidup di China. Diperkirakan bahwa konsumsi sirip hiu di China hanya 1/15 sampai 1/10 dari konsumsi sirip hiu di dunia. Oleh karena itu, konsumsi nasional dan pemanfaatan hiu tidak memiliki dampak yang besar pada sumber daya Ikan Hiu di Cina atau pun Dunia (Rahardjo, 2007).
IUCN (International Union for Conservation of Nature - http://www.iucn.org/) memasukkan separuh spesies hiu dalam Red List of Endangered Threatened Protected Species. Sejak 24 April 2013, CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora - http://www.cites.org/ ) telah memasukkan 12 jenis hiu dalam daftar Appendix 1, 2, dan 3. Spesies di Appendix 1 secara umum dilarang diperdagangkan karena sedang terancam punah, sementara, Appendix 2 mengatur pengelolaan spesies yang menuju ancaman punah melalui aturan perdagangan yang ketat, sedangkan Appendix 3 mengatur perlindungan spesies setidaknya di satu negara anggota CITES .Hiu Tutul atau Hiu Paus masuk dalam Daftar Merah IUCN: Sangatrentan (VU); CITES (Conventionon International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) Appendix 2 (White,2006).
3.      Persebaran Ikan Hiu Tutul
Ikan hiu tutul (Rhincodon typus)  Merupakan ikan terbesar di dunia, ikan ini selalu bermigrasi  sehingga persebarannya tersebar luas di seluruh perairan tropis dan perairan hangat subtropis. Banyak dijumpaI baik secara individual maupun berkelompok, dari perairan lepas hingga ke perairan pantai, bahkan kadang masuk ke daerah laguna di pulau atol. Hiu tutul Merupakan hewan vivipar dengan ketergantungan embrio pada kuning telur, bungkus telurnya dipertahankan hingga anak menetas di tubuh induk. Seekor hiu paus betina pernah tertangkap di perairan Taiwan dengan 300 ekor embrio siap lahir di dalam perutnya (Smith, 1828 dalam white 2006).
Daerah sebaran ikan hiu sangat luas,yaitu di perairan tropis dan subtropis,sebagianbesar populasi ikan ini terdapat di SamuderaAtlantik bagian utara dan Samudera Pasifik. Dikawasan Indo-Pasfik ikan ini tersebar mulai darilaut Merah sampai New Caledonia, ke utarasampai Jepang bagian selatan terus keSamudera Hindia sampai Australia bagian utara dan Polynesia. Di Indonesia, ikan hiu tersebar di seluruh laut,mulai dari Selat Malaka, Laut Jawa, Laut Flores,Laut Sulawesi, Laut Sunda sampai Laut Malukudan Laut Arafura (ALLEN 1997; NELSON 1976).
Ikan hiu tutul adalah jenis ikan yang cenderung berada pada wilayah tropis hingga subtropis. Ikan ini tersebar di wilayah tropis paling banyak diantaranya ada di beberapa negara. Wilayah perairan antara lain adalah wilayah perairan Indonesia hingga GBR (Great Barrier Reef) di Australia. Ikan ini menjadi komoditas sampingan yang pada akhir-akhir ini banyak diminati oleh masyarakat. Ikan ini banyak ditemukan mati (LPUNILA, 2006)
4.      Ancaman
Ancaman-ancaman yang dapat membuat Hiu Tutul terdampar dan dapat menyebabkan kematian dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang Pertama, jenis ikan hiu tutul, termasuk ikan yang selalu melakukan migrasi dan sudah memiliki jalur tetap ketika melakukan migrasi. Kemungkinan, pengaruh dari kenaikan permukaan air laut sehingga ada perubahan jalur migrasi.Kedua, sebagai pemakan Plankton, hiu tutul dalam migrasi ada kepentingan untuk mengejar dan mendapatkan makanannya yang berada di jalur migrasi itu, ada indikasi ketika Hiu Tutul mengejar makanan yang keluar jalur tersebut dan akan mengakibatkan Hiu Tutul akan terbawa arus ombak. Ketiga, pengaruh faktor perubahan iklim, Ikan Hiu Tutul biasanya mencari lokasi yang aman dan nyaman untuk melakukan kawin untuk waktu yang lama, mereka akan keluar dari jalur migrasi untuk kawin dan mereka membesarkan anak mereka. Terdapat faktor minor, seperti perubahan iklim yang membuat hiu-hiu tersebut kesulitan menemukan tempat kawin dan selain itu faktor pengaruh kenaikan permukaan air laut, menyebabkan hiu keluar dari jalur migrasi mereka hingga  terbawa arus ombak (Mongabay, 2014).
Ikan Hiu maupun Ikan Hiu Tutul yang menjadi incaran bagi manusia itu baik sengaja maupun tidak sengaja, menjadi suatu perhatian yang serius mengingat perburuan terus dilakukan, sehingga ke depannya ikan tersebut bisa mengalami kepunahan. Penangkapan ikan hiu yang tidak disengaja juga menjadi suatu problem lantaran jumlah yang tertangkap tergolong banyak.Maka, dibutuhkan sebuah kesepamaham dalam menyelamatkan hiu maupun hiu tutul dari ancaman kepunahan. Pasalnya, apabila hal tersebut terus berlangsung, , maka lambat laun Ikan Hiu maupun Ikan Hiu Tutul akan berkurang bahkan akan terjadi kepunahan (Kompas, 2014).
Di kehidupan nyata, sudah lebih seratus hiu ditangkap setiap tahunnya. Para penangkap ikan hiu, hanya mengincar sirip ikan hiu yang harganya sangat mahal dan menjual dagingnya ke pasar – pasar. Menurut lembaga dunia, hiu tidak akan hidup lebih dari 50 – 100 tahun lagi, apabila penangkapan terhadap ikan hiu tidak dihentikan. WorldConservation Union’s (IUCN) mengatakan ada 350 spesies ikan hiu yang dilindungi namun tetap saja hal itu tidak menghentikan penangkap ikan hiu. Hukuman yang terlalu ringan dianggap faktor utama mengapa ikan hiu tetap dieksploitasi secar berlebih, padahal keberadaan ikan hiu dianggap sebagai penyeimbang ekosistem di laut lepas. Lemahnya hukum juga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi penangkapan ilegal ikan hiu, dan lemahnya aparat penegak hukum yang mudah dipengaruhi oleh uang juga turut bagian eksploitasi hiu secara berlebih (Griffin et al, 2008).
Hampir di seluruh bagian dunia terjadi ekploitasi hiu secara belebihan, misalnya di India, Mexico, Australia, Bahama, Filipina, dan Brazil. Alasan mereka hampir sama yaitu hanya mengambil sirip dorsal dari ikan hiu untuk pengobatan dan masakan di beberapa restaurant ternama. Hal ini juga yang membuat para penangkap ilegal ikan ikan hiu semakin marakterjadi, karena sirip dorsal ikan hiu mempunyai nilai ekonomis yang amat tinggi. Walaupun ada peraturan tentang perlindungan terhadap hiu, namun hal itu tidak membuat nyali penangkap hiu surut. Selain itu, faktor yang cukup besar dalam mempengaruhi populasi ikan hiu adalah faktor makanan yang berupa ikan – ikan demersal maupun pelagis yang sudah amat jarang karena eksploitasi berlebih dari nelayan lokal, serta rusaknya terumbu karang yang merupakan salah satu tempat ideal dari ikan hiu tinggal banyak yang rusak baik secara alami (badai) ataupun ulah manusia seperti penggunaan bom dan potasium (Buckley et al, 2007).
5.      Penanggulangan
Sejak 20 Mei 2013, berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 18/Kepmen-KP/2013, hiu tutul telah dilindungi secara penuh di perairan Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa segala bentuk eksploitasi terhadap hiu tutul dilarang. Untuk memperkuat keputusan menteri diperlukan kerja-sama antar nelayan maupun pemerintah untuk melindungi hiu tutul yang terancam punah. Diperlukan pengetahuan dan sosialisasi agar nelayan tidak menangkap hiu tutul, meskipun hiu tutul biasanya tertarik mendekati nelayan yang sedang memancing karena hiu tutul sedang mencari makanan.
Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kepunahan dan mengurangi ancaman yang mengancam hidup hiu tutul adalah mengurangi interaksi manusia dengan hiu (sektor wisata), meskipun hiu tutul cenderung tidak agresif, tetapi pemberian makanan dari manusia ke hiu tutul akan secara terus-menerus akan cenderung membuat hiu tutul akan mengasosiasikan manusia dengan makanan dan akan berenang mendekati manusia. Sehingga diperlukan pengawasan dan penegakan aturan di tempat wisata untuk menjaga kelamian interaksi dengan hiu tutul. Kemudian dengan pengamatan yang dibantu dengan teknologi modern seperti photo ID dan RFID. Photo ID merupakan pengamatan yang menggunakan kamera bawah air , dengan mengidentifikasi tutul putih yang ada di badan hiu. Sedangkan RFID (Radio Frequency Indentification) merupakan metode yang hampir sama dengan Photo ID tetapi RFID menggunakan kode yang spesifik dan alat khusus untuk membaca kode yang berada di tubuh jiu tutul. Ada juga alat yang dapat digunakan untuk memantu hiu tutul yang berbasis satelit (Tania dan Beny,2014).
Menurut (Huffard et al,2012), untuk menanggulangi ancaman terhadap spesies hiu tutul perlu melibatkan serta mendukung anggota masyarakat dalam :
1.      melakukan pemantauan terhadap pemanfaatan sumberdaya.
2.      Menetapkan peraturan dan menetapkan hukuman yang lebih berat untuk penangkapan yang ilegal dan tidak berijin, khususnya pengambilan sirip hiu, penangkapan dengan kompresor, penggunaan sianida dan penggunaan bom.
3.      Melarang penerbitan ijin kepada nelayan luar oleh kepala desa dan kepala kecamatan, karena ijin tersebut ilegal dan melemahkan tindakan pengelolaan perikanan.
4.      Memastikan para aparat penegak hukum mendapat informasi yang benar mengenai aki- bat dari penangkapan ilegal dan merusak untuk memastikan bahwa tindak kejahatan ini menda- pat tuntutan hukum maksimal.
5.      Bila memungkinkan, tingkatkan efektivitas patroli kapal untuk penangkapan ilegal dan peraturan KKP dengan berkomunikasi lewat pemantauan udara secara simultan. Gunakan bukti-bukti dari survei udara, seperti foto dan lokasi GPS untuk menuntut kapal-kapal yang melakukan kegiatan ilegal.
6.      Memantau pemanfaatan sumberdaya laut untuk mengidentifikasi para pemanfaat sumberdaya dan lokasi penangkapan di dalam KKP. Ber-dasarkan hasil yang diperoleh dilakukan sosia- lisasi tentang tata batas kawasan larang tangkap kepada para nelayan, dan menghentikan kegia- tan penangkapan di kawasan larang tangkap.
7.      Mengidentifikasi jalur-jalur dan musim migrasi dari Cetacean sebagai lokasi/waktu di mana survei seismik harus dibatasi. Contohnya: tidak boleh melakukan uji seismik di Raja Ampat pada bulan Oktober-Mei.
Karena pemanfaatan lahan di darat berdampak negatif terhadap habitat laut, kerusakan habitat pantai dari kegiatan pembangunan yang buruk, reklamasi daratan dan pembuatan jalan perlu diminimalisir.
Hiu Tutul atau yang dikenal juga dengan nama Hiu Paus (Rhincodon typus) merupakan spesies hiu terbesar dengan ukuran panjang tubuh mencapai 10m. Hiu tutul ini merupakan salah satu hewan yang terancam punah sehingga dibutuhkan upaya penanggulangan khusus.
Menurut KKJI (2014) upaya penanggulangan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia adalah dengan menetapkan Hiu tutul sebagai hewan yang dilindungi penuh berdasarkan KEPMEN KP No. 18 Tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus. Selain itu, penetapan kawasan perlindungan habitat yang biasa dikunjungi oleh hiu tutul juga termasuk salah satu upaya penanggulangan dalam mengatasi masalah ini.
Sebagai contohnya yaitu kawasan konservasi hiu tutul yang ada di laut Talisayan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Menurut laporan dari Pemerintah Kab. Berau (2014) kawasan laut Talisayan merupakan kawasan yang memang menjadi habitat bagi hiu tutul dan sampai saat jumlah hiu tutul yang diketahui ada 10 ekor. Masyarakat sekitar, terutama yang bermatapencarian sebagai nelayan turut berperan serta secara aktif dalam upaya melestarikan keberadaan hiu tutul ini. Keberadaan hiu tutul ini memang telah lama diketahui keberadaannya oleh masyarakat, karena ketika hiu tutul ini muncul maka akan diikuti oleh kemunculan ikan-ikan lainnya yang tentunya akan secara otomatis menambah pendapatan  para nelayan. Selain dari segi perikanan tangkap, keberadaan hiu tutul ini sendiri juga menarik perhatian para turis sehingga masyarakat sekitar bisa memanfaatkan kesempatan ini dengan menyewakan alat-alat selam atau jasa transportasi.


DAFTAR PUSTAKA

ALLEN, G. 1997. Marine Fishes of TropicalAustralia and South - East Asia : A FieldGuide For Anglers And Divers. WesternAustralian Museum, 292 pp.
Fahmi dan Dharmadi. 2005. STATUS PERIKANAN HIU DAN ASPEK PENGELOLAANNYA. Oseana, Volume XXX, Nomor 1. LIPI
Griffin, E., Miller, K.L., Freitas, B. and Hirshfield, M. 2008.Predators as Prey:Why Healthy Oceans Need Sharks. OCEANA. Washington : USA
http://sains.kompas.com/ Diakses pada tanggal 12/12/2014, pada pukul 19:11 WIB
http://www.mongabay.co.id/tag/hiu-tutul/ Diakses pada tanggal 12/12/2014, pada Pukul 18:39 WIB
Huffard et al.2010. Pengelolaan berbasis ekosistem di Bentang Laut Kepala Burung: Mengubah ilmu pengetahuan penjadi tindakan. Ecosystem Based Management Program: Conservation International, The Nature Conservancy, and World Wildlife Fund Indonesia
LPUNILA. Lembaga Penelitian dan Pengambdian. Lampung: UNILA.
Louis Buckley, Jennifer Hile. 2007. The End of The Line : Global Threats to Sharks. OCEANA, Washington :USA
Pemerintah Kab. Berau. 2014. 10 Hiu Tutul di Talisayan. http://www.beraukab.go.id/. Diakses pada 12 Desember 2014 pukul 22.00 WIB.  
Rahardjo, Priyanto. 2007. Menjaga hiu dan pari indonesia sampai tahun 2040 . Jakarta Fisheries University
Tania, Casandra., Beny A. Noor.2014.Panduan Teknis :Pemantauan Hiu Paus di Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Versi I. World Wild Fund-Indonesia.
White, W.T, P.R. Last, J. D. Steven, G. K. Yearsley, Fahmi, Dharmadi. 2006. Economically Important and Shark Rays. Lamb Print : Perth,Western Australia

White, W.T, P.R. Last, J.D. Steven, G.K. Yearsley, Fahmi, Dharmadi,  2006.  Hiu dan Pari yang Bernilai Ekonomis Penting di Indonesia. Australian Government.

0 comments: