1
.
Pendahuluan
Kingdom:
|
|
Phylum:
|
|
Class:
|
|
Subclass:
|
|
Order:
|
|
Family:
|
|
Genus:
|
|
Species:
|
H.
ocellatum
|
2.
Kondisi Saat Ini
Sejak tahun 1970 usaha
perikanan hiututul di Indonesia telah berlangsung sangat pesat, ketika
sumberdaya tersebut menjadi hasil usaha sampingan dari perikanan tuna dengan
menggunakan pancing rawai (tuna longline). Meskipun perikanan hiu di
Indonesia ini hanyalah sebagai usaha sampingan (by catch) dari usaha
perikanan lainnya, akan tetapi produksi yang dihasilkannya menunjukkan nilai
yang signifikan. Usaha perikanan hiu yang menjanjikan di negara kita ini
menjadikan nilai produksi hiu di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tahun 1987, produksi perikanan hiututul di Indonesia tercatat sebesar 36.884 ton, kemudian pada
tahun 2000, produksi hiu tersebut meningkat hingga hampir dua kali lipat, yaitu
sebesar 68.366 ton. Bahkan menurut catatan FAO, Indonesia menempati urutan
teratas sebagai negara yang paling banyak memproduksi hiu dan pari setiap
tahunnya (Fahmi, 2005).
Nelayan
hampir memanfaatkan seluruh bagian dari hiu dan pari, misalnya daging untuk
konsumsi, sirip untuk komoditas ekspor, kulit untuk disamak, tulang untuk bahan
lem, bahkan sebagai penghambat pertumbuhan sel ganas dalam tubuh manusia.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan hiu dan pari di perairan Indonesia sudah
berlangsung secara turun temurun, mulai dari zaman Majapahit, penjajahan
Belanda, Jepang dan sampai sekarang (setelah era kemerdekaan Indonesia).
Catatan resmi pemanfaatan sumberdaya perikanan laut dalam bentuk statistik
perikanan dimulai pada tahun 1975. Walaupun masih banyak kekurangannya, namun
statistik ini sangat bermanfaat sebagai langkah awal dalam pengelolaan
perikanan laut. Statistik perikanan Indonesia selama tiga puluh tahun terakhir
(1975–2005) menunjukkan produksi ikan hiu dan pari nasional mengalami fluktuasi
(antara 47000 ton sampai 105.000 ton), dan hasil tangkapan tertinggi terjadi
pada tahun 1999 (105.000.ton). Namun secara umum laju tangkapan hiu dan pari
mengalami penurunan dari tahun-ke tahun. Sejak tahun 1975 sampai sekarang,
statistik perikanan Indonesia mencatat hiu dan pari hanya dalam dua jenis,
sedangkan kenyataanya jumlah jenis hiu dan pari mencapai 197 spesies (30 jenis
telah dieksploitasi secara intensif dan komersil). Kegiatan penangkapan hiu dan
pari berlangsung sepanjang tahun. Musim penangkapan secara spesifik belum dapat
di tentukan kecuali berdasarkan data bulanan produksi ikan yang didaratkan di
pelabuhan perikanan. Sebagai contoh, puncak penangkapan hiu di Indonesia barat
adalah bulan April. Sedangkan menurut catatan dunia tangkapan hiu dunia adalah sekitar 700 rb ton per tahun. Tangkapan Cina
adalah hanya sebagian kecil. Lagi pula, produk hiu dan sirip ikan hiu
sangat-sangat mahal harganya. Ini akan membatasi konsumsi produk hiu dalam
pandangan dari standar hidup di China. Diperkirakan bahwa konsumsi sirip hiu di
China hanya 1/15 sampai 1/10 dari konsumsi sirip hiu di dunia. Oleh karena itu,
konsumsi nasional dan pemanfaatan hiu tidak memiliki dampak yang besar pada
sumber daya Ikan Hiu di Cina atau pun Dunia (Rahardjo, 2007).
IUCN
(International Union for Conservation of Nature - http://www.iucn.org/)
memasukkan separuh spesies hiu dalam Red List of Endangered Threatened
Protected Species. Sejak 24 April 2013, CITES (Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora - http://www.cites.org/ )
telah memasukkan 12 jenis hiu dalam daftar Appendix 1, 2, dan 3. Spesies di
Appendix 1 secara umum dilarang diperdagangkan karena sedang terancam punah,
sementara, Appendix 2 mengatur pengelolaan spesies yang menuju ancaman punah
melalui aturan perdagangan yang ketat, sedangkan Appendix 3 mengatur
perlindungan spesies setidaknya di satu negara anggota CITES .Hiu Tutul atau
Hiu Paus masuk dalam Daftar Merah IUCN: Sangatrentan (VU); CITES (Conventionon
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) Appendix 2 (White,2006).
3.
Persebaran Ikan Hiu Tutul
Ikan
hiu tutul (Rhincodon typus) Merupakan
ikan terbesar di dunia, ikan ini selalu bermigrasi sehingga persebarannya tersebar luas di
seluruh perairan tropis dan perairan hangat subtropis. Banyak dijumpaI baik
secara individual maupun berkelompok, dari perairan lepas hingga ke perairan
pantai, bahkan kadang masuk ke daerah laguna di pulau atol. Hiu tutul Merupakan
hewan vivipar dengan ketergantungan embrio pada kuning telur, bungkus telurnya
dipertahankan hingga anak menetas di tubuh induk. Seekor hiu paus betina pernah
tertangkap di perairan Taiwan dengan 300 ekor embrio siap lahir di dalam
perutnya (Smith, 1828 dalam white 2006).
Daerah
sebaran ikan hiu sangat luas,yaitu di perairan tropis dan
subtropis,sebagianbesar populasi ikan ini terdapat di SamuderaAtlantik bagian
utara dan Samudera Pasifik. Dikawasan Indo-Pasfik ikan ini tersebar mulai
darilaut Merah sampai New Caledonia, ke utarasampai Jepang bagian selatan terus
keSamudera Hindia sampai Australia bagian utara dan Polynesia. Di Indonesia,
ikan hiu tersebar di seluruh laut,mulai dari Selat Malaka, Laut Jawa, Laut
Flores,Laut Sulawesi, Laut Sunda sampai Laut Malukudan Laut Arafura (ALLEN
1997; NELSON 1976).
Ikan
hiu tutul adalah jenis ikan yang cenderung berada pada wilayah tropis hingga
subtropis. Ikan ini tersebar di wilayah tropis paling banyak diantaranya ada di
beberapa negara. Wilayah perairan antara lain adalah wilayah perairan Indonesia
hingga GBR (Great Barrier Reef) di Australia. Ikan ini menjadi komoditas
sampingan yang pada akhir-akhir ini banyak diminati oleh masyarakat. Ikan ini
banyak ditemukan mati (LPUNILA, 2006)
4.
Ancaman
Ancaman-ancaman yang dapat membuat Hiu Tutul terdampar dan
dapat menyebabkan kematian dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang
Pertama, jenis ikan hiu tutul, termasuk ikan yang selalu melakukan migrasi dan
sudah memiliki jalur tetap ketika melakukan migrasi. Kemungkinan, pengaruh dari
kenaikan permukaan air laut sehingga ada perubahan jalur migrasi.Kedua, sebagai
pemakan Plankton, hiu tutul dalam migrasi ada kepentingan untuk mengejar dan
mendapatkan makanannya yang berada di jalur migrasi itu, ada indikasi ketika
Hiu Tutul mengejar makanan yang keluar jalur tersebut dan akan mengakibatkan
Hiu Tutul akan terbawa arus ombak. Ketiga, pengaruh faktor perubahan iklim,
Ikan Hiu Tutul biasanya mencari lokasi yang aman dan nyaman untuk melakukan
kawin untuk waktu yang lama, mereka akan keluar dari jalur migrasi untuk kawin
dan mereka membesarkan anak mereka. Terdapat faktor minor, seperti perubahan
iklim yang membuat hiu-hiu tersebut kesulitan menemukan tempat kawin dan selain
itu faktor pengaruh kenaikan permukaan air laut, menyebabkan hiu keluar dari
jalur migrasi mereka hingga terbawa arus ombak (Mongabay, 2014).
Ikan Hiu maupun Ikan Hiu Tutul yang menjadi
incaran bagi manusia itu baik sengaja maupun tidak sengaja, menjadi suatu
perhatian yang serius mengingat perburuan terus dilakukan, sehingga ke depannya
ikan tersebut bisa mengalami kepunahan. Penangkapan ikan hiu yang tidak
disengaja juga menjadi suatu problem lantaran jumlah yang tertangkap tergolong
banyak.Maka, dibutuhkan sebuah kesepamaham dalam menyelamatkan hiu maupun hiu
tutul dari ancaman kepunahan. Pasalnya, apabila hal tersebut terus berlangsung,
, maka lambat laun Ikan Hiu maupun Ikan Hiu Tutul akan berkurang bahkan akan
terjadi kepunahan (Kompas, 2014).
Di kehidupan nyata, sudah lebih seratus hiu ditangkap setiap
tahunnya. Para penangkap ikan hiu, hanya mengincar sirip ikan hiu yang harganya
sangat mahal dan menjual dagingnya ke pasar – pasar. Menurut lembaga dunia, hiu
tidak akan hidup lebih dari 50 – 100 tahun lagi, apabila penangkapan terhadap
ikan hiu tidak dihentikan. WorldConservation Union’s (IUCN) mengatakan ada 350
spesies ikan hiu yang dilindungi namun tetap saja hal itu tidak menghentikan
penangkap ikan hiu. Hukuman yang terlalu ringan dianggap faktor utama mengapa
ikan hiu tetap dieksploitasi secar berlebih, padahal keberadaan ikan hiu
dianggap sebagai penyeimbang ekosistem di laut lepas. Lemahnya hukum juga
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi penangkapan ilegal ikan hiu, dan
lemahnya aparat penegak hukum yang mudah dipengaruhi oleh uang juga turut
bagian eksploitasi hiu secara berlebih (Griffin et al, 2008).
Hampir di seluruh bagian dunia terjadi ekploitasi hiu secara
belebihan, misalnya di India, Mexico, Australia, Bahama, Filipina, dan Brazil.
Alasan mereka hampir sama yaitu hanya mengambil sirip dorsal dari ikan hiu
untuk pengobatan dan masakan di beberapa restaurant ternama. Hal ini juga yang
membuat para penangkap ilegal ikan ikan hiu semakin marakterjadi, karena sirip
dorsal ikan hiu mempunyai nilai ekonomis yang amat tinggi. Walaupun ada
peraturan tentang perlindungan terhadap hiu, namun hal itu tidak membuat nyali
penangkap hiu surut. Selain itu, faktor yang cukup besar dalam mempengaruhi
populasi ikan hiu adalah faktor makanan yang berupa ikan – ikan demersal maupun
pelagis yang sudah amat jarang karena eksploitasi berlebih dari nelayan lokal, serta
rusaknya terumbu karang yang merupakan salah satu tempat ideal dari ikan hiu
tinggal banyak yang rusak baik secara alami (badai) ataupun ulah manusia
seperti penggunaan bom dan potasium (Buckley et al, 2007).
5.
Penanggulangan
Sejak
20 Mei 2013, berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 18/Kepmen-KP/2013, hiu tutul telah dilindungi secara penuh di
perairan Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa segala bentuk eksploitasi
terhadap hiu tutul dilarang. Untuk memperkuat keputusan menteri diperlukan
kerja-sama antar nelayan maupun pemerintah untuk melindungi hiu tutul yang
terancam punah. Diperlukan pengetahuan dan sosialisasi agar nelayan tidak
menangkap hiu tutul, meskipun hiu tutul biasanya tertarik mendekati nelayan
yang sedang memancing karena hiu tutul sedang mencari makanan.
Hal
yang dapat dilakukan untuk mencegah kepunahan dan mengurangi ancaman yang
mengancam hidup hiu tutul adalah mengurangi interaksi manusia dengan hiu
(sektor wisata), meskipun hiu tutul cenderung tidak agresif, tetapi pemberian
makanan dari manusia ke hiu tutul akan secara terus-menerus akan cenderung
membuat hiu tutul akan mengasosiasikan manusia dengan makanan dan akan berenang
mendekati manusia. Sehingga diperlukan pengawasan dan penegakan aturan di
tempat wisata untuk menjaga kelamian interaksi dengan hiu tutul. Kemudian
dengan pengamatan yang dibantu dengan teknologi modern seperti photo ID dan
RFID. Photo ID merupakan pengamatan yang menggunakan kamera bawah air , dengan
mengidentifikasi tutul putih yang ada di badan hiu. Sedangkan RFID (Radio
Frequency Indentification) merupakan metode yang hampir sama dengan Photo ID
tetapi RFID menggunakan kode yang spesifik dan alat khusus untuk membaca kode
yang berada di tubuh jiu tutul. Ada juga alat yang dapat digunakan untuk
memantu hiu tutul yang berbasis satelit (Tania dan Beny,2014).
Menurut
(Huffard et al,2012), untuk
menanggulangi ancaman terhadap spesies hiu tutul perlu melibatkan serta mendukung
anggota masyarakat dalam :
1.
melakukan
pemantauan terhadap pemanfaatan sumberdaya.
2.
Menetapkan
peraturan dan menetapkan hukuman yang lebih berat untuk penangkapan yang ilegal
dan tidak berijin, khususnya pengambilan sirip hiu, penangkapan dengan
kompresor, penggunaan sianida dan penggunaan bom.
3.
Melarang
penerbitan ijin kepada nelayan luar oleh kepala desa dan kepala kecamatan,
karena ijin tersebut ilegal dan melemahkan tindakan pengelolaan perikanan.
4.
Memastikan
para aparat penegak hukum mendapat informasi yang benar mengenai aki- bat dari
penangkapan ilegal dan merusak untuk memastikan bahwa tindak kejahatan ini
menda- pat tuntutan hukum maksimal.
5.
Bila
memungkinkan, tingkatkan efektivitas patroli kapal untuk penangkapan ilegal dan
peraturan KKP dengan berkomunikasi lewat pemantauan udara secara simultan.
Gunakan bukti-bukti dari survei udara, seperti foto dan lokasi GPS untuk
menuntut kapal-kapal yang melakukan kegiatan ilegal.
6.
Memantau
pemanfaatan sumberdaya laut untuk mengidentifikasi para pemanfaat sumberdaya
dan lokasi penangkapan di dalam KKP. Ber-dasarkan hasil yang diperoleh
dilakukan sosia- lisasi tentang tata batas kawasan larang tangkap kepada para
nelayan, dan menghentikan kegia- tan penangkapan di kawasan larang tangkap.
7.
Mengidentifikasi
jalur-jalur dan musim migrasi dari Cetacean sebagai lokasi/waktu di mana survei
seismik harus dibatasi. Contohnya: tidak boleh melakukan uji seismik di Raja
Ampat pada bulan Oktober-Mei.
Karena pemanfaatan lahan di darat berdampak negatif terhadap
habitat laut, kerusakan habitat pantai dari kegiatan pembangunan yang buruk,
reklamasi daratan dan pembuatan jalan perlu diminimalisir.
Hiu
Tutul atau yang dikenal juga dengan nama Hiu Paus (Rhincodon typus) merupakan spesies hiu terbesar dengan ukuran
panjang tubuh mencapai 10m. Hiu tutul ini merupakan salah satu hewan yang
terancam punah sehingga dibutuhkan upaya penanggulangan khusus.
Menurut
KKJI (2014) upaya penanggulangan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia
adalah dengan menetapkan Hiu tutul sebagai hewan yang dilindungi penuh berdasarkan KEPMEN KP No. 18 Tahun 2013 tentang
Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus. Selain itu, penetapan
kawasan perlindungan habitat yang biasa dikunjungi oleh hiu tutul juga termasuk
salah satu upaya penanggulangan dalam mengatasi masalah ini.
Sebagai contohnya yaitu kawasan konservasi hiu
tutul yang ada di laut Talisayan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Menurut
laporan dari Pemerintah Kab. Berau (2014) kawasan laut Talisayan merupakan
kawasan yang memang menjadi habitat bagi hiu tutul dan sampai saat jumlah hiu
tutul yang diketahui ada 10 ekor. Masyarakat sekitar, terutama yang
bermatapencarian sebagai nelayan turut berperan serta secara aktif dalam upaya
melestarikan keberadaan hiu tutul ini. Keberadaan hiu tutul ini memang telah
lama diketahui keberadaannya oleh masyarakat, karena ketika hiu tutul ini
muncul maka akan diikuti oleh kemunculan ikan-ikan lainnya yang tentunya akan
secara otomatis menambah pendapatan para
nelayan. Selain dari segi perikanan tangkap, keberadaan hiu tutul ini sendiri
juga menarik perhatian para turis sehingga masyarakat sekitar bisa memanfaatkan
kesempatan ini dengan menyewakan alat-alat selam atau jasa transportasi.
DAFTAR PUSTAKA
ALLEN, G. 1997. Marine Fishes of TropicalAustralia and South - East
Asia : A FieldGuide For Anglers And Divers. WesternAustralian Museum, 292 pp.
Fahmi dan Dharmadi. 2005. STATUS PERIKANAN HIU DAN ASPEK
PENGELOLAANNYA. Oseana, Volume XXX, Nomor 1. LIPI
Griffin, E., Miller, K.L., Freitas,
B. and Hirshfield, M. 2008.Predators as Prey:Why Healthy Oceans Need Sharks. OCEANA.
Washington : USA
http://sains.kompas.com/ Diakses pada
tanggal 12/12/2014, pada pukul 19:11 WIB
http://www.mongabay.co.id/tag/hiu-tutul/
Diakses pada tanggal 12/12/2014, pada Pukul 18:39 WIB
Huffard et al.2010. Pengelolaan
berbasis ekosistem di Bentang Laut Kepala Burung: Mengubah ilmu pengetahuan
penjadi tindakan. Ecosystem Based Management Program: Conservation
International, The Nature Conservancy, and World Wildlife Fund Indonesia
Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. 2014. http://kkji.kp3k.kkp.go.id/. Sepuluh Ekor
“Individu Baru” Hiu Paus Diidentifikasi di Perairan Talisayan, Berau. Diakses
pada 12 Desember 2014 pukul 21.44 WIB.
LPUNILA. Lembaga Penelitian dan Pengambdian. Lampung: UNILA.
Louis Buckley, Jennifer Hile. 2007.
The End of The Line : Global Threats to Sharks. OCEANA, Washington :USA
Pemerintah Kab.
Berau. 2014. 10 Hiu Tutul di Talisayan. http://www.beraukab.go.id/. Diakses pada 12 Desember 2014 pukul 22.00 WIB.
Rahardjo,
Priyanto. 2007. Menjaga hiu dan pari indonesia sampai tahun 2040 . Jakarta
Fisheries University
Tania,
Casandra., Beny A. Noor.2014.Panduan
Teknis :Pemantauan Hiu Paus di Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Versi I.
World Wild Fund-Indonesia.
White, W.T, P.R. Last, J. D. Steven,
G. K. Yearsley, Fahmi, Dharmadi. 2006. Economically Important and Shark Rays.
Lamb Print : Perth,Western Australia
White, W.T,
P.R. Last, J.D. Steven, G.K. Yearsley, Fahmi, Dharmadi, 2006.
Hiu dan Pari yang Bernilai Ekonomis Penting di Indonesia. Australian
Government.
0 comments:
Post a Comment