Tuesday, December 9, 2014

MONITORING TERUMBU KARANG PANTAI SANUR, BALI DAN DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR


1.      Latar Belakang
Di dunia ini sudah terlalu banyak masalah diantaranya adalah kemiskinan, polusi, ketahanan pangan dll., isu-isu yang menjadi focus dunia saat ini adalah degradasi lingkungan khususnya di bidang kelautan dan perikanan. Dara pusat penelitian oseanografi LIPI (2012) dalam Greenpeace (2014) hanya 5,3% dari total keseluruhan terumbu karang di Indonesia yang tergolong sangat baik. Sementara 27,18%-nya digolongkan dalam kondisi baik, 37,25% dalam kondisi cukup, dan 30,45% berada dalam kondisi buruk11. Bahkan, Burke, dkk. menyebutkan setengah abad terakhir ini degradasi terumbu karang di Indonesia meningkat dari 10% menjadi 50%12.
Untuk itu perlu tindakan konkret untuk mangatasi masalah di atas. Tindakan yang kita harus lakukan adalah restorasi tutupan karang tersebut akan tetapi itu tidak cukup tanpa adanya monitoring dari program restorasi yang diterapkan.
Konsep“gardening of coral reef” sekarang menjadi pilihan bagi para ilmuwan di dunia untuk mengembalikan ekosistem terumbu karang. Coral garden merupakan “usaha aktif” untuk memulihkan kembali ekosistem terumbu karang,  Teknik rehabilitasi ekosistem terumbu karang menggunakan konsep “gardening of coral reef” ini akan menjadi studi yang menarik di Pulau Sempu dimana kondisi terumbu karang di kawasan lindung ini terancam mengalami percepatan kerusakan terumbu karang dikarenakan adanya proses reklamasi pembangunan pelabuhan dan kegiatan wisata, sehingga kegiatan ini merupakan starting point untuk pemulihan ekosistem terumbu karang di wilayah tersebut sekaligus dapat menjadi fish sanctuary di masa yang akan datang ( Luthfi,2013 ).
Menurut Pujiatmoko (2009) Banyak ilmuwan mnyatakan bahwa penyebab utama kerusakan terumbu karang adalah manusia (Antropogenic Impact) misalnya melalui kegiatan tangkap yang berlebihan (Over Exploitation) terhadap hasil laut, penggunaan teknologi yang merusak seperti pengunaan bom, potasium sianida, muro ami dan lain-lain, erosi, limbah industri dan missmanajemen dari kegiatan pertambangan telah merusak terumbu karang baik secara langsung maupun tidak langsung. Akar permasalahan timbulnya ulah manusia untuk merusak terumbu karang adalah :
1.      Kependudukan dan Kemiskinan
2.      Tingkat konsumsi berlebihan dan kesenjangan sumber daya alam
3.      Rendahnya pemahaman tentang ekosistem
4.      Kegagalan sistem ekonomi dan kebijakan dalam penelitian ekosistem
2.      Fungsi Monitoring
Menurut Dahuri dan Supriharyono, dariluas terumbu karang yang ada di Indonesiasekitar 51.000 km 2 diperkirakan hanya 7 %terumbu karang yang kondisinya sangatbaik, 33 % baik, 45 % rusak dan 15 %lainnya kondisinya sudah kritis 4,6 ) . Kondisiterumbu karang yang memprihatinkantersebut diperparah dengan lemahnyakoordinasi dan perencanaan lemaba terkaitdalam pencegahan kerusakan dan kegiatanmonitoring terumbu karang. Kegiatanmonitoring yang dilakukan sangat terbatas.Hanya beberapa area terumbu karang yangdikaji secara rutin, sehingga data kondisidan perubahan untuk keseluruhan sangatsulit diperoleh. Fungsi monitoring terumbu karang dapat mencegahnya rusaknya ekosistem terumbu karang secara cepat (Santoso, 2008).
Pemantauan ekosistem terumbu karang akan lebih baik jika dilaksanakan secara berkala (monitoring). Kegiatan monitoring ini selain akan memberikan informasi terkini juga dapat menganalisis perubahan yang terejadi hingga batas waktu tertentu. Analisa perubahan yang terjadi dapat menghasilkan kesimpulan mengenai proses perkembangan suatu wilayah. Hasilnya, jika ternyata setelah pemantauan dilaksanakan terumbu karang di wilayah tersebut kondisinya membaik maka perlu dilaksanakan upaya pelestarian supaya kondisi terumbu karang tidak terdegredasi. Jika ternyata hasil dari monitoring menunjukkan penurunan kondisi dari keadaan sebelumnya, maka perlu dilaksanakan rehabilitasi lingkungan tersebut supayatidak terjadi kerasukan lebih lanjut (Muttaqin, 2011).
Melalui monitoring akan diketahui keefektifan prosespelekaksanaan penelitian dan melalui evaluasi akan diketahui mutu hasil atau baiktidaknya suatu hasil penelitian. Monitoring dan evaluasi atau sering disingkat Monevseringkali menjadi kunci dalam penjaminan mutu suatu program, termasuk dalam program penelitian (Lembaga penelitian, 2006).
Tujuan monitoring adalah untuk mengetahui kemajuan pelaksanaan penelitian, Untuk mengetahui  hambatan-hambatan yang dihadapi, untuk mengetahui prospek pencapaian hasil dan memberikan informasi tentang administrasi proyek penelitian dan rnenerima masukanmasukanyang diperlukan dalam penyelenggaraan program penelitian pada tahun anggaran yang akan datang (LPPM, 2009).
3.      Metode Monitoring
Monitoring kelangsungan hidup karang yang di tranplantasi di amati sejak hari pertama hingga selama 3 (tiga) bulan dengan periode 1 (satu) kali dalam seminggu. Pemgamatan karang yang di tranplantasi mencakup jumlah karang yang ditranplantasi yang mengalami kematian, umur karang tranplantasi yang mati dan faktor-faktor penyebab kematian. Monitoring laju pertumbuhan karang yang di transplantasi diamati sejak minggu pertama dengan periode dengan periode 2 (dua) bulan sekali. Pengamatan karang yang dtransplantasi mencakup ukuran panjang vertikal, ukuran panjang secara horizontal, lebar diameter koloni dan jumlah tunas. Pencatatan data dilakukan dengan menggunakan alat tulis bawah air dan untuk mendokumentasikan pertumbuhan karang yang ditranplantasi digunakan kamera bawah air dan peralatan selam SCUBA. Pengukuran pertumbuhan di lakukan dengan ketelitian 0,1 cm, dengan menggunakan alat pengukur seperti caliper (jangka sorong). Selain itu dalam pemantauan juga dapat didata jenis-jenis ikan maupun populasi ikan setelah ada kegiatan rehabilitasi karang (Harianto et al, 2014).
Monitoring kegiatan pada karang yang telah dtransplantasi bertujuan untuk (a) Untuk mengetahui kondidsi karang yang telah ditransplantasi , (b) untuk mengetahui survival rate karang yang ditransplantasi, dan (c) untuk mengetahui laju pertumbuhan karang pada yang karang yang telah dtransplantasi. Sejak hari pertama pencangkokan. Pengamatan karang yang di transplantasi mencakup lama pengeluaran lendir dan waktu penyembuhan. Pengamatan waktu pengeluaran lendir dimaksudkan untuk mengetahui sampai berapa lama bekas pemotongan pada karang yang dtranplantasi masih mengeluarkan lendir (Sadarun,1999).
Dalam memonitoring terumbu karang terdapat beberapa metode yang digunakan. Metode ini dibagi menjadi tiga skala, yaitu skala luas, sedang dan detil. Metode skala luas meliputi metode manta tow dan metode timed swim. Skala sedang menggunakan metode point intercept transek dan line intercept transek. Sedangkan skala detil menggunakan metode quadran dan belt transek. Berikut ini masing-masing penjelasan dari beberapa metode tersebut.
a.       Metode skala luas
Ø  Metode manta tow
           Metode Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan kondisi terumbu karang atau parameter tertentu dengan cara menarik pengamat yang memakai peralatan dasar menyelam di belakang perahu kecil bermesin melalui sebuah tali dengan kecepatan konstan untuk mencatat data setiap waktu tertentu (misalnya setiap 2 menit).  Pengamat akan melihat objek yang dilintasi, lalu menilai persentase penutupan karang hidup (keras dan lunak), karang mati maupun objek lain yang diinginkan dan dicatat pada waktu berhenti dalam bentuk persentase pada alat tulis yang dijepit pada papan manta yang tersedia.

Ø  Metode Timed Swim adalah metode yang dikembangkan untuk skala luas ataupun sedang, misalnya dalam sistem peringatan dini cepat dalam melihat suatu perubahan penutupan karang, perikanan dengan bom, bleaching atau COTS.  Dengan metode ini,  pengamat berenang pada suatu kedalaman dan kecepatan yang konstan selama waktu tertentu
a.       Metode skala sedang
Ø  Point intercept transek
Metode ini adalah metode transek yang paling sederhana. Pengamat berenang sepanjang transek garis dan mencatat kategori bentik yang terletak tepat dibawah transek pada titik-titik tertentu (poin) di sepanjang transek.Metode ini digunakan untuk mendapatkan data persen tutupan komunitas bentik dengan lebih akurat jika dibanding dengan survey manta dan survey snorkel.
1.      Hasil Monitoring
Sebagai contoh monitoring terumbu karang di Perairan Sanur, maka didapat hasil sebagai berikut:
1.      Stasiun 1 (Sebelah utara pantai Bali Beach)
Dari grafik dibawah dapat disimpulkan bahwa kondisi  terumbu karang di stasiun 1 masih dalam kondisi yang baik dengan prosentase lebih dari 50% karang hidup baik dikedalaman 3 maupun 8 meter. Dari hasil monitoring masih terdapat karang mati yang ditumbuhi algae, tetapi kematian karang lebih banyak disebabkan oleh predator alami karang.
1.      Stasiun 2 (sekitar perairan Pantai Werdapura)
Dari hasil monitoring, didapatkan hasil bahwa status karang hidup baik pada kedalaman 3 meter dan dalam kondisi sedang pada kedalaman 8 meter. Karang mati yang ditumbuhi algae maupun karang mati dijumpai hanya 2,25% pada kedalaman 3 meter dan 18,8% pada kedalaman 8 meter.
1.      Stasiun 3 (sekitar Pantai Mertasari)
Kondisi karang hidup pada stasiun 3 menunjukkan stasus baik denga prosentase lebih dari 60% baik pada kedalaman 3 maupun 8 meter. Kondisi karang mati pun tidak terlalu banyak, yaitu hanya ,9% pada kedalaman 3 meter dan 9,3% pada kedalaman 8 meter.

1.      Stasiun 4 (sekitar Pantai Kesumasari)
Kondisi terumbu karang pada stasiun 4 menunjukkan status sedang dengan prosentase 49,52% di kedalaman 3 meter dan status baik 63,2% di kedalaman 8 meter. Tidak dujumpai karang mati pada kedalaman 3 meter dan hanya terdapat 0,8% karang mati pada kedalaman 8 meter.
Contoh kedua dari hasil monitoring terumbu karang, yaitu hasil monitoring terumbu karang di Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur. Terumbu karang di Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu ditemukan tersebar di perairan desa-desa pesisir di Kabupaten Kupang, Kab. Rote Ndao, Kab. Sabu Raijua, Kab. Sumba Timur, Kab. Sumba Tengah, Kab. Sumba Barat Daya, Kab. Manggarai dan Kab. Manggarai Barat dan sebarannya terkonsentrasi terutama di Kab. Rote Ndao. Kondisi terumbu karang bervariasi dari keadaan baik sekali hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidupnya. Hasil pengamatan lintasan survey sepanjang 413,63 km yang meliputi 8 kabupaten di kawasan TNP Laut Sawu menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang dalam kategori baik sekali adalah 0,4%, kondisi baik 4,6%, kondisi sedang 39,2%, kondisi buruk 28,4% dan kondisi buruk sekali 27,4%. Hasil ini mengindikasikan hampir sebagian dari total lintasan survey terumbu karang di TNP Laut Sawu dalam keadan buruk (persentase tutupan karang hidup ≤ 25%).
1. Kabupaten Kupang
Kondisi terumbu karang di Kab. Kupang bervariasi dari kondisi baik sekali hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup tertinggi 80% hingga tidak ditemukan karang hidup. Hampir sepanjang lintasan survey di Desa Soliu tidak ditemukan karang hidup dan substrat dasar perairan didominasi oleh pasir dan batu dengan persentase tutupan masing-masing dalam kisaran 30-100% dan 5-40% sehingga kondisi terumbu karang termasuk kategori buruk sekali. Kondisi terumbu yang buruk sekali di Desa Soliu ini bukan karena kerusakan terumbu karang tetapi akibat substrat dasar dan perairan yang kurang mendukung pertumbuhan karang.
2. Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat
Terumbu karang di Kab. Manggarai dan Kab. Manggarai Barat tersebar di pesisir Desa Sataruwuk, Desa Cekaluju (Kab. Manggarai) dan Desa Nangabere (Kab. Manggarai Barat) serta di P. Nuca Molas Desa Satarlenda (Kab. Manggarai). Kondisi terumbu karang di dua kabupaten tersebut bervariasi dari sedang hingga buruk sekali, ditunjukkan dari persen tutupan karang hidup 10-50%. Terumbu karang di desa-desa pesisir tersebut umumnya dalam kategori buruk hingga buruk sekali dengan persen tutupan karang ≤ 25%.

3. Kabupaten Rote Ndao
Kondisi terumbu karang di Kab. Rote Ndao bervariasi dari baik sekali hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup dari 80% hingga 5%. Kategori baik sekali ditemukan di Desa Tesabela (Rote Timur), Desa Onatali (Lobalaen) dan P. Ndo’o (Rote Barat) sedangkan kategori baik (51-75%) selain ditemukan di desa-desa tersebut juga ditemukan dalam lintasan yang pendek di Desa Sotimori, Bolatena, Nggodimeda, Maubesi, Netenaen, Oelua, Oeseli, Oebou, Oeteffu dan P. Nuse. Kondisi terumbu karang kategori sedang (26-50%) umumnya ditemukan dalam lintasan yang panjang di desa-desa pesisir Kab Rote Ndao. Kondisi buruk hingga buruk sekali (≤ 25%) umumnya dijumpai di Desa Daiama, Mulut Seribu Kec. Rote Timur.
4. Kabupaten Sabu Raijua
Kondisi terumbu karang di Kab. Sabu Raijua bervariasi dari baik hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup 10-60%. Kategori baik hanya ditemukan pada lintasan yang pendek di Desa Menia Kec. Sabu Barat dan Desa Molie, Kec. Hawu Mehara, sedangkan kategori sedang umum ditemukan di Kab. Sabu Raijua. Kondisi terumbu karang sedang selain dijumpai di Desa Molie juga terdapat di desa-desa di kecamatan yang sama seperti Lobohede, Daeiko, Raedewa, Kecamatan Sabu Barat (Desa Mebba dan Menia), Kecamatan Raijua (Desa Ledeke, Ledeunu, Ballu dan Kolare).
5. Kab. Sumba Timur
Kondisi terumbu karang di Kabupaten Sumba Timur menunjukkan kondisi bervariasi dari kategori baik hingga buruk sekali. Hal tersebut ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup yang berkisar antara 5-70%. Kondisi terumbu karang kategori baik hingga sedang (40-70%) ditemukan di Desa Napu, Kec. Haharu, kategori sedang hingga buruk (20-40%) ditemukan di Desa Kayuri (Kec. Rindi) dan kategori sedang hingga buruk sekali (10-50%) terdapat di Desa Heikatapu (Kec. Rindi) dan Desa Rindi, Kec. Rindi.
6. Kabupaten Sumba Tengah
Kondisi terumbu karang di Kab. Sumba Tengah bervariasi dari baik sekali hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup 5-80%. Kondisi baik sekali ditemukan di Desa Lenang Kec. Katikutana, kondisi baik (51-75%) ditemukan di Desa Lenang dan Tanambanas, kondisi sedang umumnya ditemukan di semua desa (Desa Lenang, Tanambanas, Wendewa Timur dan Wendewa Utara) sedangkan kondisi buruk dan buruk sekali juga ditemukan dalam lintasan yang pendek di semua desa.
7. Kabupaten Sumba Barat Daya
Kondisi terumbu karang di Kab. Sumba Barat Daya bervariasi dari baik hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup 5- 60%. Kondisi terumbu kategori baik ditemukan di Desa Weelonda, Kec. Kodi Utara dengan  penyusun utama karang tabulate dan branching. Kondisi terumbu karang yang umum ditemukan di Kab, Sumba Barat Daya adalah kategori sedang (26-50%) berpadu dengan kondisi buruk (10-25%) yang ditemukan di semua desa-desa pesisir Kab. Sumba Barat Daya, yaitu Bukambero, Weelonda, Kori, Weepangali, Karuni, Letekonda.
  

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kehutanan Semarang. 2008. Ekositem Terumbu Karang di Karimunjawa. tnkarimunjawa.de phut.go.id/download/terumbu%20 karang.pdf. Diaksespada 6 Desember 2014 pukuk 09.10 WIB.
Harianto, Musrin, Asri.2014. Rehabilitasi Terumbu Karang Akibat Pengeboman Dengan Metode  Transplantasi Menggunakan  Karang Jenis Acropora sp.Program Kreatifitas Mahasiswa. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo : Sulawesi Tenggara.
Lembaga Penelitian Dan PengabdianKepada Masyarakat. 2009. Pedoman Monitoring Penelitian Desentralisasi. Universitas Brawijaya : Malang.
Lembaga Penelitian. 2006. Pedoman Pengelolaan Penelitian. Universitas Negeri Jakarta : Jakarta.
Luthfi, O.M dan Jauhari, A. 2013. Stok dan Habitat Enhancement Terumbu Karang di Perairan Sendang Biru, Malang dalam Usaha Menghidupkan Kembali Live- Reef Fish Trade. LPPM Universitas Brawijaya (tidak dipublikasikan)
Munasik, et al. 2011. Kondisi Terumbu Karang di Taman Nasional Perairan Laut Sawu Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Energi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Diponegoro, Semarang. The Nature Conservancy (TNC) Savu Project, Kupang
Muttaqin, Aisyah Fitri, Fadillah, Arinta Dwi Hapsari. 2011. Coral Bleaching Ancaman Terbesar Ekosistem Terumbu Karang Saatini: analisis Penyebab dan Upaya Pemantauan. Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Prasetyo, Rahmadidan I Gede Widhiantara. 2011. Kajian Potensi Kerusakan Terumbu Karang dan Alternatif Pemecahannya di Perairan Sanur.
Pujiatmoko. 2009. Pembahasan Restorasi Terumbu Karang di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sadarun, 1999. Transplantasi Karang Batu (Stony Coral) di kepulauan seribu teluk Jakarta. Tesis Program Pasca Sarjana IPB.

Santoso, Arif Dwi dan Kardono. 2008. Teknologi Konservasi dan Rehabilitasi Terumbu Karang. Peneliti di Pusat Teknologi LingkunganBadan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

0 comments: